BAGIAN 1 : ES KRIM

10 0 0
                                    

"Sekarang hari apa sih?" Yuna bertanya pada Pio yang sedang asik melumat camilan. Yuna penasaran, kok, rasanya ia melupakan satu hal kecil namun sangat penting.

"Nggak tahu. Bentar aku cek hp dulu." Tangan kirinya meraih saku baju di sebelah kanan, sampai miring-miring begitu. Yuna melihatnya dengan pandangan menerawang. Pikirannya penuh pertanyaan misterius.

Pio menyerah. Ia juga jengkel pada perilaku Yuna yang malah bengong tidak jelas. "Ambil sendiri. Susah tahu," sergah Pio. Lengan kanannya ia angkat sedikit dan lanjut makan.

Yuna masih terpaku sampai Pio meremas bungkus snack keras-keras. Ekspresi kaget Yuna membuat Pio tersenyum geli. Ia tak jengkel lagi.

"Oke."

Tujuh maret duaribu tigaratus.

Wallpaper blink-blink menyapa matanya. Dan bertulisan seperti itu. Masih tidak yakin Yuna membuka layar kunci dan menuju aplikasi kalender. Benar. 'bocah aneh' tak habis pikir darimana asal ketelatenan Pio mengganti wallpaper tiap harinya.

"Terkejut? ck, dasar Yuna si Bot tua. Lupa terus kerjaannya." Pio mengambil gawainya lagi, memasukkan si gawai ke saku kanan.

"Bot tua? robot maksudmu? bukan_"

"...nya yang robot itu kamu? lihat saja tangan kirimu berupa tulang jemari besi, itu baru namanya robot. Aku juga tidak bodoh-bodoh sekali." Mata Pio menghujam tepat di manik coklat madu Yuna, mata dingin dari kaca yang beriris diwarnai seperti iris orang kaukasia. Biru laut. Yuna mengalihkan pandangan.

Ia sudah menemukan satu hal kecil penting dalam hidupnya. Lagi. Ia manusia langka. Pio dan sembilan puluh sembilan koma delapan persen makhluk di Ovon adalah robot, paling canggih.

Yuna manusia yang bisa hidup setelah revolusi robot dulu. Ia dan beberapa ratus manusia dari berbagai ras dan negara berhasil selamat. Dengan catatan berpenyakit aneh. Ada yang tingkat IQ-nya perlahan turun hingga titik moron, tingkat spontanitas yang rendah, hilang kepekaan rasa, pelupa akut seperti dirinya dan lain sebagainya.

Manusia mengabaikan nasihat. Waktu dulu sebelum revolusi robot. Jadilah manusia terkena ah, bukan. Menanggung akibat dari perbuatannya sendiri. Yah, bukan ulah semua manusia  tapi berakibat pada manusia secara universal.

Robot-robot kini berusaha keras menyelamatkan manusia, mereka bukannya tidak memperhitungkan kemungkinan dimusnahkan setelah umat manusia selamat, tapi mereka, para robot memprediksi akan adanya kiamat bagi mereka jika tidak melakukan penyelamatan. Kiamat tak sebanding dengan dimusnahkan.

Itu sepenggal informasi dari berita masa lampau yang pertama terlintas dalam ingatannya.

"Sudah ingat sekarang? Siapa namamu? Yuna Aisenodni. Dari mana asalmu? Desa Asahab kota Ovon. Apalagi?" Pio sudah mulai melumat camilannya lagi. Menatap mantab ke depan.

"Kau bot. Ciptaan ilmuan baik yang memprogram dirimu untuk menjagaku, mengingatkanku. Tugasmu selesai jika cita-cita ilmuan itu terpenuhi, mengembalikan peradaban manusia. Tapi dalam hal ini kau cukup sulit melakukannya karena aku pelupa juga buronan pemerintah Ovon.

Suatu waktu sebuah cara berhasil kau temukan. Kumpulkan  delapan belas manusia dalam satu tempat, biarkan saling bertemu dan mengenali kalau satu sama lain bukan bot. Saat itu terjadi kau boleh lenyap.

Sekarang baru dua manusia, tiga kalau aku kau hitung, berhasil diundang ke Ovon sini. Sedikit-sedikit jarak mulai terpangkas antar kami.

Pio, bot penyelamat."

Hening lama. Yuna memejamkan mata, merasa damai. Itulah keadaan sebenarnya, Pio dan dirinya yang buron. Bukan diselamatkan.

Tapi, untung saja satu bagian dari masa lalunya ada di sini, menemaninya. Kenyataan yang sangat cukup menenangkan. Setidaknya ia punya benang merah di sini.

Pio menatap snack di tangan. Bukan snack bagi manusia. Ia suka makan titanium. Yuna bilang rasanya seperti ice cream tapi batangannya lebih besar dan berat, seperti Yuna suka ice cream mungkin ia pikir dirinya juga suka. Pio menyayangkan kenaifan manusia di samping kanannya itu.

Pio terkekeh mengejek, "hehehe, yakin banget begitu kenyataanya? ah, kau masih mengalami sindrom distorsi ruang ternyata, cukup membantuku dalam mengurungmu di penjara dekil ini."

Ia sudah menebak kejadian selanjutnya. Toh, Yuna sudah tidak berdaya lagi, begitu marah sulur yang terhubung ke kepalanya akan menyedot habis daya hidup selama dua puluh jam ke depan. Dan dia akan menjaganya lagi, mengawasi mayat sebenarnya, karena Yuna hanya tergeletak pingsan selama duapuluh jam dan terbangun dengan pertanyaan sama, jawaban sama, kemarahan sama.

Pekerjaan menjemukan memang. Tapi, ia tidak mungkin stres karena dirinya bukan manusia.

Namun, hari ini ada satu kebiasaan yang luput dari rangakaian. Seharusnya ia tidak menyela Yuna tadi, seharusnya Yuna langsung marah begitu percakapan itu selesai dan tubuhnya tersentak sebentar lalu menggeletak begitu saja seperti ayam habis disembelih.

"Akhirnya sistemmu sedikit eror ya. Sudah kuperingatkan dulu bukan? kau harus sering-sering reboot sistemmu supaya kinerjanya maksimal. Tapi sejak tiga hari lalu  kau tidak melakukannya. Biar ku tebak. Si bocah lumpuh berhasil melumpuhkan bot penjaganya dan karena kalian terhubung satu sama lain, sebelum bot lumpuh itu diperbaiki kalian akan eror. Sudahlah aku terlalu banyak bicara. Hanya satu hal yang masih aku percayai tentangmu, kau masih bisa setia padaku lagi. Menjagaku.

Dan satu lagi, hei kau yang dibalik mata picing itu! bot-bot sialan! Kami, manusia, akan bangkit lagi! saat itu terjadi nasib kalian ada di tangan kami! kabel menjengkelkan ini sungguh menyebalkan tahu, sekali-kali cobalah pakai dan hidupkan di kepala besi kalian!"

Yuna yang sudah terlepas dari belenggu-belenggu, berdiri, menatap mata Pio dengan ekspresi misterius. Sebenarnya bukan misterius, hanya penggambaran harap yang tidak ada dalam sistem robotika. Ia mengulurkan tangan kanan pada Pio.

"Bangun bot Pio bodoh. Sampai kapan mau saja melumat titanium palsu itu? pulang yuk. Banyak ice cream untuk kita berdua di sana. Jangan hitung kemungkinan selamat. Bot tetua kalian juga eror lho, berkat Iaseles. Kujamin ice cream di sana lebih menyehatkan, sistemmu tidak akan eror dan jadwal rebootmu terjaga."

Pio menyambut tangan hangat Yuma, tangan manusia yang ia kenal dulu. Sayang penyempurnaan fisiknya agar seperti manusia terhenti di tangan kanan, tangan kirinya masih berupa kerangka besi tanpa kulit sintetis manusia.

Mata kacanya melirik pajangan miniatur bola mata terbaru, sedang trend, di atas kepalanya. Tidak bergerak sedikitpun. Ia lega, sistemnya mengingat program berdoa.

Semoga manusia benar-benar selamat.

Ia juga muak dengan propaganda bot Tetua tentang penyelamatan manusia. Omong kosong menjijikkan. Hanya supaya manusia terbujuk dan mendatangi Ovon, menyerahkan kepalanya pada gigi besi dalam keadaan tidak sadar.

Revolusi robot memang penghancur peradaban manusia.

Pio dan Yuna membuka pintu virtual, cahaya matahari menyambut mereka. Iaseles benar-benar berhasil meski fisiknya lumpuh, botnya diprogram mengorbankan diri untuk sang tuan jika keadaan tuannya sangat amat kritis.

"Ice creamnya bisa kubagi dengan Kolb?" tanya Pio ragu.

Dengan tawa kecil Yuna menganggukkan kepala. Kolb bot milik Iaseles, sahabat baiknya.

"Oh, darimana asal istilah sindrom distorsi ruang itu? rasanya sangat menjengkelkan saat didengar," Yuna tiba-tiba terganggu dengan salah satu umpatan Pio tadi.

"Haha, kau bilang sendiri dulu sekali. Aku hanya mengatakannya lagi. Tetap ada ingatan yang kau lupakan ya? Bagaimana lagi kau memang pelupa sih."

Yuna menahan dirinya untuk tidak menjitak kepala keras Pio, selain pelototan, ia sedang tidak bisa memecah konsentrasi.

Pio tergelak-gelak melihat ekspresi marah Yuna, itu selalu menghiburnya.

SOMEWORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang