🍁 1 🍁

23 2 4
                                    

Akhirnya, kuberanikan diri untuk publish cerita pertamaku yang masih sangat berantakan ini di dunia oranye.

Mungkin kalian secara tak sengaja menemukan cerita ini, semoga dapat terhibur dan menikmati.

Dan aku sangat berterima kasih, jika kalian mau memberi dukungan dengan pencet bintang dan beri komen apapun asal sopan ...😃😃😃

Happy reading ...

**

Awan putih bergerak menyapu pandangan. Bergerombol seolah membentuk gelombang di langit yang tak berujung. Tampak menakjubkan, terlihat dari celah jendela di samping kananku.

Kursi yang kududuki terasa empuk dan melenakan. Kuatur posisinya mundur sampai setengah rebahan, agar punggungku semakin nyaman bersandar.

Terkadang, akan terasa ada sedikit goncangan, tapi aku sangat menikmati perjalanan ini. Ya, aku sedang berada di atas ketinggian, menaiki kendaraan terbang yang disebut pesawat, untuk pertama kalinya.

Jadi, bosku bersaudara yang baik hati, mengajakku pelesiran ke Pulau Dewata. Tempat yang terkenal karena keindahan pantainya. Ditambah dengan banyaknya turis asing yang berbikini minim kain atau yang hanya bertelanjang dada. Pemandangan yang memanjakan mata, surga dunia kata banyak orang.

Bosku, menganggap diri ini begitu menyedihkan, karena tidak pernah berwisata ke mana pun, kecuali tempat kerja dan kampung halaman. Miris ... Bukan?

Kunikmati perasaan bahagia ini dengan penuh suka cita. Merasai pelayanan VIP yang tak pernah kubayangkan sekalipun. Sayup-sayup telingaku mendengar kebisingan. Lama-lama semakin jelas dan berisik. Aneh, siapa yang membuat kegaduhan di sini. Orang tidak waras mana yang berani membuat kegaduhan di kelas yang elit ini?

"Rum...! jam sembilan ini neng, nggak ke Saung, kamu?!"

Suaranya semakin nyata, cempreng, dan sepertinya ... tidak asing. Lalu kudengar suara pintu diketuk. Memangnya pintu apa yang sedang diketuk? Aku kan tidak sedang di toilet?

"Rum...kerja! Woi, kerja!! Telat dijewer entar sama Mbak Bos." Yang tadinya sekedar ketukan di pintu, sekarang berganti menjadi gedoran yang memekakkan telinga.

"Apa sih Put, berisik banget.....!" Gerutuku setengah sadar. Ya, aku berhasil mengenali suaranya, itu Puput, sahabatku. Tanganku meraba ke sekitaran, mencari apa saja yang bisa digunakan untuk menutup telinga.

Aku tidak suka diganggu, apalagi dalam momen langka seperti ini. Kapan lagi aku bisa bermimpi indah seperti sekarang_ ahh ... mimpi?? Jadi ... hanya mimpi?!

Terkesiap, kubuka mata perlahan. Berusaha mengumpulkan nyawa yang masih berceceran. Kupandang sekeliling. Dan ... ya, aku masih di sini, di tempat yang sama sebelum memejamkan mata. Kamar kosku.

"Iya ... iya!"

Terpaksa aku bangun dan mendudukkan diri di tepian ranjang, meski mataku terasa amat berat. Menguap sudah mimpi indahku. Selamat jalan pesawat dan ... Bali.

Tiga tahun yang lalu, saat baru lulus SMA, aku hijrah di kota ini. Yang awalnya hanya untuk kursus setahun, akhirnya sampai saat ini aku masih betah tinggal, karena mendapat pekerjaan yang membuatku nyaman dengan gaji yang lumayan. Tahu kan, betapa susahnya mencari pekerjaan. Apalagi hanya bermodal ijazah SMA?

Nah, Puput ini tetangga kamar kosku, sejak tiga tahun yang lalu. Teman kursus juga ya, bahkan satu jurusan, akuntansi komputer. Karena tempat kursus yang ada di jalan Overste Isdiman, kami memilih kos di Jati Winangun yang jaraknya hanya sekejapan mata.

Sesama perantauan di Purwokerto dan sudah tinggal seatap selama kurun waktu ini, bahkan kami pun kerja di tempat yang sama, membuat hubungan kami sangat dekat layaknya saudara. Menjadi sahabat setia dalam suka dan duka, dengan taut usia setahun dia lebih tua dariku.

Menggapai RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang