Aku berhenti menyukai matematika, ketika alfabet memutuskan terlibat di dalamnya. Dan aku akan berhenti mengejarmu, saat kamu melibatkan orang lain dalam hatimu.
✴✴✴✴
"Selamat pagi, murid-murid!" sapa guru, yang baru saja masuk kedalam kelas Railin dan Arsan.
"Pagi kembali, bu!" jawab mereka semua.
"Bagaimana tugas minggu kemarin? Apa sudah dikerjakan?" tanya ibu guru itu.
Para murid yang ada di dalam kelas itu terdiam. Tugas? Apa ada tugas? Kenapa mereka bisa lupa? Bagaimana jika mereka dihukum untuk mengepel lapangan, karena tidak mengerjakan tugas dari guru Bahasa Indonesia nya ini.
"T-tugas bu?" tanya Sella sedikit terbata.
Guru berukuran tidak terlalu tinggi, namun badannya cukup berisi itu hanya tersenyum. "Ibu bercanda! Minggu kemarin ibu tidak mengajar karena ada urusan, kalian lupa?"
Para murid-murid bernafas lega. Tunggu? Sejak kapan guru mereka yang satu ini bercanda dengan para muridnya? Aneh sekali, tidak seperti biasanya.
"Lah ibu sejak kapan belajar ngelawak, bu?" tanya Ardan dengan polos.
"Jadi? Kalian mau ibu yang galak, nih?"
"Eh? Nggak bu, enggak!" jawab Ardan dengan cepat, dengan menggelengkan kepalanya.
"Ekhem!" Deheman seseorang dari depan pintu kelas, mengalihkan perhatian murid-murid yang ada pada kelas itu.
Di sana tampak seorang laki-laki yang sedang berdiri dengan tegap. Satu kata yang mendefinisikan laki-laki itu, tampan. Pesonanya begitu terlihat memiliki kharisma yang khas. Railin terdiam melihatnya.
"Eh? Nak Raiden, silahkan masuk." Pria yang dipanggil Raiden itupun masuk ke dalam kelas, dan berdiri di depan kelas itu. Banyak siswi yang terpanah oleh pesonanya.
"Silahkan perkenalkan diri terlebih dahulu. Setelah perkenalan diri, silahkan duduk di tempat yang kosong." Raiden tersenyum dan mengangguk menanggapinya.
"Hai, nama gue Raiden Argasan. Pindahan dari Malaysia. Tapi, gue lahir di Indonesia. Sekedar info aja sih, hehe."
"Oke, kalau gitu nak Raiden bisa langsung duduk."
Raiden, murid baru itu berjalan ke arah kursi yang kosong. Iaalu duduk di kursi itu. Saat sedang melihat-lihat ke segala sudut kelas, pandangannya tak sengaja bertemu dengan Railin yang juga sedang melihatnya. Railin memutuskan pandangan, dengan melihat ke arah gurunya yang ada di depan, hal itu membuat Raiden tersenyum singkat.
"Cantik," gumam Raiden.
Guru yang berada di dalam kelas Railin dan Arsan memulai pelajarannya. Waktu demi waktu mereka lalui. Hingga dua jam sudah terlewati, pelajaran pun telah habis digantikan oleh waktu istirahat.
Railin, Arsan, Rey, Joy, dan Ardan bersiap untuk pergi ke kantin. Tak lupa dengan teriakan Railin, yang mengajak Sella dan Mitha untuk pergi ke kantin bersama. "Sella! Mitha! Ayok kantin!"
Sella dan Mitha menutup telinga mereka rapat-rapat, begitu mendengar teriakan dari Railin. "Heh! Gak usah teriak juga, elah! Kuping gue puyeng, tau!" seru Sella.
Railin, Mitha, Joy dan Ardan merenyit bingung. "Emang bisa, kuping puyeng?" tanya mereka bersama dengan polos.
"Bisalah! Puyeng tujuh keliling! Denger teriakan maut gorila betina!" sindir Sella pada Railin.
Mata Railin membulat. "Heh! Sembarangan lo kalo ngomong, enak aja teriakan maut! Lo kira suara gue apaan!" protes Railin tidak terima, dengan ucapan Sella.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAISAN
Teen Fiction📍 Follow sebelum membaca! 📍 [ COMPLICATED ] || [FIRST STORY] || [REVISI] ▪▪▪▪▪▪▪ Pertemuan Railin dan Arsan, mungkin hanya sekedar pertemuan yang biasa saja. Namun, perjalanan hidup merekalah yang butuh perjuangan. Rintangan demi rintangan, mereka...