Di antara tiga bidadari keluarga Pak Teguh, siapa yang masih sendiri?
Ya, benar.
Tiga-tiganya.
Padahal Teguh ingin sekali melihat anak-anaknya berpacaran.
Jadi kan malam Minggu bisa ia habiskan sendirian. Bukannya malah seperti ini.
"Pa, siniin tangannya, Pa. Aku kutekin."
"Warna merah aja, Ca. Biar fenomenal."
"Merah cabe atau merah marun, Mbak?"
"Merah cabe aja. Merah cabenya mana, Ren?"
"Ini lagi gue pake. Nih, ambil aja."
"Kuku kakinya biru gimana?"
"Jangan biru, Mbak. Pink aja biar nyesuaiin warna yang dipakein di tangan sama si Caca, tuh."
Teguh pasrah. Duduk diam sambil menonton acara talkshow kesukaan.
Bukan sekali dua kali kukunya diwarnai. Karena itulah Teguh selalu membelikan pewarna kuku yang bisa dikelupas supaya ia sendiri tidak susah menghapusnya.
Awalnya kesal.
Tapi lama kelamaan menyenangkan juga.
Serasa menjadi princess semalam.
"Ini kan malem minggu."
"Ya terus kenapa, Pa? Sama aja ah sama malem-malem yang lain."
Marsha menyetujui, "Lagian Caca lebih suka malem jumat. Banyak film horror."
"Kalian nggak ada yang ngajak jalan, nih?"
"Tania ngajak Dinda jalan, sih," Dinda menyahut, "Tapi aku males keluar rumah."
"Maksud Papa cowok, Din."
"Ya iya. Ada Kun juga, cowoknya Tania."
"Nggak gitu maksudnya..." Teguh memijat pelipisnya frustrasi, "Udahlah. Nggak usah dibahas lagi."
Ketiga putrinya tertawa lepas. Melepaskan diri dari posisi masing-masing dan terhempas di lantai.
Puas sekali karena berhasil membuat papanya kesal.
"Jangan ketawa! Ih!"
Wajah Teguh sudah semerah tomat sekarang. Senada dengan kuku merahnya.
"Lagian Papa, kenapa sih pengen banget kita punya pacar?" tanya Dinda.
Rena dan Marsha mengangguk. Mempertanyakan hal yang sama.
"Kan biar kalian ada yang ngurusin. Ada yang beliin makan, beliin baju, beliin aksesoris, beliin pembalut sekalian."
"Terus ada yang ajak jalan, anter ke sekolah dan ke kampus, anter pulang."
"Ada tempat curhat, bisa minta diajarin kalo ada pelajaran yang nggak ngerti."
"Ada yang mijitin kalo capek, ada yang beliin es krim kalo kalian pengen, ada yang nyanyiin pas mau tidur, ada temen buat nonton di bioskop."
Teguh menjelaskan panjang lebar. Seribu alasan mengapa bidadari-bidadarinya harus memiliki seorang kekasih.
Setelah Teguh selesai, ketiganya ber-ooh ria. Menatap sang Papa lekat lalu tersenyum lebar.
Menyeramkan.
"Kalo mau itu semua sih nggak perlu punya pacar, Pa."
"Kan kita punya Papa," final mereka kompak.
Tuhan, tolong bawa Teguh pergi dari sini.
Ting Tong
Suara yang tak wajar malam-malam begini.
Teguh bergerak membuka pintu. Nyaris memekik saat sesosok raksasa berdiri tepat di hadapannya.
"Assalamualaikum, Om."
"W-wa'alaikumsalam. Cari siapa, ya?"
"Cari—"
"Lho? Sayang? Kok nggak bilang kalo kamu udah di depan?"
Teguh menoleh. Ada Dinda di sana. Sudah rapi dalam balutan kemeja navy dan jeans.
"Mau ke mana, Din?"
"Malem mingguan, Pa," Dinda mendekat, meraih lengan raksasa di depan Teguh, "Kenalin. Ini pacar Dinda."
"Jonathan, Om. Panggil Johnny aja biar akrab."
"P-pacar?"
"Iya, Om. Saya pacarnya Dinda. Saya izin bawa anak Om jalan, ya?"
"Dinda berangkat ya, Pa."
Lalu keduanya menghilang. Masuk ke dalam mobil. Teguh sudah akan berbalik ketika suara lain terdengar.
"Om?"
"KIMING LARI MO—lho? Kamu siapa lagi?"
Pemuda yang tadi mengagetkan Teguh kini tersenyum, "Lucas, Om. Rena ada?"
"Aku ada, Kak. Sebentar."
Rena keluar diikuti Marsha. Keduanya tampak cantik. Lagi-lagi menimbulkan pertanyaan di benak Teguh.
"Kalian mau ke mana?"
"Rena mau malem mingguan, Pa. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam. Kalo kamu, Ca?"
"Mau jalan sama Panji. Pamit ya, Pa. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Dua jam.
Baru dua jam semenjak si tiga bersaudara meninggalkan rumah dan sekarang Teguh sudah seperti remaja patah hati.
Menyendiri di dapur sambil melamun.
Entah memikirkan apa.
Jemarinya meraih ponsel, mengetikkan beberapa tulisan di sana.
Ternyata tidak enak menghabiskan malam minggu sendirian tanpa anak-anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita!
FanfictionHanya keseharian Bapak Teguh dan ketiga anak gadisnya ■lokal■ ■nct x tbz■ ■genderswitch■ ■kapal lintas alam■ ■kapal hantu■ ■probably kinda short chapters?■