Present

163 16 0
                                    

Hetalia © Hidekaz Himaruya
not any profit is gained by the writing, only for entertaining purpose

.

japan/taiwan - hungary: japan's older sister

.

.

"Ah, ya, belum," jawab Erzsébet, mengetukkan jarinya di meja, baru berhenti ketika minuman datang. "Aku belum menyiapkan apapun."

"Termasuk idenya?" Bella langsung mengambil piring berisi waffel pesanannya. Lalu ia berdecak. Segelas iced coffee langsung diseruput. Dan dirinya menggeleng, "Cepatlah. Kiku kelihatannya juga tidak sabar untuk segera menikah."

Tetapi Erzsébet tertawa sambil melambaikan tangannya di udara, "Ayolah, jangan khawatir. Idenya sudah siap. Menikahnya juga baru tahun depan. Aku akan memulainya besok."

"Besok? Hei, jangan sampai ada 'besok' yang lainnya lagi, oke?"

Erzsébet terkekeh. Lalu dia mengambil tas dari bangku kosong, memangkunya, dan membukanya. "Baiklah, akan kulakukan sekarang."

Bella terperangah melihat apa saja yang dikeluarkan Erzsébet. Dia berhenti mengunyah waffel dan matanya juga membulat cukup intens. Oke, oke, ini bukan saatnya untuk terperangah, Bella, karena sebenarnya dia melakukan hal yang biasa kausaksikan dari dia! Ya, ya, ya, termasuk memegang pensil seperti itu! Dan buku sketsanya!

"Apa?" tanya Erzsébet, menyingkirkan piringnya ke tepian meja, "Dimulai dari hari ini, 'kan?"

Bella berpikir bahwa mungkin kalung berlian atau tiara swarovski atau malah gelang mutiara yang akan menjadi kado dari Erzsébet untuk adik ipar barunya, Mei Wang, tetapi tidak-ternyata tidak sesederhana itu. Erzsébet menghitamkan kertas dengan alur-alur dan arsiran tertentu, memetakan beberapa pola di bagian-bagian tertentu dengan lihai dan tanpa penggaris.

"Mungkin ini hal terbaik yang bisa kuberikan sebagai kakak. Psssh," Erzsébet mengibaskan tangannya di udara, "yang punya banyak uang itu Kiku. Aku sebagai kakaknya tak lebih sukses dari dia, hahaha. Makanya, kurasa memberikan barang untuk Mei pun percuma, karena Kiku pasti lebih mampu membelikannya. Jadi ... yah, begitulah."

Bella kemudian tersenyum. "Ah, kau. Pintar juga. Aku jadi tidak sabar menunggu hasilnya. Padahal bukan aku yang menikah dan dapat kado."

Erzsébet terkekeh.

.

"Mm?" Mei melirik heran pada selembar kain yang tiba-tiba dikeluarkan Kiku dari saku kemeja sebelum membukakan pintu SUV silver itu untuknya. Mei melirik pada Erzsébet yang ada di sampingnya, namun Erzsébet cuma tersenyum geli sambil memegang kedua tangan Mei.

"Jangan takut, ya. Bukan hal yang mengerikan, kok, hihi~"

"Tapi kita mau ke mana?" Mata Mei mengikuti arah gerak tangan Kiku yang kemudian menutupkan kain itu ke depan matanya. "Heeei, Kiku-kun? Kak Erzs? Ayolaaah, beri tahu~"

"Bukan kejutan namanya kalau begitu," Erzsébet membukakan pintu terlebih dahulu, sebelum Kiku sempat melakukannya. Dan dia masuk ke tempat duduk di belakang sambil bersenandung kecil. Dan Kiku mengawali perjalanan itu dengan suara John Legend. Berurutan diikuti milik Bruno Mars, lagu lawas milik Backstreet Boys dan Jesse McCartney. Semuanya favorit Mei, tetapi dia tak bisa menikmatinya dengan baik.

Ah, dia berharap hari ketiga pernikahannya tidak menjadi lembaran kaleidoskop yang jelek dan berbekas buruk.

Mereka menjauh dari keramaian kota. Jalan tak lagi selebar yang mengalur di metropolitan, dan kendaraan besar mulai digantikan anak-anak yang berangkat ke sekolah menggunakan sepeda. Kiku tak mengemudikan mobil dengan cepat, membuat perjalanan menjadi lebih lama dan Mei semakin sering bertanya-tanya.

Setengah jam akhirnya cukup sebagai waktu penantian.

Kiku menggandeng bahu Mei, jemarinya merekat seolah bahu Mei-lah sangkarnya. Erzsébet berdiri di hadapan Mei dan mengulurkan tangannya ke belakang kepala Mei, melepaskan simpulnya yang cukup kuat.

Kain itu luruh ke tanah dan langsung terabaikan. Mei nyaris tersedak napasnya sendiri dan menutup mulut-refleks-sebab rasa kaget menampar dirinya dari dalam.

"Kak Erzsébet? Ini hadiahmu?"

Erzsébet mengangguk cepat dan tersenyum. "Happy wedding, Dear. Semoga rumah ini akan menjadi rumah masa tua kalian berdua, dan kalau perlu, diwariskan untuk generasi yang berikutnya."

Kiku mengulum senyum, "Apa itu sebuah bentuk baru ucapan selamat?"

Erzsébet mengelus kepala mereka bersamaan. "Ada seribu satu cara untuk mengucapkan selamat. Tapi hanya ada satu cara untuk membuatku menjadi kakak yang baik untuk kalian berdua. Mei, ketahuilah, walau aku yang merancang ini, Kiku-lah yang membiayai semua pembangunannya. Jadi, jangan pernah terlalu berterima kasih atau bahkan terlalu kaget begini. Berterimakasihlah pada suamimu sendiri."

Mei mengerucutkan bibirnya, dan langsung memeluk Erzsébet sekencang mungkin, "Ini hadiah besar darimu, Kak-dan tolong, jangan pernah bilang begini lagi ... kau kakak perempuan terbaik yang pernah aku punya! Kau kakak perempuan pertama dan terakhirku, jadi tolong, pikirkanlah bahwa Kakak juga sangat penting untukku-te-terima kasih kadonya, aah, aku senang sekali!" dia mengeratkan pelukannya lebih kencang lagi.

"Dia benar. Kau sudah memberi lebih dari cukup untuk kami, Kak," Kiku hanya berkata singkat namun turut memeluk dua orang wanita itu.

Di balik punggung Erzsébet, sebuah bangunan berdiri. Kelabu dan merah jambu adalah warna yang mendominasi, dengan desain kontemporer. Ada lengkung menarik yang menjadi aksen tersendiri di samping teras, dan seolah menjadi penanda gerbang. Lalu jendelanya seluruhnya berbentuk persegi panjang kurus yang membujur sampai ke tanah. Terasnya berbentuk bundar dan di sisi kanan dipenuhi bunga oranye muda yang kecil-kecil namun menarik.

Kiku membimbing tangan Mei untuk masuk. Erzsébet mengikuti di belakang, sambil mendendangkan kembali As Long As You Love Me milik Backstreet Boys yang tadi menjadi muse-nya selama di mobil.

Ruang tamunya berbentuk bujursangkar, dengan aksen dinamis garis-garis yang melintang di atas ventilasinya. Tirainya berwarna merah jambu pucat, dan lantainya putih bersih, dengan bingkai-bingkai jendela dan pintu yang kelabu kuat. Sofa berwarna pastel-mendekati warna tirai-mengisi ruang tersebut dengan komposisi seimbang.

Pajangan di dinding bagian atas nakas putih di sudut ruangan sangat menarik perhatian Mei, karena dia menemukan hal serupa di teras.

Ada sebuah benda seperti keranjang setengah lingkaran dari mozaik warna-warna seperti merah tua, kuning pucat, hijau, dan toska yang menyala, dan di sampingnya ada sebuah lagi yang menyerupai gambar burung hantu. Di teras, yang seperti itu ditampilkan di dinding, di atas sudut kanan puncak bingkai pintu.

"Ini ... artinya apa, Kak?"

Erzsébet menjawab dengan senang hati, "Mereka hieroglif. Keranjang adalah hieroglif untuk 'K', dan burung hantu itu adalah 'M'. Inisial siapa ya, itu?" Erzsébet terkekeh menggoda.

Sekali lagi, Mei menyambar dengan pelukan dan Kiku hanya berdecak.

Ia baru tahu itu.

.

.

a/n: sebenernya pengen bikin banyak deskrip untuk ruangan-ruangan berikutnya tapi yeah saya sudah ngantuk. wanna try to sketch the rooms and the exterior, tho. seems interesting!

presentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang