lagu untuk didengarkan
the night we met
oleh lord huron🚗
Pria itu bernama Jeev, usianya tiga puluh tujuh warsa, di pipinya luka jahit membujur begitu besar terlihat. Bumantara hari itu hitam kelam dengan awan kelabu, bintang melintang jarang. Jeev tempuh perjalanan menuju laut lapang akibat desakan memori masa lampau, pantai berpasir cokelat di sebelah barat metropolis menjadi tujuannya. Si Pria melaju pelan, menyaksikan pohon pembatas jurang dan jalan di kiri kanan, mobil tuanya tak kuat apabila melaju cepat.
Di masa muda saya, saya pernah ada di sini.
Jalanan lengang, hanya satu atau dua truk pengangkut barang yang melaju berlawanan arah dengan Jeev. Semuanya melaju pelan, tak diburu waktu untuk tiba ke tempat yang di tuju. Jeev menghisap ujung rokoknya setelah membuka jendela mobil, hembus hawa dingin sontak menyapa pipi. Asap putih ke abu-abuan mengepul dari bibirnya, seketika memenuhi seisi mobil dan sebagian terbawa angin ke jalanan.
Apa jadinya jika dulu saya tidak di sini?
Jeev tersentak terheran-heran saat mobil lain menyalipnya, mobil dengan tipe yang sama dengan mobil yang dikendarainya sekarang. Mobil itu melaju begitu cepat, sekelebat Jeev mendapati sosok sepasang muda-mudi di dalamnya. Sontak jantungnya memompa darah lebih cepat, merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.
Saya tidak mau mengulang masa lalu.
Mobil itu melaju hingga tak terlihat oleh Jeev, ia sedikit ragu namun akhirnya memantapkan diri untuk menginjak pedal gasnya lebih keras lagi. Tikungan demi tikungan terlewati, jurang di kiri kanan terlihat indah namun mengerikan di waktu yang sama. Rambu berwana kuning dengan segitiga hitam menyita atensi Jeev, membuat animonya untuk mengejar mobil di depan semakin menjadi-jadi.
Terlambat.
Si pria tahu apa yang akan segera terjadi, Jeev menginjak pedal rem, membuat tubuhnya hampir terlempar ke depan. Kepalanya menabrak kemudi, menciptakan bias cahaya putih khayalan di sekitarnya. Jeev menegakkan kepalanya ketika melihat mobil di depannya mulai oleng dan keluar dari jalur, terjun bebas ke jurang.
Jeev tanpa pikir panjang kembali menginjak pedal gas, melaju kencang menjauhi tikungan di mana mobil itu menemui jurang, foto yang tergantung di bawah spion mobil Jeev bergerak liar. Suara angin yang menabrak kaca depan mobil begitu nyaring, beradu kuat dengan suara mesin mobil tua yang terdengar kasar.
Gadis yang jatuh ke jurang bersama remaja laki-laki itu berdiri di pinggir jalan.
Jantung Jeev terasa berhenti berdetak, kaki-kakinya yang lemas hampir tidak kuat lagi untuk menginjak pedal. Mobil bergerak liar di sepanjang jalan.
Gadis itu muncul lagi, menatap mobil Jeev yang menyusuri jalanan.
Jeev masih saja melajukan mobilnya. Berusaha keras mempertahankan fokusnya pada jalanan.
Gadis itu muncul di tengah jalan, tepat dihadapan mobil Jeev. Si pria cepat-cepat menginjak rem, merasa separuh nyawanya melayang. Dengan mata yang berkaca-kaca Jeev keluar, pandangannya mengabur tapi masih bisa melihat baju si gadis yang bermandikan darah. Gadis itu tidak berucap sepatah kata 'pun, bahkan tidak meminta tolong. Ia sudah tidak bisa ditolong.
Jeev dengan penuh amarah membuka pintu mobil, tanpa menutupnya ia segera menghampiri si gadis "Sampai kapan?" bisiknya, kini awan mulai berubah menjadi tetesan air, membasahi jalan raya. Namun gadis itu hanya diam, ia tak terusik oleh rintik hujan, bahkan bajunya tidak basah.
"Sampai kapan kamu akan mengikuti saya terus!" Jeev berteriak, suara teriakannya beradu dengan air hujan. "Saya lelah melihat kamu terus, saya sudah lelah!" Tangisan Jeev bercampur dengan air hujan yang mengalir dari kepalanya hingga ke dagu.
"Kenapa? Kamu marah pada saya?" Jeev kesulitan melihat sosok yang ada di hadapannya, namun yakin bahwa Si Gadis masih mempertahankan wajah datarnya. Jeev rindu masa di mana wajah itu melukiskan senyum di bibir.
"Bukan saya, tapi kamu ...." si gadis buka suara. Jeev meluruskan lehernya, mata miliknya bersua dengan milik gadis di depan sana.
"Apakah itu sakit? Saat itu, apakah sakit?" Jeev mendekat, berusaha menghentikan air keluar dari pelupuk matanya.
Gadis itu bergeming namun akhirnya berkata, "Tidak tahu, saya sudah tiada." Ia tersenyum pada Jeev "Hiduplah dengan yang hidup, Jeev."
Tangis Jeev kembali pecah, ia semakin mendekati si gadis dan memeluknya "Saya memaafkan diri saya," ucapnya dengan suara yang terdengar seperti orang tercekik. Sekian menit Jeev memeluk gadis itu sampai akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Memasuki mobil tuanya, mobil yang setia menemaninya sejak usia tujuh belas tahun. Mobil yang sama dengan yang digunakannya dua puluh tahun lalu, dengan tujuan yang sama.
Jeev menginjak pedal gas, kalakian matanya menangkap foto yang tergantung di bawah spion. Sosok dirinya yang jauh lebih muda, di usia tujuh belas tahun, bersama gadis bermandikan darah tadi. Mereka sama-sama tersenyum cerah, tak ada kerut penuaan di wajah Jeev dan gadis itu masih diisi kehidupan. Jeev tersenyum namun air matanya masih mengalir.
Ia melaju dengan mobil yang sama dengan yang digunakannya dua puluh tahun lalu, dengan tujuan yang sama, bersama gadis tercintanya. Namun kali ini mobilnya berhasil mencapai tujuan. Ia berhasil mencapai pantai berpasir cokelat.
Saya sudah merelakan kamu, kekasih hati.
[SELESAI]

KAMU SEDANG MEMBACA
side of the road
Short StoryJeev menyaksikan mereka terjatuh, tapi gadis itu tidak meminta pertolongan.