18. 👈👉

66 21 41
                                    

Apa aku akan merasa lebih baik jika aku menghilang?

***

"Mereka tega membohongiku selama ini. Lalu, aku anak siapa?" tanya Jesi.

Lari. Hanya itu yang dapat di lakukan olehnya saat ini. Jesi melangkahkan kakinya cepat ke arah kastil, tempat dimana ia dibuang, dikucilkan lalu terpaksa harus tinggal dalam waktu yang lama.

Jesi berlari sekencang-kencangnya, berada di hadapan seluruh manusia membuatnya makin tersiksa.

Tunjangan demi tunjangan ia naiki, Jesi berhasil sampai di depan gerbang rumahnya. Kastil itu masih sama, terlihat berwarna candu, bernuansa klasik dan terus saja sunyi. Keindahannya saja yang membuat Jesi mampu tersenyum, meskipun sebentar.

Jesi masuk ke rumahnya, kakinya lelah. Jesi tak langsung istirahat, dan kini sebaliknya ia mengambil sebuah foto di kamarnya lalu menatapnya sangat lama.

 Jesi tak langsung istirahat, dan kini sebaliknya ia mengambil sebuah foto di kamarnya lalu menatapnya sangat lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Andai saja kamu masih di alam yang sama, mungkin aku tidak akan serapuh ini." desis Jesi pelan.

"Kenapa Engkau ambil segalanya dari hidupku? Belum cukupkah Engkau melihat aku menderita? Kenapa tidak Kau ambil saja hidupku?" tanya Jesi berurutan dengan hatinya yang kecewa pada Tuhan.

Tap-hmmpph.

Seketika Jesi langsung menjatuhkan tubuhnya di kasur.

"Jika di ijinkan, aku ingin menghilang selamanya dari semesta. Aku sudah tidak kuat lagi dengan dunia yang dipenuhi oleh penipuan. Semua orang sama saja, jahat, tidak perduli dan selalu memanfaatkan. Aku capek dibohongi." ucap Jesi sambil mengacak rambutnya.

"Pantas mereka benci aku. Ternyata, aku bukan anak mereka. Harusnya aku sadar dari awal jika mereka menyayangiku karena pura-pura. Setelah bosan berbohong, mereka pun menghempasku dengan paksa dan kasar."

Dunia tampak begitu gelap dan Jesi menangis setiap malam.

Kebohongan, Jesi ditipu mentah-mentah. Pengucilan, Jesi diusir paksa tanpa rasa hormat. Dituduh, Jesi difitnah dengan opini murahan itu.

Capek! Siapa yang tidak lelah dengan semua penderitaan yang tak pernah berakhir? Kamu atau aku, ataukah mereka. Siapa yang kuat, tidak ada.

Jesi kuat, dia mampu menahan mulutnya untuk memberontak. Jesi sanggup menahan tubuhnya untuk tidak memukul atau bahkan membunuh orang-orang yang sudah menyakitinya. Tak ku sangka, Jesi sesabar itu.

Langit sore mulai muncul. Sore ini, Jesi enggan untuk keluar, maklum raganya terlalu lelah.

Jesi mengangkat tubuhnya lalu melihat ke sekujur lacinya.

SUBSTITUSI (Sudah Terbit✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang