Chapter 23.

514 76 3
                                    

Bu Arni membawa Minara, Neera, dan juga Dika untuk ke ruang BK. Pasalnya hanya kelas-kelas itulah yang mendapatkan teror.

Sesampainya di ruang BK, di sana sudah ada Ibu tiri Neera—Kana, dan juga di sampingnya Kepala sekolah—Ayah Minara.

Minara menatap kedua orang tuanya itu dengan tatapan berbinar, berharap mereka segera kembali adalah kemustahilan yang selalu ia harapkan.

"Tentang teror, mengapa seringkali terjadi di kelas kalian?"

Dika menjawab. "Kami tidak pernah di teror sekalipun, hanya saja setelah kedatangan Neera semua jadi mengalami."

Perhatian guru-guru teralih menuju Neera.  "Kamu bisa jadi seperti Eva, Neera."

"Ini semua gara-gara Minara! Dia tidak suka sama saya!"

Minara yang merasa namanya disebut, langsung menatap Neera tajam.

"Seharusnya Neera juga dikeluarkan!"

Dimas berdehem. "Neera hanya melakukan kesalahan satu kali, Minara. Sedangkan Eva, ia sudah berkali-kali."

"Ah iya, bela aja terus," gumam Minara yang pastinya terdengar Dimas.

Sedangkan Neera tersenyum, Kana sedari tadi mengusap punggung tangan anaknya itu. Minara menunduk, menahan air matanya untuk keluar, tangannya mencengkram erat roknya.

"Kami minta maaf Bu Kana, atas Neera yang sebelumnya juga mendapatkan teror. Kami harapkan jangan diberitahukan kepada awak media," pinta Bu Arni yang langsung disahuti anggukan Kana.

Mendengar itu semua, Minara hanya berdecih dan langsung berdiri.

"Tidak perlu apa-apa lagi kan?" Minara langsung pergi meninggalkan ruang BK.

Berjalan menuju toilet untuk membersihkan lukanya yang sedari tadi mengeluarkan darah. Benar saja, saat ia melepaskan jaketnya, bagian lengan jaket itu sudah memerah.

Tangis yang sedari tadi ia tahan kini pertahanannya sudah runtuh. Selalu mereka menuduhnya, tanpa pernah mencoba untuk memahami.

"Woi Min!" Saddam ikut mencuci tangan di sampingnya. "Menyedihkan."

"Apa lo?"

"Lo tau dalang dari teror tadi?" tanya Saddam.

Minara mematikan kerannya, menatap ke arah Saddam. "Jangan bilang kalau itu lo?"

"Sayangnya, itu benar gue."

"Gue nggak pernah minta bantuan sama sekali sama lo! Plis, gue nggak mau lagi Saddam."

"Gue cuman nggak suka lihat Lo di bully, Min. Kalau suatu saat, Lo mau minta tolong sama gue kabarin aja."

"Nggak, gue nggak akan pernah lagi."

Saddam terkekeh dengan nada remeh. Ia masih mencuci tangannya. "Tangan gue udah bersih nggak ya? Soalnya gue bawa banyak bangkai tadi."

"Stress!"

Lagi dan lagi Saddam tertawa. "Jika Lo bohongin gue selama ini, siap-siap aja hidup Lo bakal lebih hancur!"

Minara tidak menjawab, karena sama seperti kemarin, Arkan selalu ada mengintip bahkan memvideonya bersama dengan Saddam.

"Lo mau kemana?" Saddam memegang tangan Minara.

(Vote+comen jangan lupa)

Minara [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang