2 : Harapan

510 83 2
                                    

"Bersikaplah seolah kita tidak saling kenal."

Akan ia ingat baik-baik apa yang ia katakan sebelum menginjakkan kaki di sekolah barunya. Ia berharap tidak akan mendapatkan perlakuan yang sama seperti di tempatnya dulu bersekolah.

Guru yang sempat mengajar di dalam kelas menoleh padanya. Mengizinkan ia masuk. Dan ia pun melangkahkan kaki dengan harapan itu.

Suasana semakin hening. Semua pasang mata memandang heran padanya. Dan sekilas manik matanya bertemu dengan manik mata pemuda yang ia bantu tadi. Pemuda itu terkejut tentunya.

"Kali ini kalian akan mendapat teman baru." Ujar guru berambut putih itu.

"Perkenalkan dirimu."

Ia meneliti satu persatu wajah orang yang akan menjadi teman sekelasnya mulai hari ini hingga dua tahun ke depan. Itupun kalau tidak terjadi hal yang sama lagi pada dirinya. Kalau sampai terjadi, ia sendiri tidak akan tahu apakah ia tetap kuat berada di sini atau malah meminta pindah.

"Takami (Name). Yoroshiku onegaishimasu."

Perkenalan yang sangat singkat.

Semua murid mulai berbisik-bisik. Ah, mungkin akan ada salah satu diantara mereka yang tidak menyukainya. Terlebih lagi para murid perempuan. Mereka mungkin tidak ingin berteman dengan orang yang bersifat dingin dan kaku sepertinya. Tidak masalah selagi dirinya tidak diganggu.

"Baiklah. Kau boleh duduk pada meja kosong yang ada di sana."

Guru itu menunjuk meja yang berada di barisan paling belakang. Dekat dengan jendela. Di sampingnya ada meja milik pemuda tadi. Ia bersyukur karena anak itu bisa ia ajak bicara untuk hari ini.

Kembali pelajaran yang tertunda dilanjutkan. Semuanya fokus mendengar dan memperhatikan apa yang dikatakan oleh guru yang mengajar di depan. Begitu pula dengannya. Sebagai anak baru ia tidak ingin membuat masalah pada hari pertamanya.

"Hei."

Seseorang menyenggol lengan kanannya dengan menggunakan pensil. Terpaksa ia menoleh.

"Namaku Sabito. Terimakasih untuk yang tadi, Takami-san."

Pemuda yang ia bantu tadi bernama Sabito. Dan pemuda itu memanggil apa? Takami-san? Oh yang benar saja. Ia tidak suka.

"(Name)"

"He?"

"Panggilanku."

Ia tidak suka banyak bicara. Apalagi ini sedang jam pelajaran. Mereka bisa ditegur. Jadi ia rasa perkataannya sudah cukup jelas. Tinggal bagaimana si pemuda mencoba mengerti dengan apa yang ia katakan.

"Baiklah."

Oh akhirnya pemuda itu mengerti juga dan tidak bertanya lagi. Baguslah. Sekarang ia tahu orang yang duduk di sampingnya adalah orang yang cepat mengerti dengan cara bicaranya. Setidaknya masih lebih baik daripada orang yang banyak tanya. Itu sangat merepotkan baginya.

•••••

"Hei."

(Name) menoleh. Sabito berdiri di samping mejanya dengan wajah yang cerah. Kalau dilihat secara seksama, wajah Sabito terbilang tampan. Dapat membuat jantung gadis-gadis jadi mengadakan konser dadakan. Dan itulah yang terjadi pada (Name). Namun ia dapat menyembunyikannya dengan baik lewat ekspresi datar yang (Name) pakai saat ini.

"Nani?" Satu alis terangkat.

"Ayo makan di kantin."

(Name) melirik kelas. Semua temannya sudah pada keluar. Hanya beberapa saja yang tersisa. Ia pikir bukan suatu tawaran yang buruk. Jadi (Name) mengiyakan dan pergi bersama Sabito menuju kantin.

Satu menit kemudian seorang gadis mendatangi kelas Sabito yang terbilang sepi.

"Sabito."

Beberapa murid menoleh pada gadis itu. Salah satu diantara mereka membalas, "Sabito tidak ada."

"Kemana dia?"

"Mungkin ke kantin."

Setelah itu gadis tersebut berniat ingin menyusul namun seseorang menghampirinya.

"Makomo. Kau tidak ke kantin dengan Sabito?"

"Sabito sudah duluan."

Dan entah kenapa niatnya jadi hilang seketika.

SECRET ; Sabito x Reader (Modern AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang