"Ah.. Saya hampir lupa. Hari ini Direktur yang baru akan berkunjung ke tiap divisi. Kalian mengertikan? Saya harap kita dapat menunjukan kualitas sebagai divisi terbaik tahun kemarin dan yang akan datang."
Meeting pagi divisi periklanan baru saja selesai. Farah yang memimpin seperti biasa menghitung mundur dibenaknya angka lima sampai satu. Entah sejak kapan kebiasaan ini muncul Farah sendiri lupa, hanya saja dengan menghitung angka-angka itu di dalam hati dan pikirannya membuatnya tenang.
Angka-angka itu semacam tombol F5 pada dirinya yang sering ia gunakan sehari-hari."Maaf mengganggu bu. Terkait proyek kerja sama kita bersama perusahaan Kayatara pihak disana meminta izin meeting hari ini untuk dibatalkan."
" Ah.. Baik."
Citra kemudian dengan perlahan menutup pintu ruangan kerja ketua divisinya itu. Sedikit bertanya-tanya di dalam hati apakah ada ucapannya yang salah?
"Cit, gimana? Udah lo sampein ke bu Farah?"
"Udah Lang. Hm, cuma kok kayaknya gue salah ngomong ya? Kok respon dia dingin gitu. Atau dia udah tahu duluan, jadi basi baru dikasih tahu gue...?"
Elang berbinar, pancingan yang ia lempar di tangkap mulus oleh Citra si anak baru divisinya. Namun belum sempat unjuk kebolehannya, Tari yang tak sengaja melintasi keduanya dengan segelas kopi langsung menyambar.
"Citra, bu Farah emang gitu. Dia orangnya sedikit dingin, gak suka ngomong berlebihan tapi yang perlu kamu inget dia baik kok sebenernya walaupun dengan caranya sendiri." Tari menepuk pelan pundak Citra melanjutkan perjalanan ke meja kubikelnya.
"Sialan Tari, gua padahal baru mau ceritaa!!"
Tari yang masih mendengarnya menyahut "Jangan jadi cowok gossip ya Gilang. Tolong. Kamu itu nantinya cuma cerita yang nggak baik tentang bu Farah."
"Siapa bilang? Itu bukan cerita gak baik Tari tapi fakta. Nih ya Cit gua kasih tau kelakuan ketua divisi lu. Namanya Farah gatau kepanjangannya apa, sedikit misterius dan pastinya sifatnya dingin. Irit ngomong, seperlunya aja gitu menurutnya. Walaupun pendiem tapi kalo udah menyangkut pilihannya, hal yang dianggep dia bener udah keras kepala. Agak egois kesannya cuma dalam hal yang baik untuk kita. Tapi yaa... Yang sampe sekarang gua heran, nggak ada yang tahu umur dia dengan pasti. Ada yang bilang 28, 29 bahkan baru-baru ini 32 tahun."
"Hah serius?! Wajah kayak gitu 32 tahun? Gile bener kalo sampe umurnya segitu. Perawatan apa ya dia dirumah hmm.. Lagian perusahaan ini kan gak sembarangan juga cari pimpinan divisi. Pasti udah berkeluarga deh, biasanya cewek-cewek mandiri kayak bu Farah pasti udah punya backingan suami."
"NAH! Gua juga pikir gitu Cit cuma gak ada yang tahu sampai sekarang. Dia misterius banget tentang kehidupan sehari-harinya. Yang gua tahu dia lulusan S1 manajemen UI trus lanjut S2 di Melbourne. Dan semuanya gratis..tis..tis..tis.. Karena beasiswa prestasi. Kebayang kan lo gimana encer otaknya? Gua insecure serius!"
"Yaiyalah Cit si Gilang insecure lah dia ini golongan anak anak semester tuaa HAHAHAAAA... "
"WOY ANJIM SIALAN LO TARI AIB GUE!"
👠👠👠
"Pak ini pimpinan divisi periklanan kita bu Farah. Beliau yang bertanggung jawab disini, tahun kemarin divisi ini juga dinobatkan oleh perusahaan sebagai divisi terbaik pak."
Farah tersenyum cerah sebentar. Walaupun wajah datarnya kini mulai kembali. Tangannya juga terulur untuk menjabat si Direktur baru yang menatapnya terus.
Kenapa?
Baru 2 detik Farah menghitung, tangannya yang diulurkan untuk berjabat sudah ditarik ke pelukkan Direktur baru yang daritadi menatapnya.
Sontak seisi ruangan membelalak.
Belum selesai para penonton melebarkan mata melihat ketua divisi mereka Farah yang dipeluk--kini mereka makin terkejut karena pria yang memperkenalkan sebagai direktur baru itu kini mengangkat dagu Farah kasar dan cepat kemudian terjadi,
Bibir kenyal mereka bertautan. Bahkan pria itu sempat menyesapnya sekali.
Akal waras Farah berhenti sejenak. Perlu waktu untuknya mencerna kejadian ini. Namun tak lama ia mendorong paksa Dirketur baru yang kurang ajar itu.
"Kesopanan yang anda tunjukan hari ini membuktikan sifat anda. Saya sudah bisa menilai terima kasih. Saya permisi."
Farah tidak marah, ia hanya menekankan tiap kalimat yang baru saja dilontarkannya. Bahkan wajahnya juga tidak merona atau salah tingkah. Seolah itu terjadi tanpa berkesan.
Jadi dengan kesal pria bersatus Direktur itu langsung menarik tangan Farah, mencegahnya untuk pergi.
"Apa ada yang salah?"
"Hal ini perlu sekali dipertanyakan pak?!"
"Maaf tapi setahu saya tidak ada yang salah dengan mencium bibir istri sendiri. Walaupun di muka umum risiko yang kita dapat sedikit memalukan. Tapi hal ini mengasyikan. "
KAMU SEDANG MEMBACA
MRS. FORGET
ChickLitFarah itu wanita independen dengan pemikiran logis di kepalanya. Tipikal manusia diam yang hanya berbicara ketika membela opini yang menurutnya benar di barisan paling depan. Sifat keras kepalanya tak ada yang menyaingi. Belum ada yang pernah menan...