s a t u

1.9K 157 33
                                    

Pagi yang tenang seperti biasanya di kediaman Pradana.

Ini hari minggu. Jadwal mereka kerja bakti membersihkan rumah bersama-sama sesuai pesan mendiang Mama dulu.

Dinda sudah bangun. Duduk manis di meja makan sambil menyeruput teh panasnya perlahan.

Marsha juga sama. Masih tergeletak tak berdaya di atas sofa. Tangannya sibuk mengambil keripik dari stoples.

Bukan malas-malasan. Giliran mereka belum datang. Sekarang masih giliran Rena.

Memang, mereka berbagi tugas. Rena mengelap perabotan, Dinda menyapu, dan Marsha mengepel.

Supaya hemat tenaga, katanya.

"Udah, Ren? Sini gantian lo duduk. Abisin aja teh gue."

"Teh yang mana itu, Mbak? Bukan teh kemaren, kan?"

"Gue baru bikin. Yakali teh kemaren!"

Dinda bangun dari duduknya. Tak lupa memukul pelan pundak Marsha yang sudah hampir tertidur lagi.

"Melek, Ca. Nanti bablas."

"Nggak akan bablas, Mbak."

"Minggu lalu lo bablas ya, Ndut!"

Satu jam.

Butuh waktu satu jam untuk menyelesaikan prosesi ritual bersih-bersih mereka.

Terima kasih pada ketelitian mereka yang luar biasa.

Rena sampai bolak-balik untuk mengelap ulang sudut yang menurut Dinda belum bersih.

Dinda menyapu dapur tiga kali karena Marsha masih menemukan helai-helai rambut di sana.

Marsha sampai harus kembali lagi mengepel kamar mandi setelah mendengar omelan Rena yang baru saja keluar kamar mandi.

Sekarang yang tersisa adalah tugas sang kepala keluarga.

Menyapu teras dan halaman.

Tadinya itu tugas Rena, tapi dia menolak. Salahkan Pak Teguh sendiri yang ingin punya rumah dengan halaman luas.

Tok tok tok

"Papaa. Bangun, Pa."

Sudah sepuluh menit Rena mengetuk kamar papanya.

"Belom bisa bangun, Ren?"

"Belom, Ca. Udah jam segini pula."

Marsha akhirnya ikut mengetuk pintu. Agak lebih keras daripada Rena.

"Papa! Bangun, Pa! Udah jam sembilan!"

Sia-sia.

Belum ada suara apa-apa dari dalam.

Karena mendengar ribut-ribut, Dinda meninggalkan masakannya di dapur.

"Kenapa?"

"Papa lho, Mbak. Nggak bangun-bangun."

"Minggir."

Dengan segenap tenaga, Dinda menendang pintu—

Krieet

—yang ternyata tidak terkunci.

Isi kamar papanya sangat berantakan.

Si pemilik kamar masih terlelap beralas karpet di depan televisi yang menyala. Hanya memakai sarung dan kaus putih.

Cup-cup mie instan bertumpuk di samping.

Dan suara aneh terdengar dari layar.

Ketiganya sontak melotot. Dinda buru-buru mendorong Rena dan Marsha keluar kamar.

Cerita Kita!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang