Highest rank: #8 on sinb [28122020]
#2 on hwangjeon [02012021]
***
Kehadiran Ishana, si bungsu yang lahir dengan tuli kongenital, mengubah keluarga Ardhana selamanya. Satya, sang ayah, menolak menerima kenyataan itu, menjadikan Ishana sasaran kemara...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tiga tahun berlalu sejak kelahiran Ishana, dan di balik semua perjuangan yang pernah mereka hadapi, kini ada secercah cahaya yang membawa kebahagiaan bagi keluarga Ardhana. Ishana tumbuh menjadi anak yang ceria, selalu tersenyum dan menyebarkan semangat pada sekelilingnya. Meski hidup dengan keterbatasan pendengaran dan tidak bisa berbicara, Ishana membawa kegembiraan ke dalam kehidupan mereka.
Sejak usia dini, Ishana selalu memakai alat bantu dengar, sebuah perangkat kecil yang selalu terpasang di telinganya. Alat itu memungkinkan Ishana untuk mendengar, meski hanya sebagian, suara-suara di sekitarnya. Satya dan Jessica berusaha untuk memastikan Ishana tidak merasa terbatas oleh kekurangan yang ia miliki, dan mereka berkomitmen untuk memberikan semua yang terbaik bagi putri kecil mereka, meski tantangan terasa berat.
Isabel dan Cameron, kakak-kakaknya, sangat menyayangi Ishana. Sejak awal, mereka telah memahami bahwa adik mereka berbeda dan memerlukan perhatian khusus. Cameron, sebagai kakak tertua, dengan penuh kasih sayang selalu sabar mengajarkan Ishana untuk memahami huruf-huruf dan angka-angka. Di samping itu, Isabel, meskipun usianya masih muda, selalu antusias membantu Ishana belajar menulis kata-kata sederhana, menunjukkan cara-cara menarik untuk menulis dan membaca. Mereka berdua senang melihat kemajuan Ishana, yang kini sudah bisa menulis nama-nama mereka dan beberapa kata yang diajarkan.
Di sisi lain, Jessica dengan tekun belajar bahasa isyarat. Sejak mengetahui bahwa Ishana tidak dapat mendengar dan berbicara dengan baik, ia bertekad untuk mempelajari cara berkomunikasi yang sesuai dengan kebutuhan putrinya. Selama dua tahun, Jessica tidak pernah lelah mempelajari bahasa isyarat hingga akhirnya ia mampu berkomunikasi dengan Ishana melalui gerakan tangan. Bahkan, ia mengundang guru khusus yang berpengalaman dalam bahasa isyarat untuk membantu Ishana berkomunikasi dengan lebih baik. Bagi Jessica, setiap gerakan dan ekspresi yang dipelajari Ishana adalah hadiah yang berharga, langkah kecil menuju kehidupan yang lebih inklusif.
Hari ini, sinar matahari hangat menyelimuti taman rumah mereka. Jessica duduk di kursi taman, memperhatikan ketiga anaknya yang tengah bermain bola dengan ceria. Taman yang hijau dengan bunga-bunga warna-warni menjadi tempat favorit bagi mereka bertiga untuk menghabiskan waktu bersama. Ketiganya tampak sangat bahagia, saling berlarian mengejar bola dengan tawa yang riuh.
Jessica menyaksikan dengan hati yang hangat. Ketiganya sangat mirip dengan Satya sewaktu kecil, begitu aktif dan suka bermain. Cameron dan Isabel saling berebut bola, tertawa-tawa sambil sesekali beradu pandang dengan Ishana yang berlari-lari kecil dengan langkah ceria. Setiap kali ia mendapat bola, Cameron mengoper ke Ishana, membiarkan adiknya menikmati kesempatan bermain dengan bola itu, meskipun ia belum begitu mahir. Cameron dan Isabel begitu kompak, selalu menjaga agar Ishana merasa nyaman dan tetap bisa bermain.
Namun, tiba-tiba saja Ishana terjatuh saat hendak menendang bola yang menggelinding ke arahnya. Lutut Ishana tergores hingga mengeluarkan darah. Cameron yang panik, segera berteriak memanggil Satya dan Jessica. Dengan cepat, Satya berlari ke dalam rumah untuk mengambil kotak P3K yang selalu mereka sediakan untuk keadaan darurat. Jessica tersenyum, ia segera menghampiri Ishana yang masih menangis di pelukan Cameron. Sayangnya, tak ada seorangpun yang memperhatikan Isabel saat itu.