"Yuzhua, Ashuzu, Zushara, kemari, Nak. Ayah ingin membicarakan sesuatu yang sangat penting dengan kalian."
Ketiga bersaudara itu menghentikan kegiatannya masing-masing. Yuzhua meletakkan buku tebal yang rencananya akan ia habiskan sebelum hari ini berakhir. Ashuzu yang sedari tadi melempar empat bola karetnya ke angkasa bergantian hingga membentuk lintasan melingkar di udara, menangkap bola itu satu per satu dan memasukkannya ke saku. Sedangkan Zushara, sebelum melangkah mendekati ayahnya yang terduduk di samping perapian, menepuk-nepuk puncak kepala Srevon terlebih dulu. Srevon adalah serigala tua yang tak pernah ia tinggalkan beberapa hari terakhir, sebab Zushara tahu usia serigala dengan rambut keperakan itu tidak akan lama lagi.
"Apa waktunya sudah tiba, Yah?" Ashuzu bersimpuh di atas karpet dan menyilangkan kakinya. Gestur itu diikuti oleh Yuzhua dan Zushara.
"Seharusnya belum. Ulang tahun kesepuluh kita masih tiga bulan purnama lagi."
Ashuzu menyipitkan mata tak suka ke arah Yuzhua. Ia benci ketika saudaranya itu selalu saja menjawab pertanyaan yang jelas-jelas tidak ditujukan kepada dirinya, hanya karena memiliki otak paling cemerlang di antara mereka.
"Yuzhua benar, Ashuzu." Ayah berdeham, membuat perhatian di ruangan itu kembali terpusat ke arahnya. "Seharusnya memang seperti itu. Waktu kalian terlahir kembali ke Dunia Hangat masih tiga bulan purnama lagi. Tetapi ..." Ayah menarik napas panjang. Pandangannya menerawang ke suatu tempat yang jauh di sana, menembus dinding kayu tebal yang melindungi mereka berempat dari bekunya Dunia Dingin.
"Ternyata, manusia bertindak di luar dugaan kami. Dunia Hangat sudah terlalu panas. Kalian benar-benar dibutuhkan saat ini. Kita harus mempercepat proses kelahiran kembali kalian."
Ketiga bersaudara itu tidak ada yang bergerak. Bahkan, berkedip pun terasa seperti sesuatu yang terlalu berisik.
"Jadi, bagaimana? Apa kalian siap?"
Wajah Yuzhua dan Ashuzu perlahan menjadi cerah. Senyuman lebar telah menghiasi bibir Ashuzu, sementara Yuzhua yang biasanya berekspresi sebeku laut yang terletak di sebelah rumah mereka, ikut tersenyum tipis. Namun, berbeda dengan Zushara. Gadis itu menundukkan kepala dalam-dalam.
"Zushara belum siap, Ayah," ucap Zushara lirih.
Ayah mengangguk mengerti. Dari ketiga bersaudara itu, hanya Zushara yang belum menunjukkan berkatnya. Yuzhua bisa mengingat dan mengerti semua informasi yang ia baca barang sekali, dan sewaktu-waktu dapat memanggil Dewa Pengetahuan untuk memastikan apakah informasi tersebut sesuai dengan kenyataan. Ashuzu bisa melakukan semua hal yang mungkin dilakukan oleh tubuh manusia. Ditambah lagi, Dewa Jasmani akan mengobati luka dan menghapus rasa lelah apabila Ashuzu meminta. Dibandingkan dua saudaranya, Zushara terlihat seperti gadis biasa-biasa saja.
Tidak ada yang salah dengan menjadi biasa-biasa saja jika Zushara adalah manusia.
Masalahnya, mereka bukan manusia. Ketiganya adalah Vesselia--setengah roh Dunia Dingin dan setengah manusia--yang sedang berlatih dan mempersiapkan diri sebelum terlahir kembali sebagai manusia seutuhnya, untuk menyelamatkan penghuni bumi dari cairnya es di kedua kutub.
Hampir sepuluh tahun yang lalu, para dewa-dewi di Angkasa menyadari bahwa bumi mulai kehilangan bongkahan-bongkahan es yang selama ini menjaga keseimbangan planet itu. Khawatir semakin banyak makhluk bumi yang berjatuhan dan dunia roh mampu mendobrak masuk ke dunia bumi melalui gerbang-gerbang di kutub yang tidak lagi tersegel kokoh, dewa-dewi mengumpulkan serpihan jiwa mereka dan menanamkannya ke tiga roh paling jernih yang dapat mereka temukan di Angkasa. Para dewa-dewi menaruh harapan besar pada tiga roh yang akan tumbuh menjadi tiga bersaudara itu. Harapan yang begitu kuat membuat Aurora pada hari kelahiran tiga bersaudara sebagai Vesselia berpijar lebih benderang dari biasanya.
"Sungguh, belum ada dewa atau dewi yang memanggilmu, Anakku?"
Suara Ayah terdengar sangat memilukan di telinga Zushara. Meskipun tidak ada darah Ayah yang mengalir di tubuhnya, Ayah adalah sosok dewasa yang mendidik dan menemani tiga bersaudara dalam sepuluh tahun terakhir. Mereka sudah selayaknya keluarga.
"B-belum, Yah." Zushara ingin menangis saja. Tetapi, pandangan tajam dua saudara laki-lakinya membuat Zushara mengurungkan niat itu. Ia tidak ingin dicap cengeng lagi, seperti yang sudah-sudah setiap kali keluarga ini membahas berkat dari dewa, atau Zushara menemui makhluk yang kesakitan. Srevon, contohnya.
"Baiklah, tidak apa-apa. Kalian tentu tahu selama ini dewa-dewi hanya mengirimkan pesan, tapi kita tidak bisa membalasnya. Ayah pun hanya penjaga gerbang Angkasa, tidak bisa benar-benar menginjakkan kaki ke sana. Namun, Ayah akan mencoba kali ini. Ayah akan mengetuk gerbang Angkasa sampai ada dewa-dewi yang mau menjawab. Semoga mereka mendengar."
Zushara menganggukkan kepala lemah. Terima kasih ia ucapkan nyaris berbisik.
Begitu Ayah membubarkan pertemuan keluarga mereka hari ini, Yuzhua dan Ashuzu langsung menempatkan diri di pojok-pojok rumah tempat mereka biasa melatih berkat masing-masing.
Zushara menghela napas panjang. Langkah gontai membawanya ke pojok ruangan di mana Srevon sedang terbaring lemah. Zushara memastikan dada Srevon masih bergerak. Ia tersenyum mengetahui Srevon belum pergi dari dunia ini. Direngkuhnya serigala itu ke dalam pelukan.
Hangat.
Pikiran Zushara berkelana. Ia bertanya-tanya, apakah kehangatan Dunia Hangat senyaman pelukan ini?
Bingung nggak? Hehe.
Yap, ini bagian dari A Mismatch So Perfect, bukan cuplikan buku baru atau apalah 😚Coba tebak, apa urgensi adanya potongan cerita fantasi ini? Hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Mismatch So Perfect [COMPLETED]
Ficção AdolescenteAdara dan Lionel ibarat kutub utara dan selatan. Mereka begitu berbeda, selayaknya dua keping puzzle yang tidak akan pernah cocok menyatu. Seharusnya, Lionel tetap menjadi lelaki tampan dan populer dengan dunia tak terjamah oleh Adara. Semestinya, A...