KAMI keluar dari wahana rumah hantu setelah terjebak di tengah kengerian selama hampir setengah jam dengan lututku yang terasa tidak bertulang. Sekaligus tangan Hanbin yang masih memegangi lenganku supaya tetap berdiri imbang. Sementara aku masih oleng karena tangis dan takut, ulah para hantu bohongan yang entah kenapa tampak seperti wujud aslinya. Pria itu malah berusaha menahan gelaknya. Menertawai tingkahku yang sejak pintu masuk ditutup, sudah mengusak mencari perlindungan padanya.
Tidak ketinggalan satu tangan Hanbin yang ku paksa terjaga di depan mata sementara tangan lainnya merangkul bahuku. Tiap kali ada suara atau sosok mengejutkan reflekku langsung beringsut. Meski separuh dari pikiran menolak tindakanku.
Hei! Beberapa waktu lalu aku baru memantapkan diri untuk menjaga jarak dengannya, tetapi yang terjadi justru kami menghabiskan waktu bersama di taman bermain. Nahasnya malah harus melewati wahana pertama di rumah hantu. Harus ku akui tingkat keberanianku kalau sudah menyinggung masalah hal-hal mistis jatuh parah.
Padahal beberapa menit sebelum giliran kami masuk tiba, aku sudah nyaris seratus persen mendapat keberanian. Terpacu oleh obrolan saling mengejek dan meremehkan satu sama lain yang mana aku jelas tidak mau kalah dari Hanbin. Sampai rela bertaruh mentraktir makan siang bagi siapa saja yang kalah alias ketakutan.
Ck. Siapa yang menyangka kalau aku yang bersemangat menantangnya justru sekarang berakhir menelan bulat-bulat niatku mengerjainya?.
Masih dengan napas tersengal pun degup jantung berpacu cepat. Aku menurut ketika Hanbin membawaku ke arah kedai kecil. Membeli minuman kaleng bersoda rasa stroberi dan pir. Sementara aku memilih untuk tidak ikut mendekat ke kedai. Berkacak pinggang dengan satu tangan, sedangkan tangan lainnya memegangi dadaku. Mengontrol nyali yang aku takutkan ketinggalan di dalam wahana.
Selesai membeli, Hanbin sempat berhenti untuk memindaiku dengan satu alis yang terangkat dan sudut bibir tersungging. Melukis tawa kecil yang berakhir menjadi kekehan geli. Dua sekon berikut dia mengambil langkah mendekat. Memegangi dua kaleng dalam genggaman satu tangan selagi tangan kanannya yang bebas mencubit hidungku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Eccedentesiast
Romans[ part of snowflakes ] Sebuah kisah klise tentang Jennie yang terjebak dalam sebuah hubungan beracun. Sepanjang perjalanan kisah mereka, Jennie sadar betapa perasaannya bisa menghancurkan sewaktu-waktu. Diterpa dua pilihan memberatkan; haruskah Jenn...