Di Malam Jakarta

48 28 50
                                    

Bianca tidak pernah juara pertama.

Itu faktanya. Dia sudah bermain biola sejak umurnya empat tahun. Pertunjukan perdananya di mulai saat umurnya enam tahun, saat itu dia mendapat penghargaan terfavorit. Bianca tidak pernah puas, dia rutin bermain biola, menggelar pertunjukan, perlombaan. Meski selalu berakhir tidak puas karena tidak sesuai ekspetasi.

Gadis berambut lurus tanpa poni itu menggesek biolanya di ruangan berdinding karpet. Di ruangan itu, hanya ada dia dan seorang pria yang duduk di depannya sedang menonton. Rei namanya, si cowok Rusia. Alunan fur elise mengalun kasar dan terburu-buru. Mood Bianca sedang tidak baik. Dia lagi-lagi gagal menjadi juara pertama.

Juara pertama memang sering diraihnya di dalam negeri, kompetitsi tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten, hingga nasional. Tapi Bianca tidak mengerti kenapa saat bertanding di luar negeri, selalu berakhir menjadi juara dua? Niatnya pamer ke Daisy jadi gagal.

Saat umurnya delapan tahun. Semenjak dia melihat anak perempuan lain yang lebih hebat itu, Bianca selalu memenangkan juara dua. Terlebih setiap ada pertandingan, Bianca selalu bertemu dia, anak perempuan itu juara pertama, Bianca juara ke dua atau buruknya hanya jadi juara favorit. Namun semenjak Bianca SMP. Bianca tidak pernah lagi juara dua selain ketika tanding di luar negeri. Anak perempuan itu menghilang.

Lucunya, ternyata anak perempuan itu adalah Fuschia. Bianca bertemu lagi dengan Fuschia ketika SMA. Tapi bukan Fuschia si Violinist saingannya. Fuschia yang sekarang sangat payah.

Bianca reflek tertawa. Fuschia itu terlalu menyia-nyiakan hidupnya.
“Lo gak bisa main lebih lembut lagi?” Rei berkomentar. Emosi Bianca mudah terbaca lewat biola.
Bianca berhenti, aluna fur elise itu terhenti. Gadis itu menaruh biola buatan jerman itu di atas meja sebelah tubuhnya.

“Lagi—”

“Lagi kesel.” Rei membuat Bianca mendengkus.

Mereka sebenarnya baru akrab satu bulan ini sebelum Bianca ke Singapura.

“Ayo pulang.” Cowok mata biru itu mengambil tas ransel hitam di atas meja. “Gue anter.”

_Sunflowers in the Grass_

Sepulang dari club pukul setengah empat sore, Aluna lanjut les matematika sampai jam lima sore. Ketika matahari mulai condong ke barat. Dia masih menggunakan seragam sampai malam dan baru mandi saat malam hari. Begitu rutinitas Aluna setiap hari. Jam di tangannya menunjukan pukul setengah enam. Telat tiga puluh menit karena guru les memberikan tugas tambahan. Perutnya sudah kelaparan. Ia duduk di halte, sendirian. Sama seperti bulan di atas sana yang sudah muncul padahal matahari masih terlihat jelas.

Dia teringat Feliz. Dia sakit apa? Separah itukah sampai tidak masuk club. Padahal Feliz tidak pernah bolong masuk. Dia selalu rajin bahkan saat sedang pilek-pilek, Feliz selalu duduk terdepan si ruangan club. Aluna mengabaikan bus yang berhenti di depannya. Dia malah berjalan keluar dari halte. Sendirian. Di samping kanan kirinya gedung-gedung dengan kilau lampu berderet sepanjang jalan. Menemani perjalanannya. Bosan? Bisa jadi.

Aluna semakin enggan pulang ke rumah. Di rumah sederhananya, dia tinggal bersama ayah dan kakaknya saja. Ayah tidak pernah menceritakan apapun tentang ibu. Siapa ibunya? Siapa wanita cantik yang telah melahirkannya? Siapa?
Ayah tidak pernah menceritakan sebaris kata pun tentang Arunika, ibu Aluna. Sama sekali.
Aluna mengigit bibir bawahnya, menahan isak. Dia menahan napas, terpejam sejenak kemudian beralih menatap langit yang sudah sepenuhnya gelap.

Sepanjang malam itu dia menyeret-nyeret kakinya entah berapa kilometer yang dia tempuh. Gadis berponi dengan mata abu-abu itu berkeliling mal, menaiki eskalator, berkeliling di toko buku, baca-baca blurb di belakang sampul lalu pergi. Termangu di depan restoran ayam goreng merah yang populer, perutnya berbunyi membuatnya  merogoh kantung rok sekolah padahal tahu tak berisi apa-apa, kemudian pergi, keluar mal dengan tangan kosong, naik jembatan penyebrangan berkali-kali, hingga bosan. Inikah yang namanya refreshing? Kalau iya, ini adalah refreshing terburuk
Pukul sepuluh malam. Aluna berdiri di pinggir jalan.

Sunflowers In The Grass (tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang