Keluargaku aneh. Teman-temanku otaknya gesrek semua. Dan aku benar-benar pusing sekarang. Di hari ulang tahun pernikahan, kedua orang tuaku memberikan kado yang mengejutkan untuk seluruh keluarga.
Sebuah kado yang membuat mataku hampir keluar. Mereka memberikan kado seorang anak. Ralat, seorang remaja. Cowok. Sialnya dia tampan, tinggi dengan tubuh yang bagus. Bahunya lebar, dadanya pun bidang. Rambutnya hitam dengan potongan rapi, bahkan dengan jas cokelatnya memperjelas tubuhnya yang terpatri indah.
"Dia, Rio. Mulai hari ini dia menjadi anggota keluarga kita. Dan Sava, dia akan menjadi kakak kamu," kalimat selanjutnya hanya berdengung di kepalaku.
"Ma ... aku rasa aku gak butuh tambahan kakak," ujarku sambil melirik dua orang cowok dan seorang cewek yang lebih tua dariku. Tiga orang kakak sudah membuat hidupku terasa di neraka, di tambah dengan kakak angkat pasti lah membuatku ingin cepat-cepat mengakhiri hidup.
Tapi nenek langsung mengibas rambutnya. Iya, nenekku memang nyentrik. Jadi dia berkata, "Lho, itu gak masalah. Malah semakin ramai, semakin bagus. Kamu tuh gimana sih, Sava? Lihat cowok ganteng ini jadi kakak kamu lho."
Belum lagi si kecil Aurora berkomentar, "Iya bener! Aku mah gak apa-apa kalau kakak ganteng jadi om aku! Tapi kita masih punya kesempatan menikah kan?"
Astaga, peningku semakin bertambah.
"Iya, apa sih lo dek iri aja. Liat, sekarang kita bisa bikin band nih! Lo bisa main bass?" Tanya Kak Virza dan lelaki asing itu mengangguk.
"Bagus! Oh, siapa nama lo?" Tambah Kak Satria.
Cowok itu menatap mamaku yang mengangguk kepadanya, "Juna. Lengkapnya Ariojuna Ramadhan. Tapi mama lebih suka manggil Rio."
"Wah! Namanya kaya yang di film mahabrata itu ya?" Tante Wiwin menambahkan dan puterinya, Aurora mengangguk setuju.
"Oh iya! Sava, nanti kamu sama Arjuna bakal satu sekolah!" Mama dan papa terlihat benar-benar bahagia. Sedangkan nenek dan Tante Wiwin tentu tak dapat diharapkan. Begitu pula dengan ketiga saudaraku -plus Aurora-.
Aku memberengut, "Kenapa sih mama sama papa gak ngasih kado yang normal untuk kita?"
"Itu normal kok, Va. Lo aja yang terlalu lebay," komentar Karen, kakak perempuanku.
"Well, hadiah seorang anak angkat itu sesuatu yang gak normal. Oh, aku lupa. Cuma aku disini yang normal," kataku sambil berdiri.
Ide ini terlalu gila untuk diterima olehku. Bukan apa-apa, melihat seorang cowok ganteng berkeliaran di rumahmu dengan status kakak itu menyiksa lho! Karena sejak pertama melihatnya aku sudah terpesona. Ini benar-benar gawat, bagaimana bisa kami satu rumah jika aku merasakan hal ini? Arg!
"Sava," aku menoleh saat papa memanggil.
"Kamu dan Juna akan pulang pergi kemana pun, bareng." Keputusan papa mutlak dan itu sukses membuat semuanya berputar.
Hal terakhir yang aku inginkan sebelum kegelapan merengutku adalah sebuah kehidupan normal. Aku ingin hidup normal. Tanpa hadiah tak normal. Tanpa ide tentang kakak angkat itu. Ya ampun, sesulit itu kah keinginanku?
* * *
Yak, cerita baru lagi. Gue ketemu sama Sava dan dia bilang kalau dia ngebet banget kehidupannya gue tulis. Well, Sava itu salah satu tokoh dalam imajinasi gue. Kenalin Sava, si cewek tukang ngeluh. Ini bakal lebih ke komedi sih, gue harap bisa gitu.
Well, vote dan comment jangan lupa!
-Ritonella
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of Me
HumorIni cerita tentang aku; dimana aku hidup dengan orang-orang aneh berkelakuan ajaib. Astaga, kenapa juga aku harus menceritakan tentang mereka? Yah, sebenarnya karena seumur hidupku bersama mereka. Begitu lah, jika kau ingin tahu silakan baca. Pering...