Ahra Side
"Eomma, aku akan pergi dengan Jimin!" pamit Ahra saat yang tengah memakai sepatunya di halaman rumah.
Dari dalam rumah, terdengar suara langkah yang terburu buru. "Kau akan jadi pergi berkemah?" tanya Hanna yang masih melangkah menuju Ahra dengan tergopoh gopoh.
Melihat Hanna yang melangkah dengan terburu buru, membuat Ahra terkekeh. "Iya, aku sudah memberitahu Eomma sejak satu minggu lalu, kan? Aku akan berkemah dengan Jimin selama satu minggu, kita akan berkemah di luar kota."
"Kenapa jauh sekali, Ra?"
Ahra tersenyum hangat, lalu bergerak untuk memeluk Hanna. "Aku hanya ingin menenangkan diri, Eomma jangan menungguku pulang. Jangan lewatkan kelas membuat kue dan menjahitnya, mengerti?"
Hanna tentu saja membalas pelukan gadis tersayangnya, "Eomma tak akan melewatkan kelas, Eomma akan belajar membuat kue agar saat kau ulang tahun Eomma yang membuatkan kue untukmu. Eomma pun akan belajar menjahit agar bisa memberimu hadiah gaun indah, yang gambarnya ada di dinding kamarmu." ucap Hanna dengan semangat.
Ahra terkekeh di balik punggung Hanna, bersamaan dengan air mata yang lolos begitu saja dari peraduannya.
"Aku menyayangimu, Bae Hanna." lirih Ahra yang pasti saja dapat terdengar oleh si empu nama. "Akupun menyayangimu, Lee Ahra."
Walaupun keadaan jiwanya terguncang, hati seorang Ibu tetaplah kuat. Tiba tiba saja Hanna memeluk erat Ahra, dengan tubuh yang mulai bergetar.
"Kau akan pulang, bukan? Kau takkan meninggalkan Eomma?"
Mendengar pertanyaan sang Ibu, tubuh Ahra pun ikut bergetar hebat. Mulutnya mengeluarkan suara tawa, dengan air mata yang semakin mengucur deras.
Sedangkan Hanna yang mendengar suara tawa Ahra, tanpa mengetahui tangisannya yang mengucur pun, memukul bokong sang anak. "Eomma mengkhawatirkanmu, kenapa kau tertawa?!"
Sebisa mungkin Ahra menghentikan tangisnya, ia menyeka kedua matanya sebelum akhirnya melepas pelukan tersebut.
"Aku bahkan menangis karena ucapan Eomma," ujar Ahra menunjukan mata merahnya pada Hanna. "Aku hanya berkemah, bukan pergi menjemput ajal."
"Mulutmu!" protes Hanna, yang dibalas kekehan oleh Ahra. "Aku pergi, ya?" pamitnya lagi setelah benar benar berhasil meredakan tangisnya di hadapan Hanna.
"Kabari Eomma jika kau pulang terlambat, mengerti?"
"Aku akan mengabari Eomma melalui Jimin, ponselku rusak kemarin." dusta Ahra, yang dengan mudah di percaya oleh Hanna. "Baiklah, hati hati di jalan. Kabari Eomma jika kau dan Jimin sudah sampai."
Ahra mengangguk, sebelum akhirnya pergi dengan ransel di punggung serta satu tas jinjing di tangannya.
"Sudah siap?" tanya Jimin sesaat setelah Ahra memasuki mobil dengan ransel serta tas jinjing yang sudah di simpan di bagasi.
Ahra mengangguk, "aku sudah siap." jawabnya dengan yakin, membuat Jimin tersenyum getir. "Aku disini, disampingmu. Bahkan jika kau memintaku untuk menjagamu, aku akan berada satu langkah tepat di depanmu."
"Terima kasih, Chim."
"Ah, jadi ini teman teman Jungkook?" tanya Yena saat Jungkook memperkenalkan teman temannya pada sang Ibu.
Keenam lelaki berjas tersebut pun mengangguk, setelah sebelumnya membungkuk hormat.
"Eomma, dia kekasihku." tunjuk Ahra pada Jimin, membuat mereka semua yang tengah berdiri melingkar terkejut. Termasuk Jungkook, terkecuali Jimin.
"Ah, manis sekali kekasihmu." puji Yena, membuat Ahra tersipu. "Kalau begitu, kau mengenal Jungkook juga?"
Jimin mengangguk, "aku mengenalnya, dia adik tingkatku, Bibi."
Yena mengangguk mengerti, "kalau begitu, aku titipkan kedua anakku padamu ya, Nak…"
"Jimin, namaku Park Jimin, Bibi." ucap Jimin saat Yena menggantungkan kalimatnya di akhir. "Nah, Nak Jimin, aku titipkan sulung dan bungsuku padamu ya. Jika mereka berdua bertengkar, kau bisa memarahinya."
Jimin mengangguk patuh, walau sepertinya amanat Yena tak akan ia jalankan sama sekali. Sebab, setelah ini dirinya yang pasti akan bertengkar dengan Jungkook karena menyembunyikan gadisnya.
Sedangkan keenam lelaki lainnya hanya berdiam diri, tak ikut campur dalam skenario yang diciptakan oleh Ahra dan Jimin. Terlebih Jungkook.
"Aku dan Jimin pamit lebih dulu, kalian akan menunggu hingga acara selesai?" tanya Ahra pada ke lima lelaki yang berada di sekitarnya.
"Kau akan pergi? Acaranya belum selesai, bagaimana jika Paman mencarimu?" tanya Seokjin bingung, yang di balas dengan gerakan tangan oleh Ahra. "Aku di butuhkan hanya untuk merestui mereka serta acara foto, Oppa. Setelah keduanya terlaksana, aku tak di butuhkan lagi."
Hoseok yang berdiri disamping kanan Ahra, menarik bahu gadis tersebut. "Pergilah, tenangkan pikiranmu." ujarnya dengan lengan yang mengusap lembut bahu Ahra. Berusaha memberikan kenyamanan pada diri gadis tersebut.
Ahra mengangguk, lalu membalas gerakan Hoseok dengan melingkarkan lengannya di pinggang lelaki tersebut. "Aku akan pergi dengan tenang." jawabnya dengan polos, membuat Hoseok sedikit tersentak saat mendengarnya.
Melihat ekspresi Hoseok, Ahra terkekeh. "Oppa memintaku pergi untuk menenangkan diri bukan? Maka dari itu aku akan pergi dengan tenang." ucapnya dengan mempermainkan kata agar tak ada satupun dari mereka yang curiga.
Walau kenyataannya, ia memang berharap agar dapat pergi dengan tenang setelah ini.
"Kau tak akan menunggu Jungkook?"
Ahra melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, "aku dan Jimin masih ada urusan setelah ini," jawabnya, "titipkan salamku padanya, Tae."
Taehyung mengangguk patuh, sebelum akhirnya membiarkan keduanya pergi meninggalkan lingkaran tersebut. Menyisakan tanya diantara mereka berlima.
"Apa hanya aku saja yang merasa bahwa Ahra seperti menyembunyikan sesuatu?" ucap Yoongi entah pada siapa, namun disetujui oleh semuanya. "Aku harap memang ia pergi karena ada suatu hal, bukan karena menutupi satu hal." balas Namjoon, yang masih berusaha berpikir positif pada Ahra.
2020 - 12 - 07
KAMU SEDANG MEMBACA
HOUSE OF CARD [JJK]
Fanfiction[COMPLETED] [AHRA SIDE [COMPLETED]] "Setidaknya, biarkan aku mempertahankanmu sampai saatnya kita harus berpisah nanti." Cerita tentang dua sejoli yang memaksakan terus bersama, disaat mereka sendiri tahu bahwa takdir sudah tak lagi menginginkan me...