4.RAHASIA

2.2K 135 9
                                    

Gerakan mengulum dan menaik turunkan dengan mulut yang di lakukan wanita berambut panjang itu semakin cepat.

Sesekali tangannya ikut memegangi benda tumpul berurat yang sudah sangat tegang tersebut dan mengurutnya lambat-lambat, menghasilkan sensasi yang pastinya begitu memabukan untuk si empunya benda tumpul tersebut.

Dari posisinya yang duduk di lantai dan Johan yang duduk di kursinya dengan kedua kakinya yang terbuka dan celana jeans nya dengan resleting yang terbuka, ia melakukan blow job.

Di jilatinya milik Lelaki itu sambil melirik ke atas, memandang wajah Johan yang menegadah ke atas dan mata yang terpejam menahan segala rasa yang di hasilkan dari kepiawaian si wanita dalam bermain.

Namun sayang, yang kini dalam pikiran Johan, bukanlah wajah wanita yang sedang memberinya kenikmatan. Tapi wajah adik tirinya lah yang memenuhi hasrat di otaknya.

Di bayangkan wajah polos dari Adik tirinya tersebut yang duduk bersimpuh dan mengulum miliknya.

"...Lir...." ia mendesis dengan mata yang terpejam rapat-rapat, menahan luapan kenikmatan saat milik nya di sesap dan di naik turunkan oleh mulut wanita berambut panjang itu.

Di ruangan itu hanya ada mereka berdua, suasan sepi setelah sebelumnya tadi di ruangan sebelah mereka mengadakan rapat BEM.

"...Aku tidak mau celana ku sampai kotor..." Johan berkata.

Membuat wanita berambut panjang itu menengadahkan wajahnya ke atas untuk melihatnya tanpa menghentikan gerakannya.

Johan tersenyum, membuat wajahnya yang terukir sempurna menjadi semakin tampan.

Wanita itu tahu maksudnya, dan tanpa bicara, ia melanjutkan aktifitasnya.

Cepat dan semakin cepat gerakan naik turun dan mengulum dari si wanita berambut panjang itu, sampai pada suatu titik, Johan memegangi kepala si wanita dengan kedua tangannya dan membenamkan di antara kedua pahanya yang terbuka.

Wanita itu tersedak dan terbatuk saat cairan putih hangat keluar dengan begitu banyak dan memenuhi rongga mulutnya.

Johan langsung mendorong kepala si wanita agar menjauh dari nya, si wanita jatuh terduduk dengan Wajah dan matanya yang memerah dengan sudut-sudutnya yang mengeluarkan air mata.

Ia mengelap ujung bibirnya yang tersisa cairan milik Johan dengan punggung tangannya.

"Kau mengotori celana ku." Johan berkata tanpa emosi. Di lap celana jeans nya yang terkena beberapa tetes cairan putih miliknya sendiri dengan tisu yang selalu tersedia dalam kotak di atas meja nya.

Kening wanita itu berkerut, padahal ia sudah setengah mati menelan cairan putih dengan rasa asin tersebut.

Johan bangkit dari duduknya di ikuti si wanita.

" Lain kali jangan di sini." Johan berkata membelakanginya sambil merapikan baju nya.. "Aku tidak mau repotasi ku tercoreng karena ulah jalang mu." Lanjutnya.

"Aku cemburu melihat gadis itu !" Wanita berambut panjang itu berkata dengan nada sarat akan emosi.

Johan langsung menoleh ke arahnya.

"Walaupun dia adikmu, tapi aku tetap tidak suka kau bisa bersikap begitu manis saat bersamanya..." ucapnya sambil membuang begitu saja tisu yang baru saja ia gunakan untuk membersihkan kedua tangannya dari sisa-sisa cairan yang menempel.

"Kau mau cemburu atau apa pun itu terserah," Johan berkata sambil memandangnya dingin. " Asal kau jaga mulut mu agar tidak mengatakan hal yang tidak perlu pada nya, Sonia."

Wajah wanita bernama Sonia itu memerah dengan kening yang semakin berkerut. Namun ia tak berani membantah atau berkata apa pun.

"Bilang pada Ketua BEM Fakultas masing-masing, aku memberikan ijin untuk menyuarakan aspirasi mereka ke Gedung Pemerintahan." Johan berkata sambil mencangklong tas warna hitam nya di bahu sebelah kanan.

"Suasan sedang tidak kondusif, kalau Kampus kita ikut-ikutan turun ke jalan, bukankah malah semakin ricuh..??" Sonia berkata. "Di rapat tadi juga kau sudah menolak, kenapa sekarang malah setuju...??" Ia tak mengerti.

Senyum samar tersungging di sudut bibir laki-laki berusia 23 tahun itu. "Aku berubah pikiran." Jawabnya singkat, lalu keluar dari ruangannya.

Cepat-cepat Sonia mengambil tas nya yang berada di kursi dan berjalan keluar mengikuti Johan.

"Coba pikirkan lagi, kalau ada apa-apa kau yang akan di salahkan karena sudah memberi ijin." Sonia berjalan beriringan dengan Johan melewati lorong lantai 3.

"Tidak masalah kalau mau menyalahkan." Johan berkata santai. "Asal aku bisa melihat beberapa dari kalian terkena gas air mata atau tertembak dengan peluru karet, tidak masalah aku di salahkan." Johan berkata dalam hati.

Dengan membayangkan teman-teman sekampusnya itu mengerang kesakitan dalam upaya memperjuangakn aspirasi mereka di tengah kebijakan Pemerintah yang kontrofersial itu membuat darah Johan bergolak dan hampir-hampir wajah gila nya tidak bisa ia sembunyikan.

Ia memejamkan matanya sesaat, "Baru membayangkan saja sudah sebahagia ini..." ucap nya dalam hati.

Mereka berjalan menuruni tangga dan sampai di koridor lantai 2 yang mengarah langsung ke lapangan di mana kegiatan Para mahasiswa baru sedang berlangsung.

"Bukankah itu adik mu...?" Sonia mengehentikan langkahnya.

Johan melihat di mana mata Sonia mengarah. Ia mencengkeram pagar pembatas dengan kedua tangannya kuat-kuat saat melihat Lira yang sedang duduk berdua dengan Andreas di bangku tidak jauh dari lapangan.

Johan bisa melihat wajah Lira yang tertawa mendengar guyonan atau entah apa yang di lontarkan oleh Laki-laki dengan wajahnya yamg mirip orang asing tersebut.

"Adikmu itu sudah besar, biarkan saja dia." Sonia berkata saat melihat wajah Johan yang menegang.

Ia mengeram dan menatap Sonia tajam. "Tidak ada yang boleh dekat-dekat dengan Adikku !" Bentaknya membuat Sonia kaget.

Tanpa menunggu reaksi dari wanita berambut lurus itu, Johan pergi meninggakkannya.

"Mau sampai kapan penyakit sister complex nya itu di pelihara...??" Sonia mendengus kesal.

Johan berjalan cepat menuruni anak tangga menuju lantai bawah, dan terus berjalan lulus menuju lapangan yang biasanya di gunakan untuk sepak bola tanpa melihat kanan dan kiri.

Pikiranya hanya tertuju pada Adik nya.

Di lihatnya dari kejauhan Lira yang masih duduk berdua dengan Andreas. Bisa di lihatnya wajah Adiknya yang semakin cantik dengan rona kemerahan di pipinya. Menambah panas hatinya.

"Lir, ayo kita pulang !" Ajak Johan begitu sampai di dekat mereka.

Lira terkejut melihat Kakaknya datang, tapi tidak untuk Andreas yang masih bersikap biasa saja dan memainkan permen cupa cup nya yang kali ini berwarna kuning rasa jeruk.

"...Bukannya Kakak masih ada kelas...??" Tanya Lira akhirnya setelah ia sempat terdiam karena terkejut.

"Pokoknya ikut Kakak pulang !" Johan berkata dengan nada lebih tinggi.

Acara OSPEK memang telah selesai dari 30 menit lalu.

"Ta, tapi Kak...aku sedang menunggu temanku untuk pulang bersama..." Lira berkata sambil memandang Kakanya.

Wajah Johan mengelap. "Kau kuliah untuk belajar, bukan untuk mencari teman !" Johan berkata dengan nada bicara sarat akan emosi.

"Tapi Kak...aku..." mata Lira sudah berkaca-kaca. Ia malu di bentak seperti itu oleh Kakaknya di depan Andreas.

"Kau sudah berani membantah omonganku Lir ?!" Kembali suara Johan yang keras terdengar.


PSYCHOPATH LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang