"Apa kamu baik-baik saja?"
Mee tersenyum lega, bagaimanapun Namjoon memang berbeda dari pria lain. Sifatnya yang hangat dan bersahabat, siapa yang tak merasa di cintai dengan semua perlakuan nya?
"Aku baik, tapi hatiku tidak."
"Sudah ku bilang. Jangan melulu memperjuangkan Yoongi."
Shit. Apa maksud Namjoon melarang Mee berdekatan dengan Yoongi? Apa hak pertemanan? Mereka belum lama kenal dan tak terlalu dekat? Jika seperti itu bagaimana Mee bisa mengganggap Namjoon seperti teman biasa?
Perasaan Mee kalut, ia meletakan ponsel. Memeluk boneka beruang berwarna coklat pudar, mencoba mengusir pikiran yang membuat kepalanya membesar dengan perasaan sesak.
"Namjoon_aa maaf sedikit lancang, tapi apa urusan mu berkata seperti itu pada ku. Kau membuat ku salah faham!"
Kedua belah pipi Mee memerah malu, ia berguling di kasur merutuki kebodohan nya. Menggeleng kasar sembari mengacak rambut.
"Maaf, aku tak bermaksud. Aku memang tak ada perasaan pada mu. Anggap saja aku seperti kakak laki-laki. Maaf, telah membuat mu salah faham."
"Aku tau, kkkk. Aku yang berlebihan."
"Tidak, itu wajar. Oh ya, selanjutnya kau jangan dekat-dekat dengan Yoongi. Aku tidak suka dia menyakiti mu! Adik."
Mee terkekeh sendiri membaca chat Namjoon. Kata terakhir itu membuat hatinya membesar. Adik katanya? Mungkinkah kini ia bertemu seseorang yang tepat? Sosok yang mau menjadi sandaran, sosok manis penuh pengertian.
Mengingat Jimin dan Hanbyul yang semakin sulit di hubungi, ia merasa lega. Namjoon datang seperti sebuah ke ajaiban. Sosok yang dulunya menjadi teman dekat Yoongi, kini terus membelanya — menjadi teman pertama.
-0-
Keadaan kamar tak seberantakan semalam. Mee berdiri di depan cermin, membentuk senyum tipis seraya mengikat dasi pita. Ia meraih ransel yang telah ia siapakan beberapa menit lalu.
Syukurlah.
Mee melangkah bersemangat mengetahui pintu kamar yang sedikit terbuka entah sejak kapan. Ia tau sang Ayah tak benar-benar menguncinya, mungkin membuka setelah putri tunggalnya pulas tertidur.
Aroma masakan membuat Mee spontan mengelus perut yang meronta, ia duduk di meja bar sementara Ayahnya sibuk dengan masakan. Apa sesuatu terjadi? Berharap sang Ayah berubah.
"Kudengar kemarin kau mendapat nilai terburuk di pelajaran Matematika, apa benar?" Deep voice itu menyentak Mee yang terfokus pada ponsel, menatap kaget pada mata tajam yang menyendok nasi kedalam piringnya.
Mee mengangguk, sementara pria itu duduk lalu mulai menikmati sarapan buatan nya.
"Sudah kubilang kau tidak bisa tinggal disini! Sekolah disini sangat keras, anak seperti mu mana bisa!" Mee menunduk, meremas rok sekolah dengan air mata mengucur. Bibirnya bergetar menahan tangis, sementara jemari sang Ayah mendorong kepalanya hingga mendongak kasar.
Jika bukan dengan mu lalu siapa lagi? Hiks. Kau Abba ku, dan aku anak mu! Aku tak memiliki siapapun selain diri mu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Unspeakable ✅
FanfictionAmy - gadis tunawicara yang kembali ke kampung halaman setelah sekian lama. Tujuan awal mengubah pandangan negatif sang ayah padanya berubah, pasca pertemuan dengan sosok pemuda dingin yang amat membencinya, yaitu Min Yoongi. Takdir sungguh tak tert...