Sunbae-ku.

233 55 3
                                    

“Saehee-ya.” Park Jimin melambaikan tangannya kearah Saehee yang kelihatan kebingungan mencari keberadaan dirinya. Gadis itu tersenyum sambil membawa buket bunga cantik di tangannya. Park Jimin yang tengah menggunakan setelan jas hitam formal, toga dan atribut wisuda lainnya tersenyum cerah hingga matanya hanya tinggal segaris.

 Park Jimin yang tengah menggunakan setelan jas hitam formal, toga dan atribut wisuda lainnya tersenyum cerah hingga matanya hanya tinggal segaris

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Selamat atas kelulusan Sunbae,” ucap Saehee sambil menyerahkan buket bunga itu pada Jimin. Jimin dengan wajah malu dan sedikit salah tingkah mengambil bunga itu, mencium aromanya sebentar lalu kembali tersenyum.

“Terima kasih sudah datang. Aku sungguh senang kau datang di hari pentingku ini.”

Saehee mengangguk cepat. Ia melihat sekeliling tempat itu. Lapangan hijau nan luas itu tampak sangat ramai dengan mahasiswa yang tengah berbahagia dengan kelulusannya, juga orang-orang terdekat yang datang memberi ucapan selamat. Raut-raut kegembiraan terpancar jelas di wajah mereka. Perjuangan selama 4 tahun akhirnya terbayarkan dengan gelar dan juga kebahagiaan.

“Orangtua Sunbae mana? Apa mereka belum datang?”Saehee celingukan mencari dua sosok yang ia maksud.

Jimin tersenyum kecut. Ia mengikuti arah mata Saehee lalu menarik nafas dalam.

“Mereka sibuk jadi tidak bisa datang,” jawab Jimin dengan senyum terpaksanya.

Raut wajah Saehee berubah drastis. Nada bicara Jimin terdengar aneh. Ada sesuatu yang ia sembunyikan, mungkin lebih tepatnya tidak ingin ia ungkapkan.

Saehee hanya mengangguk paham, tak ingin bertanya lebih jauh.

“Ayo makan sesuatu yang enak. Eh, tidak-tidak. Aku ingin kita melakukan foto kelulusan dulu. Bagaimana?” Saehee terdengar sangat antusias. Seakan-akan dirinyalah yang baru saja lulus, bukannya Park Jimin.

“Baiklah. Ayo pergi kemanapun kau mau.” Jimin tersenyum lebar. Ia memindahkan toganya keatas kepala Saehee dan mengajak Saehee pergi dari tempat itu.

*

Terhitung sudah 3 jam sejak mereka pergi dari depan gedung tempat acara kelulusan di adakan. Mereka sudah mengunjungi studio foto dan mengambil beberapa gambar. Saehee yang narsis juga mengambil banyak foto bersama satu-satunya senior yang dekat dengannya itu. Ia bahkan mengambil banyak foto makanan saat ini.

“Saehee-ya, apa kau akan terus memotret makanan ini? Makanan ini kita pesan untuk di makan, bukan untuk di foto,” protes Jimin pada Saehee. Gadis itu terus saja memotret makanan dan juga Jimin. Senyum lebarnya membuat Jimin pasrah. Asal Saehee bahagia, menahan laparpun akan ia lalui.

Mata Jimin menatap iba Jajangmyeon yang mie nya sudah hampir bengkak di hadapannya, juga makanan lain yang sepertinya sudah terlalu lama di biarkan.

“Oke. Selesai,” ucap Saehee. Ia meletakkan ponselnya setelah mengambil beberapa foto.

Jimin mengangkat sumpitnya. Akhirnya, setelah menunggu begitu lama ia bisa menyantap makanan lezat ini juga.

Satu suapan besar Jajangmyeon masuk ke mulutnya. Menebar kebahagiaan ke perut dan juga hatinya. Benar-benar penutup hari yang sempurna. Saehee juga tampak hikmat menyantap makanannya.

Ponsel Saehee yang ada diatas meja berdering nyaring, memancing perhatian kedua orang itu.

‘Jangan diangkat, dia menyebalkan!’

Begitulah nama penelpon yang tertera jelas di ponsel. Saehee memasang raut kesal, lalu dengan segera menolak panggilan mengganggu tersebut. Jimin yang sempat melirik sebentar kearah ponsel Saehee memasang raut bingung.

“Siapa? Kenapa tidak di angkat?” Jimin bertanya sambil terus menyantap makanannya. Saehee diam sejenak, tengah fokus untuk mematikan dering ponselnya agar bisa bebas dari gangguan makhluk menyebalkan itu.

“Seorang teman lama. Dia menyebalkan. Aku tidak menyukainya,” jawab Saehee dengan nada sedikit kesal. Jika melihat pemuda itu, ia langsung teringat dengan tragedi di restoran Italia beberapa hari lalu. Benar-benar menyebalkan. Padahal Saehee lumayan menyukai Joonha. Pria itu punya selera bagus, memiliki pendidikan dan pekerjaan yang baik pula. Sayang sekali, pria itu lolos dari genggaman Saehee hanya karena hal konyol yang di lakukan oleh mantannya tersebut.

Jimin tertawa geli. Saehee sangat imut saat mengungkapkan kekesalannya. Seperti anak kecil yang mengomel karena tidak mendapatkan permen yang ia minta.

“Sungguh? Apa dia jahat?” tanya Jimin ingin tahu.

Saehee mengangguk.

Sedetik kemudian ponselnya kembali menyala, menandakan ada sebuah pesan yang masuk.

Dari : Jangan diangkat, dia menyebalkan!
Jika kau tidak mengangkat telepon ku, aku akan menculik Kimchi dan membuangnya kembali ke jalanan.

Begitulah isi pesan singkat dari Jungkook, diikuti emotikon iblis tersenyum dengan tanduk berwarna ungu diakhir pesannya. Saehee melotot kaget. Kimchi? Apa pemuda itu menerobos masuk ke apartemennya lagi?

“Kenapa?” Jimin yang melihat ekspresi keterkejutan Saehee menatap dengan heran.

Belum sempat Saehee menjawab pertanyaan Jimin, panggilan kembali masuk. Masih dari nomor yang sama, Jeon Jungkook.

Jimin merebut ponsel Saehee dan langsung menjawab panggilan itu tanpa permisi dari pemiliknya. Ia menyalakan loudspeaker agar Saehee bisa mendengar perkataan dari sang penelpon pengganggu itu.

“Halo. Kau dimana? Aku lapar. Cepatlah pulang atau aku akan-“

“Aku pacarnya Saehee. Kau siapa? Tolong berhentilah mengganggu pacarku.” Jimin dengan cepat memotong ucapan Jungkook. Untuk beberapa detik, tidak ada balasan dari si penelpon menyebalkan itu.

Saehee hanya pasrah sambil memakan makanannya dengan perlahan. Mungkin ini akan lebih baik. Jungkook mungkin akan berhenti menganggunya, pindah dari apartemen itu, juga menghilang dari hidupnya. Selamanya.

“Saehee-ya, kau dimana?”

Pemuda itu masih belum menyerah ternyata.

Jimin mendecak kesal. Jungkook benar-benar sudah mengacaukan momen bahagianya, juga moodnya.

Saehee mengambil alih ponselnya dari tangan Jimin. “Berhenti mengangguku atau pacarku akan menghajarmu!” ketus Saehee dengan kesal. Ia membanting cukup keras ponselnya keatas meja setelah mematikan sambungan telepon secara sepihak.

“Siapa dia? Kurasa dia bukan hanya sekedar teman,” tanya Jimin dengan tatapan menyelidik.

“Dia … mantan pacarku. Kami pernah berkencan saat kelas dua SMA di Busan dulu.”

Jimin mengangguk lalu kembali melahap satu suapan besar Jajangmyeon ke mulutnya.

“Aku sudah lama tidak bertemu dengannya. Lalu, tiba-tiba saja dia kembali kedalam hidupku dan menganggu ketenanganku. Dia benar-benar menyebalkan,” lanjut Saehee masih dengan raut dan nada kesal.

Jimin tersenyum lebar. “Kurasa ia akan berhenti setelah mendengar kalau kau sudah punya pacar.”

“Aku harap juga begitu,” batin Saehee.

“Jangan khawatir. Mulai saat ini, aku akan menjagamu dengan baik,” ucap Jimin sambil tersenyum cerah.

***

Jangan Baper! Kita Cuma MANTAN |Jeon Jungkook| [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang