Chapter 7. Awal Dari Satu Tahun

90 14 8
                                    

Rumah Sabira sedang ramai setelah kedatangan keluarga dari pihak Ayah dan Mamanya, mereka datang untuk menghadiri pernikahannya besok yang dimana akad nikah akan dilaksanakan dirumah Sabira sendiri.

Untuk resepsi pernikahan, pihak dari keluarga Sabas dan Sabira sudah sepakat untuk menunda resepsi sampai Sabira selesai sekolah yang tinggal beberapa bulan lagi. Dan untuk akad nikahnya dilakukan secara tertutup yang hanya dihadiri oleh keluarga saja demi menjaga nama Sabira agar tidak dikeluarkan dari sekolah.

Sabira berdiri dari lantai seraya mengamati kegiatan dibawah sana, pihak wedding organizer yang Andrew panggil untuk mendekor rumah hilir mudik mengerjakan tugas mereka.

Dari posisinya tidak sengaja mata Sabira menangkap keberadaan Andrew yang sedang berdiri memberikan arahan pada pihak wo. Secepat kilat ia turun menghampiri pria itu, sudah sejak tadi ia mencari-cari kesempatan untuk berbicara dengan Ayahnya namun Andrew begitu sibuk.

"Yah...?"serunya berjalan cepat menuju Andrew. "Bisa ikut Sabira sebentar? ada yang mau Sabira bicarain,"

"Kamu gak liat Ayah sibuk?! Sana masuk ke kamar, jangan ganggu Ayah!"usir Andrew tegas.

"Yah... please, sebentar aja. Sabira mau bicara hal penting,"pinta Sabira dengan wajah memelas.

"Ck, kamu mau bicara apa sih sebenarnya?!"

"Makanya Ayah ikut Sabira dulu, disini banyak orang."Sabira melirik orang-orang wedding organizer dan beberapa keluarganya yang ada disana. Pembicaraan yang akan mereka bahas cukup sensitif membuatnya tidak ingin orang lain mendengarnya.

Dan dengan terpaksa Andrew menuruti keinginan Sabira agar gadis itu tidak menganggunya lagi.

"Yasudah kita bicara diruang kerja Ayah."dengan semangat Sabira mengangguk setuju.

Sesampai diruang kerja Andrew, pria itu langsung menodong Sabira dengan pertanyaan. "Cepat katakan apa yang mau kamu bicarakan."ujar Andrew melipat tangan didada sambil menatap lurus pada lawan bicaranya.

Sabira mengambil nafas sebelum mengatakan. "Mama mana?" tanyanya serius.

"Jadi ini maksud kamu hal penting yang mau kamu bicarakan? Ck, sangat membuang-buang waktu."dengkus Andrew, malas.

"Jawab pertanyaan Sabira, Yah! Mama mana? Ayah udah janji kalau Sabira setuju untuk menikah Ayah bakal kasih tau Mama ada dimana."todong Sabira menggebu-gebu.

Sekali lagi Andrew berdecak, malas. Ekspresinya menunjukkan jika ia benar-benar muak dengan gadis dihadapannya.

"Kapan? Kapan Ayah bilang seperti itu?"tanya Andrew jengah.

"Waktu Sabira nolak buat menikah~~"

"Saat itu Ayah cuman bilang kalau kamu menolak untuk menikah jangan pernah harap buat ketemu Mama kamu, Ayah tidak pernah bilang akan memberitahu kamu soal keberadaan Mama kamu sekalipun kamu sudah menikah. Jadi dibagian mana dari ucapan Ayah sampai kamu menyimpulkan seperti itu?"

Marah, itulah yang ia rasakan. Emosi berangsur-angsur memenuhi rongga dada hingga membuatnya ingin meledak saat itu juga. Dengan kedua tangan terkepal kuat, Sabira kembali berbicara dan hanya beberapa yang ia katakan tapi cukup membuat Andrew murka.

SABTWO [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang