PROLOG

28 4 0
                                    

Bel pertanda pulang sekolah sudah usai sejak beberapa menit yang lalu. Terlihat seorang gadis berjalan sempoyongan menuju belakang sekolah, parkiran khusus sepeda untuk siswa-siswi, guru maupun karyawan lainnya.

Gadis itu meraih pegangan sepedanya, dilhatnya sepeda yang berjejer bersamanya sejak tadi pagi, kini sudah tak terlihat lagi.

BRUKKK....tiba-tiba terdengar suara dari arah ruangan kosong yang pernah digunakan sebagai gudang sekolah. Rasa penasaran yang menghantuinya, membuatnya berjalan perlahan ke arah sumber suara. Dengan berani dia mendorong pintu yang tertutup rapat.

"Oh, jadi begini kelakuan siswa yang katanya peringkat pertama, juara kelas bertahan, yang dipuja wanita satu sekolah,"Vivi tersenyum remeh, sambil meletakan tangan kanannya dipinggang, dia lalu mengacungkan ibu jarinya, memutarnya ke bawah, dan berkata, "Rendahan,"

Darren dan teman-temannya selalu tahu waktu yang tepat untuk membully orang lain, saat para siswa sudah pulang sekolah, dan para guru sudah tidak lagi mengajar. Mereka menggunakan kesempatan itu untuk membully orang lain di belakang sekolah, tempat yang sepi dan sempit ini, supaya orang yang dibully tidak mudah untuk melarikan diri.

"Lo ga usah ikut campur, ini urusan kita sama si cupu ini! gini ya...kita berempat ini cowok sejati, kita ga mau nyakitin cewek dengan kekerasan..."ucap Boy, melepaskan kerah seragam cowok yang memakai kacamata tebal, dengan rambut hitam mengkilat dan wajah yang sudah bertanda lebam di pipinya.

Sambil menepuk pelan bahu Boy, Kenny ikut bersuara,"Jadi, daripada lo ikut campur mendingan lo cepat pergi dari sini, sebelum nasib lo, sama kayak si cupu ini, ngerti lo,"suaranya dari bernada santai sampai sedikit meninggi, karena kesal kesenangannya diganggu.

"Oh ya, tapi sayangnya, gue berniat untuk ikut campur, kalo kalian berani, silahkan maju satu per satu, kita buktikan saja, siapa yang akan bernasib sama seperti si cupu yang kalian sebut-sebut ini,"tantang Vivi, masih dengan posisi berkacak pinggangnya, mengibaskan rambut panjangnya dengan salah satu tangannya.

"Wah, nantangin, sikat Boy, lo duluan,"Gio yang sejak tadi hanya diam dan memperhatikan, ikut merasa tertantang.

"Wait, tunggu dulu,"Vivi mengambil karet rambut yang tersembunyi di kantong rok abu-abunya, mengikat rambutnya menjadi satu.

"Oke, silahkan yang mau maju,"kali ini tangannya sengaja diulurkan, keempat jarinya digerakan ke atas dan ke bawah.

Boy melangkah mendekati Vivi, berniat menamparnya. Dengan cepat Vivi menangkap tangan Boy, memutarnya ke belakang, lalu mendorongnya hingga jatuh tersungkur.

“Yah ampun Boy, masa sih sama cewek aja kalah, biar gue yang maju,”Kenny melangkah mendekati Vivi. Dengan cepat Vivi menendang perut Kenny, dua kali bertubi-tubi. Hanya dengan dua kali serangan Kenny menerima nasib yang sama dengan Boy.

Gio tak tinggal diam, melihat kedua sahabatnya tumbang, dia melangkah maju, mencoba meninjunya,"Gue sedikit berbeda dari mereka, jangan harap lo bisa lolos,"Vivi menghindar, menangkap tangan Gio, lalu membanting tubuhnya.

“Awww....”Gio mengaduh kesakitan.

“Kalo lo sama temen-temen lo, berani bully orang lagi, gue ga akan segan-segan matahin tangan lo dan temen-temen lo itu, ngerti lo,”ancam Vivi menendang kaki Gio.

Vivi menatap Darren tajam, "Lo, yang dari tadi cuma diam dan ngeliatin kita aja, sini lo maju, jangan bisanya cuma berlindung di balik anak buah lo doang,"

Gila, baru kali ini gue nemu cewek kayak dia. Begitu banyak cewek yang gue liat dan dikenalin sama Boy, tapi ga ada satupun yang seberani dia -batin Darren

Prok....prok...prok...Darren menepuk tangannya dengan keras,”Cukup menarik, silahkan diambil si cupu ini nona, urusan kita sudah selesai dengan dia, tapi urusan kita baru akan dimulai nona, cabut guys...”Darren bangkit dari tempat duduknya, berjalan menjauh, disusul oleh teman-temannya, dan menghilang di balik tembok.

Bad Boy (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang