"Iya Han, jangan ditolak"Meski sebetulnya Jihan enggan, tetapi karena nenek mengulang permintaan agar Jihan tak menolak ajakannya untuk makan malam. Jihan pun akhirnya menurut. Rasa tak enak membuat orang yang lebih tua kecewa mendominasi pikiran Jihan. Walau sebetulnya ia lebih memilih pulang saja sebelum pak Abizar balik dari masjid.
Jihan pun menurut saja ketika nenek dan Fahira menggiringnya ke arah ruangan besar. Disana ada meja makan panjang dari kayu jati dengan deretan kursi. Sepertinya keluarga ini sering mengadakan jamuan makan. Terlihat meja dan kursi yang tersedia.
"Ayo Han, duduk sini" ajak Fahira sambil menepuk kursi yang ada di sampingnya.
Jihan hanya tersenyum dan menurut saja. Mendekati Fahira dan duduk di kursi yang ada di samping Fahira. Di meja makan sudah tersaji beberapa menu masakan. Terlihat oleh Jihan ada semur daging, mie goreng dan entah apalagi. Jihan tak terlalu memperhatikan apa isi dari piring-piring keramik yang tertata di atas meja.
"Nah, ayo Jihan, dinikmati. Anggap rumah sendiri" ucap nenek sambil mengambil piring untuk Jihan.
Lagi-lagi Jihan tersenyum. Dengan sedikit canggung ia mengambil nasi yang tersedia. Dan mulai mengabsen beberapa menu yang tersaji di hadapannya.
"Mm, ini mbak Hira sama nenek yang masak?" Tanya Jihan mencari bahan obrolan untuk menghilangkan rasa canggung.
Bukan jawaban yang didapat, malah terdengar nenek dan Fahira kompak tertawa.
"Hmm, Fahira kok bisa masak ginian. Ngincipi iya" sindir nenek pada Fahira. Namun yang disindir malah tersenyum nyengir. Memang faktanya begitu.
"Ah nek, gampang. Besok kalau udah menikah pasti otomatis bisa kok. Apalagi sekarang banyak aplikasi memasak. Resep tinggal cari di HP. Ya kan Han?"sanggah Fahira santai.
"Eh, iya mbak" tak ayal Jihan pun tetap menjawab.
"Ya tapi tetap saja sedikit-sedikit harus bisa lah. Mm...kalau Jihan bisa memasak?"nenek mengarahkan pandangan pada Jihan.
Jihan sudah hendak membuka suara, menjawab pertanyaan nenek tetapi ada sebuah suara yang mendahuluinya.
"Nggak perlu bisa masak. Cukup selalu bisa menemani kala suami makan, itu sudah bikin bahagia" Abizar yang baru pulang dari masjid langsung ikut bergabung di meja makan. Lelaki itu memilih duduk di seberang Jihan. Membuat Jihan makin salah tingkah.
"Eh, tumben bang udah pulang. Biasanya ngobrol dulu sama bapak-bapak sampai isya" tegur Fahira heran.
"Ya masak ada tamu dianggurin sih Ra. Kan tadi abang bilang cukup menemani makan sudah bikin bahagia" Abizar mengatakan itu sambil memandang Jihan tak lupa senyuman tetap terukir di wajahnya.
"Nah gitu dong Zar. Jarang-jarang kamu itu makan sama nenek begini. Oh iya Jihan, ini Abizar, abangnya Fahira. Cucu pertama nenek" nenek memperkenalkan Abizar pada Jihan. Menjawab pertanyaan yang sedari tadi bercokol di kepala Jihan. Jadi pak Abizar ini kakaknya Fahira.
"Izar sudah kenal sama Jihan kok nek..." sahut Abizar menanggapi perkenalan dari neneknya.
"Oh ya..."
"Kan abang pernah mengantar Hira ke pernikahan Husna nek. Nah abang ketemu di sana ya sama Jihan" ucapan Fahira menyadarkan ingatan Jihan. Ya Allah, kenapa ia baru sadar kalau ternyata pak Abizar memang pernah bertemu dengan dirinya sebelum konsultasi LKTI.
"Jihan kan juga kuliah di tempat abang mengajar" Abizar kembali tersenyum menatap Jihan.
"Oh ya..." kali ini nenek dan Fahira kompak menanggapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story in Hospital 5 (Always Forever in Love)
EspiritualMenemukan pelabuhan hati di kehidupan dunia tentu saja harapan tiap insan. Bertemu dengan orang yang tepat dan di waktu yang tepat. Itu inginnya. Tanpa melebihkan pun mengurangkan tentang hakikat takdir. Asa yang selalu dilangitkan terjawab ijabah...