Chapter 1

4.1K 195 24
                                    

Pada kenyataannya, dosa itu tak pernah dimaafkan. Puluhan syarat harus diterima dengan lapang dada, agar setidaknya ia punya tempat di Konoha. Meski bukti nyata dari luka-luka di sekujur tubuh telah menegaskan bahwa dirinya pun ikut andil dalam perang dunia shinobi keempat. Namun, sekali lagi, ia menjadi korban atas ketidakadilan dunia. Menjadi terasing dari sosok pahlawan yang pulang dengan jutaan tawa dan rasa kehilangan yang tertinggal di lahan pembantaian. Sasuke malah digiring menemui para tetua, dengan bau amis darah yang belum kering benar. Hanya untuk jatuhan hukuman mati yang sudah ada dalam rincian kehidupannya.

Yah, mau bagaiaman lagi. Setidaknya ia telah melaksanakan janji kakaknya. Menjadi tameng pelindung Konoha dari kehancuran. Melunasi hutang yang dulu kakak laki-lakinya tinggalkan.

Senyum tulus ia torehkan ketika palu keadilan berat sebelah, memukul punggungnya. Sasuke sudah terima. Nasibnya memang tak akan pernah baik, selama Uchiha menjadi nama belakangnya. Entah apa yang dulu leluhur Uchiha lakukan. Demi apa, Sasuke hanya seorang remaja berusia 17 tahun. Ia belumlah mengerti bagaimana dulu kakaknya juga terjerat dengan hukum Konoha. Yang membuatnya merelakan nyawa. Menjadi pengkhianat desa, dan akhirnya mati di tangannya. Sasuke sudah cukup puas. Kata-kata terakhir dan juga sentuhan yang dulu sering Itachi berikan, sempat membekas di dadanya. Mungkin itulah, yang menjadikan senyum khas seorang Sasuke mengukir indah di wajahnya.

Wajah dengan luka menganga. Wajah yang menampilkan gurat lelah akibat pertarungan. Tapi sekali lagi, Sasuke tidak menyesal. Ia sudah cukup mendendam. Dendam yang sebenarnya sia-sia. Setidaknya, perasaan itulah yang dulu Sasuke rasakan. Dan kini, hatinya sudah tidak punya tanggungan apa-apa. biarlah ia menyusul keluarganya. Ia yakin, kalau di tempat lain sana, Uchiha tengah menyambut kedatangannya. Kedatangan dari orang yang berusaha membersihkan nama baik klannya. Meski tak bernilai apa-apa dimata dunia.

.

.

.

Namun, ketika harapan menjadi semu bagi Sasuke. sosok itu datang. Dengan sejuta kehangatan yang ia tawarkan. Mengulurkan tangan dan merengkuhnya dalam kungkungan kebahagian. Temannya. Saudaranya. Rivalnya. Orang yang selalu berteriak akan membawanya pulang. Orang yang menjadi satu-satunya penglipur lara hati Uchiha muda.

Naruto.

Pemuda dengan keeksentrikan tersendiri. Yang mampu menyambangi jiwa nan kedinganan. Menawarkan rasa hangat pada siapa saja. dan menjadi matahri bagi dunia. Sosok pahlawan yang dielu-elukan. Wajah baru bagi Hokage masa depan.

Sasuke tidak tahu, jika label sahabat masih sosok itu titipkan di dahinya. Katanya, Sasuke adalah orang yang sama dengannya. Karena itula, Naruto akan mati-matian mempertahankan Sasuke bagaimana pun caranya. Jika harus sembah sujud di kaki para tetua pun tak apa. asal Sasuke bebas dari tuduhan. Apalagi dari tiang gantungan. Naruto sudah bersumpah, atas nama jiwanya. dia akan melindungi Sasukenya. Sahabatnya. Saudaranya. Rivalnya.

.

.

.

Tapi lagi-lagi. ada pula jutaan cara bagi para tetua gila untuk menggulingkan Uchiha. Sayrat yang tak mungkin Naruto terima. Syarat yang menjungkirbalikan dunia keduanya.

"Nikahi dia", katanya.

Naruto bergeming. Dengan Sasuke di belakang punggungnya melebarkan mata. Binar kebahagaian dua insan manusia itu lenyap seketika. Naruto tidak mungkin menikah dengan keturunan Uchiha. Hatinya telah tertawan dara lain dari klan Hyuuga. Tapi ia pun tidak punya kuasa. Satu-satunya cara agar Sasuke tetap di sampingnya adalah dengan mempersunting sang Uchiha.

Lain Naruto, lain Sasuke. rasa dendam itu memang hilang. Tapi tangannya gatal untuk tidak mencongkel dua biji mata kerutan milik dua tetua di sana. Inginnya Sasuke melesat. Membunuh dan mencabik monster bertitle tetua di hadapannya. Mereka gila, serunya. Tapi seruan itu tertawan angin dan tak pernah ia ucapkan. Lantaran Naruto sudah memotong umpatannya.

LUKA |EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang