Chapter 2

79 9 0
                                    


Kabur dua minggu dari rumah cukup membuat Alna bisa bertahan dengan memasak sendiri. Sebenernya dia kabur tidak sampai ke luar kota atau bahkan ke luar negeri. Selama ini dia berdiam diri di Lawang Sewu. Percaya nggak? Alna juga nggak percaya karena dia bukan titisan makhluk ghoib yang menetap disana. Selama dua minggu ini Alna kostan Fanda, ia merupakan sepupu Alna.

Kalau dulu Alna meletakkan kebahagiaan pada materi. Semakin ke sini penilaiannya atas standar kebahagiaan berubah. Apalagi sejak orang tuanya bertengkar hebat. Alna kembali berpikir bahwa kebahagiaan bukan tentang harta akan tetapi kasih sayang. Alna kehilangan itu semua sejak 3 tahun yang lalu. Rasanya seabrek harta yang diberikan orang tuanya terasa tak berarti kalau kondisi makin runyam.

Sejak 1 Minggu yang lalu pasca pindahan, Alna langsung mencari informasi tentang kedai kopi yang sedang di jual. Dengan bantuan Fanda sepupunya akhirnya ia mendapatkannya. Jaraknya lumayan dekat dengan tempat tinggalnya saat ini. Sekitar lima menit bila menggunakan kendaraan.

"Al kapan Rain Shop  lo mulai buka?" Famela yang awalnya kurang setuju dengan usulan Alna untuk membuka kedai justru sekarang ialah yang paling antusias untuk segera dibuka.

"Secepatnya sampai semua persiapan oke,"

"Ya ampun Al. Kelamaan kali, keburu berlumut tuh kedai Lo," Famela mulai berkicau.

"Sebentar lagi gue handal meracik kopi. Ini lagi proses. Hanya perlu mengingat beberapa hal pas gue ikut kursus buat kopi. Nggak mungkin kan gue mau kasih kopi abal-abal ke pelanggan," Ucap Alna yang pagi itu masih asyik di dapur membuat sarapan. Selama ini Alna disibukkan dengan kursus jadi barista kopi di Caswell's Cofee Lab di Menteng Jakpus.

Semua ini dia lakukan agar meningkatkan kualitasnya sebagai barista nantinya.

Sejak semalam Famela sudah ada disini. Lebih tepatnya menginap. Katanya ia sedang malas tidur di rumah. Sepupunya sedang berkumpul di rumah nya dan itu membuat Famela tidak kebagian tempat tidur sama sekali.

"Eh Al lo nggak ada niatan buat cari tahu penyebab pertengkaran orang tua Lo?"

Sejenak Alna mengehentikan aktivitas masakanya yabg yang hampir selesai.

"Sebenarnya bukan urusan gue. Gue nggak ada hak mau ikut campur urusan mereka," Kali ini Alna sudah selesai memasak sarapan. Ia berjalan kearah Famela yang sejak tadi sudah berada di meja makan. Meja makan dan dapur Alna satu ruangan, jadi mereka bisa leluasa bercerita disana.

"Setidaknya dengan lo tahu permasalahan mereka mungkin Lo bisa bantu. Kalau di masalah finansial lo bisa sejak sekarang mulai nabung untuk bantu finansial mereka," Saran Famela. Tumben anak ini otaknya encer.

"Maksudnya orang tua gue kena hutang gitu?"

Famela mengangguk, "Tapi kan bisa juga yang lain. Kan gue nggak tahu masalah pastinya gimana,"

Kalau orang tua Alna terkena hutang lantas selama ini uang yang diberikan asalnya dari mana. Bahkan mereka sampai mampu membelikan rumah beserta isinya. Sepertinya bukan itu, mungkin ada hal lain dari yang lainnya yang menjadi pemicu pertengkaran ini.

"Kalau kayak gini ceritanya gue jadi punya target selanjutnya," Tiba-tiba Alna berubah pikiran. Awalnya dia tak mau tahu apa permasalahan orang tuanya. Akan tetapi perkataaan Famela ada benarnya juga.

Famela menghentikan makannya, lalu menatap kearah Alna, "Target Apaan?"

"Target supaya mereka bisa akur lagi. Do'a tanpa usaha itu sama dengan bohong. Gue tahu banget Mel kalau sebenarnya Mama dan Papa itu saling mencintai. Apalagi gue anak-anak satu satunya yang diperjuangkan sejak mama hamil. Buat dapetin gue itu susah. Sampai mama promil berkali-kali bahkan sampai ke dokter juga,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pergi Untuk KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang