🍂🍂🍂
Sudah seminggu, namun keberadaan Isma belum diketahui oleh Dito. Berbagai macam cara dia lakukan dari menyusuri pusat keramaian, menyusuri jalan-jalan hingga masuk perkampungan, mencoba menghubungi ponsel Isma sampai Dito lupa berapa kali saking seringnya, namun usahanya masih belum menuai hasil.
Dito kelelahan, matanya merah karena kurang tidur, ada lingkar hitam di bawah matanya, penampilannya acak-acakan. Dito tidak mempunyai waktu untuk sekedar mengurusi badan bahkan kadang dia lupa untuk memberi tubuhnya asupan makanan.
Belum ada satu minggu, namun keadaan Dito sudah mulai memburuk, rambut awut-awutan, selalu bangun kesiangan, bahkan Dito kadang tidak mandi. Penampilannya sangat kacau pun begitu juga badannya yang terlihat lemas tidak bergairah. Apalagi tenaganya juga terforsir dengan pekerjaannya yang mulai membukit. Beruntung Dito mempunyai Beny sang assisten yang sangat bisa di andalkan ikut menyelesaikan pekerjaannya.
Tidak kuat menahan kegusaran sendirian, Dito memutuskan menemui Hanna, ibunya.
"Apa!" histeris Hanna mengetahui menantu kesayangan menghilang. Wanita separuh baya itu berdiri dengan geram sambil memegang sapu ijuk karena sedang menyapu lantai ruang pendopo saat Dito datang dan mengatakan kalau sudah seminggu Isma menghilang.
Dito terduduk bersimpuh di depan kaki Hanna meminta maaf. Tidak ada niatnya sedikitpun memberi rasa kecewa dalam hati wanita yang sangat berharga dalam hidupnya itu. Andai bisa? Bahkan dia ingin memberikan seluruh dunia agar wanita yang mulai menua itu selalu bahagia.
"Kenapa dia bisa pergi? Pasti ada masalah di antara kalian. Katakan!" bentak Hanna beserta kemarahan.
"Dito yang salah, Bu! Dek Isma salah paham dan sebelum mendengarkan penjelasanku dia sudah pergi!" Pembelaan Dito yang sebenarnya.
"Tentang apa? Kau main tangan sama Isma?" Dito mengangguk namun sejurus kemudian langsung menggeleng, menyanggah perkataan ibunya.
Dia main tangan sama Isma? Iya, tetapi bukan dalam bentuk tamparan atau pukulan, melainkan sentuhan dan belaian mesra. Ah! Pikiran mesum Dito langsung berkelana.
"Apa artinya mengangguk langsung menggeleng begitu?" Hanna masih menyelidik.
"Enggak mungkin aku main kasar dengan Dek Isma, Bu! Kalau itu maksud Ibu."
"Terus kenapa Isma sampai pergi?" bentakan Hanna lagi.
"Dia salah paham, Bu!"
"Ini sudah seminggu, kenapa kau baru cerita, sekarang? Dasar kau anak nakal!"
"Ampun, Bu! Aku kira bisa menemukan Dek Isma seminggu ini. Makanya aku tidak memberitahu Ibu, tetapi ternyata aku semakin kehilangan jejak keberadaannya, Bu!" Dito menunduk dan mulai pasrah dengan apa yang akan di terimanya kini.
"B*doh! Kamu b*doh, Dito!" bentakan Hanna terdengar lagi. Dito hanya menunduk merasa bersalah.
Prak! Sebuah pukulan mengenai kepala Dito.
Bak adegan Dayang Sumbi menghajar Sangkuriang karena kedapatan membunuh si Tumang, Hanna pun menghajar Dito sedemikian rupa, namun bukan dengan gayung tempurung kelapa, melainkan menggunakan gagang sapu ijuk, Dito mendapat pukulan dari ibunya. Saking kerasnya pukulan dan saking seringnya gagang sapu itu menghantam tubuh Dito membuat sapu itu patah menjadi dua.
"Dasar payah! Dia sebatangkara Le! Bisa-bisanya kamu menyia-nyiakan Isma!" Dito hanya diam menerima setiap pukulan dan amukan kata dari Hanna.
Hanna tentu merasa kecewa. Isma adalah tanggung jawabnya, selain sebagai menantu kesayangan, Isma adalah anak dari mendiang sahabat baik Hanna. Yani -ibu Isma - adalah sahabat SMP Hanna. Seorang gadis yatim piatu yang rela mengikuti kemanapun langkah suami mengajaknya pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pebinor Bucin.(Sudah Tamat di Kbm-app)
RomanceNamaku Radito purnama. Aku bukan pengusaha apalagi casanova. Aku seorang Arsitek yang sudah hidup berkecukupan. Usiaku 27 tahun. Usia yang cukup matang untuk berkeluarga namun aku masih bahagia sendiri. Cita-citaku bukan menjadi Arsitek, tapi karena...