BAB 1 : Luka Pertama (Part 1)

21 2 0
                                    

Bekas air hujan masih tergambar jelas pada rerumputan yang memenuhi taman samping rumah bertingkat dua berwarna abu-abu. Walau sudah berakhir dari tadi malam, tapi sejuknya udara, basahnya rumput dan segarnya alam masih tercium sehingga mampu membius seorang gadis untuk duduk berlama-lama dibangku taman.

Udara yang cukup dingin tidak membuat gadis itu menyurutkan inginnya untuk tetap bertahan di atas kursi taman yang lembab karena curahan hujan tadi malam. Piyama tidur berwarna navy berbahan satin, yang tebalnya tidak membuat kulit si pemakai terasa hangat.

Segala kondisi dan keadaan itu tidak juga membuat gadis itu beranjak dari duduknya. Sampai sebuah tepukan ringan dipundaknya memaksa gadis itu bangkit dari duduknya karena terkejut.

"Mau cari sakit," suara seorang pemuda dengan intonasi tegasnya, memaksa gadis itu secepatnya memperbaiki sikap.

"Sudah berapa lama di sini? Tubuhmu sudah menggigil, piyamamu sudah lembab dengan embun," protes dari pemuda itu memaksa sang gadis untuk secepatnya berjalan menuju pintu samping yang tidak jauh dari tempat ia duduk selama ini.

"Ra. Sampai kapan harus terpuruk seperti ini?" tanya pemuda itu lagi, ketika berhasil menyusul gadis tersebut.

"Aku baik-baik saja Mas. Besok aku mau ke Solo. Mas diajak tidak mau." jelas gadis itu memberi alasan, atau tepatnya menghindari pertanyaan lanjutan

"Syukurlah. Mas ingin kamu selalu bahagia, Ra." kata Pemuda itu sambil memberi tepukan ringan di pipi putih milik gadis yang dipanggil Rara.

****

Pernikahan Arya Bima Satya dan RA. Retno Sekar Ningrum berjalan sempurna. Arya dikenal dengan pengusaha tampan dan berhati mulia. Begitu juga pasangan hidupnya Retno. Wajah ayu dan jelita ditambah status keturunan darah biru dari keraton Solo bukan memberikan sosok Retno sebagai perempuan yang sombong dan gila hormat, tapi justru seorang perempuan lemah lembut dan berhati bersih. Duet mereka sangat sempurna, satu sama lain saling mengisi setiap kekurangan yang dimiliki pasangannya. Dan semua itu berjalan indah sampai pada tahun kesepuluh pernikahan mereka.

Kehadiran buah hati yang belum juga menghampiri mereka membuat desakan semakin terasa. Terutama dari keluarga Retno yang sangat memperhatikan bibit, bobot dan bebet. Hal ini semakin menjadi beban karena Retno adalah anak tunggal dari GRM. Bagus Haryanto dan GRA. Sekar Hayati.

Berbagai usaha sudah mereka upayakan untuk memperoleh keturunan. Uang bukanlah kendala bagi pasangan ini. Pengobatan dari tradisional sampai modern sudah dicoba. Belahan dunia lain sudah dijalani untuk berikhtiar untuk dapat memberikan cucu pada Ayah dan Ibu Retno. Tapi sepertinya takdir belum berpihak kepada mereka.

Ditengah perjuangan dan usaha mereka. Arya menawarkan sebuah usul kepada Retno. Dengan harapan, usulan ini akan menghentikan himpitan beban yang tengah mereka pikul saat ini. Dan berharap apa yang mereka jalani nanti akan membuka pintu keberhasilan untuk memperoleh garis keturunan secara langsung.

"Aku tidak mengenal bayi itu Mas," Retno menceritakan kekhawatirannya.

"Lambat laun kita akan mengenalnya," jawab Arya meyakinkan istrinya.

Retno tetap terlihat bimbang. Didalam keluarga besarnya tidak ada satupun yang mengadopsi anak. Semua garis keturunan ke dua didapat dari sebuah pernikahan yang sah. Tapi kondisi yang mereka hadapi sekarang, belum memungkinkan untuk mewujudkan hal tersebut.

"Lihatlah dulu. Mas percaya, setelah melihatnya kita akan langsung jatuh cinta padanya." Arya meyakinkan Retno mengubur semua keraguan yang terbersit dihatinya.

Bayi mungil bermata indah, berdagu runcing dengan belah ditengahnya. Ditambah hidung yang mungil tapi mancung serta bibir mungil yang berwarna merah muda menambah keindahan yang terpampang didepan mata Retno pada sore itu ketika ia mendatangi Panti Asuhan Permata Hati. Jatuh cinta pada pandangan pertama mungkin itu yang dirasakan oleh Retno begitu juga dengan Arya. Ketika melihat sosok mungil itu untuk pertama kalinya.

TAKDIR CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang