Bagian 6

7 2 0
                                    

Besoknya, aku sudah memantapkan hati ku untuk menolak Eddy.
Dari semalam, aku sudah berlatih agar bisa mengatakannya dengan tegas.
Hah! Semangat, Livia! Kamu pasti bisa! Kata batinku, berusaha menyakinkan diriku sendiri.

Aku segera ke kelas dan menunggu Eddy.
Eddy biasanya datang pagi, pasti sebentar lagi datang, kata batinku.
Aha! Orang yang dicari sudah datang! Kataku begitu melihat Eddy di depan pintu kelas.

"Selamat pagi...Jen!" sapaku.
Eddy hanya menoleh sebentar, kemudian masuk ke kelas.
Jenna, yang ada di belakang Eddy, hanya menepuk jidatnya.
"Kamu tadi mau tolak Eddy kan? Kok malah sapa aku, bukan Eddy?" tanyanya.
"E..tadi tiba-tiba aku gugup," kataku sambil nyengir.
"Terserah kamu deh," Jenna langsung masuk ke kelas.
Hmm..masih bisa, masih bisa nanti istirahat! Aku masih bertekad untuk menolak Eddy hari ini. Harus hari ini!!

Istirahat.

Eddy hilang. Seluruh penjuru sekolah sudah kudatangi, tapi tetap Eddy gak ketemu.
Jenna tadi menemaniku mencari Eddy, tapi baru sebentar dia langsung nyerah.

"Ada sihh, satu tempat yang belum aku datengin," kataku sambil berpikir, "toilet cowok!!"
Kebetulan, ada bantuan lewat di depan mata.
"Rey!" panggilku.
Rey menoleh. "Mau ke mana?" tanyaku.
"Toilet."
"Sekalian ikut ya?"
"Hah?! Mesum! Ngapain kamu ke toilet cowok?!!" Rey salah paham.
Aku langsung menjelaskan, "maksud ku aku cari Eddy, tapi dia gak ada di manapun. Jadi, bisa kamu bisa cari dia di toilet?"
"Ohh, begitu. Aku cari dia dulu," balas Rey.

Rey masuk ke toilet, aku tunggu di depan.
Tiba-tiba, ada yang menepuk pundakku dari belakang, "Hah!" aku kaget.
"Eddy? Kamu..tadi di mana? Aku cari..."
"Kamu bisa jawab sekarang? Kita langsung ke belakang sekolah," kata Eddy.
"Ehh..ga..maksudku iya!" balasku.

Aku mengikuti Eddy dari belakang.
Hampir aja, aku menghidar lagi, kata batinku.

Di halaman belakang sekolah.

Eddy menatapku, menagih jawabanku atas pernyataannya.
Sambil menunduk,"Em..jadi Eddy..aku minta maaf..aku gak bisa pacaran sama kamu," kataku.

Semenit, 2 menit, 5 menit...
Hmm? Kok gak ada jawaban? Aku bingung, setelah aku menjawabnya, Eddy tiba-tiba diam, apa dia shock??
"Aku tahu..," lirihnya.
"Eh?"
"Karena dia!! Kamu menolakku?!!" Eddy tiba-tiba berteriak, matanya melotot, tangannya mencengkram erat lenganku.
Aku meringis kesakitan, ketakutan, aku tak pernah melihat sosok Eddy yang seperti ini.

Tiba-tiba, Rey datang dan langsung mendorong Eddy.
"Lepasin Livia!"
Eddy tersungkur, dia segera bangkit, matanya melotot ke arah kami.
"Kamu ini siapa, Rey?! Kamu bukan siapa-siapanya Livia! Jangan ikut campur urusan kami!"
"Oh? Kamu mau tahu aku siapanya? Aku orang yang dia suka, calon pacarnya!"
Antara kaget dan senang saat aku mendengar jawaban Rey.

"Lalu? Apa kamu menyukai Livia?" tanya Eddy.
Rey menjawab, "aku suka dia.., bahkan lebih dari rasa sukamu itu!"
Mereka saling bertatapan.
"Padahal..kamu itu baru datang, tapi langsung merebut Livia," bisik Eddy.
Eddy beralih menatapku, aku mengalihkan tatapannya.
"Liv..apa kamu sungguh-sungguh menyukai Rey?" tanya Eddy.
"Iya. Aku sangat menyukai Rey, lebih dari siapapun. Maaf, Eddy," balasku.
Eddy hanya tersenyum kecil, "begitu ya.. ternyata aku memang kalah, baiklah."

Kulihat mata Eddy basah, dia menahan tangisnya, seketika rasa iba muncul dalam benakku.
"Liv, mungkin kamu memang lebih bahagia dengan dia. Tapi kuharap, kamu tahu perasaanku.. selamat 1 setengah tahun..," kata Eddy.
Perasaan Eddy? Selama 1 setengah tahun? Aku bertanya-tanya.

~bersambung~

Pangeran dalam AnganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang