window

17 2 0
                                    

Perkenalkan nama ku Amy--Ramylia Santoso terpatnya. Tapi, keluarga dan teman-teman ku lebih sering memanggiku Amy. Usia ku 18 tahun tepat tanggal 31 Juli kemarin, kalo sekarang berarti 18 tahun lebih 5 bulan sebab sekarang sudah mulai memasuki bulan Desember. Aku seorang gadis yang baru saja lulus sekolah menengah atas yang sedang mencari pekerjaan untuk biaya hidup.

Aku tinggal bersama seorang kakak laki-laki yang selisih 6 tahun dengan ku, Fahmylo Santoso namanya biasa dipanggil Ahmy--nama kita tidak jauh beda karena biar mudah aja kalo manggil, itu sih kata bunda dulu. Kakak ku masih jomblo padahal wajahnya bisa dibilang lumayan, banyak tetangga-tetangga yang naksir tapi selalu dia tolak. Waktu ku tanya alasannya menjadi jomblo selama ini dia malah bilang.

-flash back on-

"Kakak mau menjaga kamu dulu, nanti kalau kamu sudah dapat orang yang bisa menjaga kamu. Baru deh kakak lamar wanita yang kakak cintai"

"Oh jadi sebenarnya kakak sudah punya calon nih?" tanya ku spontan membuat kakak kelabakan.

"Eh b-bukan begitu maksudnya" aku tahu dia berbohong terbukti dari matanya yang tidak mau menatap ku dan tingkahnya yang--ewh seperti remaja yang baru puber saja. Tapi wajar sih aku baru kali ini mendengarnya berbicara tentang perempuan sebelum-sebelumnya dia hanya fokus mencari nafkah untuk membiayai kebutuhkan kami dan untuk membayar sekolah ku.

Aku merasa bersyukur mempunyai kakak seperti nya. Setelah Bunda meninggal saat aku berumur 13 tahun. Kakak menjadi satu-satunya keluarga yang ku punya. Kalian pasti bertanya-tanya tentang ayah ku ya?

Ayah ku meninggal ketika aku masih dalam kandungan. Meninggalkan kak Ahmy yang masih berusia 6 tahun dan bunda yang sedang mengandung ku. Sebenarnya aku tidak tau seperti apa rupa beliau, dirumah pun tidak ada satupun foto beliau yang tersimpan. Kata bunda "Ayah mu itu tampan sampai sampai bunda tidak memerlukan foto untuk mengingat wajahnya"

-flash back off-

Kini aku sedang duduk di kursi sandar meja belajar ku sambil menikmati secangkir kopi yang ku buat sendiri. Ini bukan kopi mahal kok, ini hanya kopi sasetan yang ditambahkan 2 sedok makan gula pasir lalu diseduh dengan air panas. Oke itu tak penting sekarang kembali ke cerita ku.

Malam itu hujan turun sangat lebat. Petir bergemuruh hampir setiap menit nya. Bahkan kicauan burung pak Joko--tetangga depan rumahku--yang selalu berisik itupun tidak lagi terdengar karena dikalahkan oleh suara hujan dan gemuruh petir yang bersahutan di luar sana.

Aku yang duduk di kursi mencari posisi nyaman untuk menikmati secangkir kopi yang menghangatkan tubuhku dari udara dingin yang menusuk kulit. Duduk di depan jendela kamar ku sambil melamun memikirkan bagaimana masa depan yang aku jalani nantinya. Akan jadi apa aku kedepannya. apakah aku akan meraih cita-cita yang aku inginka. Ataukah aku akan menikah dengan laki laki yang mencintai ku dan menjadi ibu yang hanya bisa mengurus dapur dan rumah saja. Mungkin aku hanya akan jadi karyawan biasa di pabrik dan hanya menjalani kehidupan yang pas-pasan tanpa perubahan yang berarti.

Atau mencari duren mateng alias duda keren mapan dan ganteng plus kaya raya sehingga hanya perlu mengurus rumah dan anak-anak tanpa harus bersusah payah bekerja. Tapi mana ada pria seperti itu yang mau dengan ku, aku hanyalah gadis kecil tidak berpengalaman yang baru saja lulus sekolah menengah atas. Duh pemikiran yang konyol--mungkin aku harus mengurangi kebiasaan ku membaca novel romance. Novel seperti itu benar-benar membuat ku tidak waras.

Seharusnya aku sadar diri dan memikirkan pekerjaan apa yang bisa aku dapatkan setelah lulus sekolah menengah atas dan mencari seorang pria yang mencintai ku dan yang aku cintai sehingga kakak juga segera melamar wanita pujaannya. Bukan malah memikirkan hal konyol macam itu, buang-buang waktu saja.

Tapi dimana ya aku bisa menemukan pendamping hidup ku itu? Entahlah semakin aku memikirkannya kepalaku semakin pusing saja rasanya, memang otakku ini tidak cocok untuk memikirkan hal berat semacam itu. Seharusnya aku memikirkan hal-hal yang ringan saja, seperti gumpalan putih yang berjalan terhuyung-huyung didepan ku itu mungkin?--Karena di luar hujan jadi pandangan ku tidak terlalu jelas dan aku juga tidak sedang memakai kacamata ku. Jadi hanya terlihat seperti gumpalan putih yang sedang berjalan terhuyung-huyung.

Benda aneh apa itu? Terlihat seperti manusia, tapi manusia gila mana yang berjalan di tengah hujan deras seperti ini.

Eh tunggu?! Gumpalan putih yang berjalan terhuyung-huyung? Aku beranjak dari kursiku mendekati jendela dan membukanya--bodohnya diriku kenapa malah membuka jendela itu. Aku meruntuki diriku yang sangat sangat kepo.

"Itu apa? Kenapa ada orang yang berjalan ditengah hujan yang sangat deras seperti ini? Apakah itu orang gila? Atau itu hantu?" Aku tidak tahu kenapa aku tidak merasa takut atau waswas ketika gumpalan putih itu semakin mendekati ku.

Entahlah saat itu aku benar-benar tidak merasa takut sedikit pun. Aku juga heran dengan diriku sendiri. Mungkin aku terlalu penasaran dan mengalahkan rasa takut ku. Sampai tiba-tiba cangkir kopi ku terlepas dari genggaman tangan ku--karena aku terlalu fokus dengan gumpalan itu sampai tak sadar aku menjatuhkan kopi ku.

Bunyi benturan cangkir dengan ubin membuat ku mengalihkan pandangan ku. Segera ku menengok ke bawah kaki ku untuk menghindari tumpahan kopi dan pecahan cangkir agar kaki ku yang  hanya terbalut piama tidur ini tidak terluka.

Tapi ketika ku lihat lagi kedepan tepat di jendela itu aku benar-benar tersadar. Rasa takut yang sebelumnya tidak aku rasakan. Kini aku merasanya. Aku ketakutan setengah mati. sekarang tubuh ku bergetar ketakutan dan perlahan aku melangkah mundur karena tiba-tiba ada sosok pria dengan wajah yang banyak darah melumurinya. Sosok pria itu berdiri tepat didepan ku yang sedang mematung.

"Tolong aku..." dengan suara lemah sosok pria itu berusaha menggapai ku tapi belum sempat dia menyentuh kulit ku dia jatuh pingsan tepat di depan kaki ku. Entah dia masuk melompati jendela atau berteleportasi. Aku tidak mengerti karena aku terlalu fokus pada darah di wajahnya.

"AAA i-itu ap...." sebelum aku menyelesaikan kalimat ku tiba-tiba pandangan ku mengabur dan semua menjadi gelap setelahnya. Aku juga jatuh pingsan karena terlalu shock.

Tenyata hari sudah pagi cahaya matahari bersinar lewat jendela ku yang terbuka. Aku terbangun dan merasakan sakit dikepala ku "shh kepalaku" aku tersadar dan menyadari dimana posisi ku berada, kenapa aku tiduran di lantai yang dingin ini?

Segera aku bangkit walau membuat kepala semakin berdenyut, ku edarkan pandangan ku ke seluruh penjuru kamar. Aimana pria semalam? Atau aku hanya berhalusinasi?

Tapi suara parau dan wajahnya yang berlumuran darah itu masih terekam jelas dibenak ku. Sampai-sampai membuat ku merinding jika mengingatnya kembali.

"Ah aku sepertinya harus segera mandi air hangat untuk menyegarkan kepala ku."

Aku pun berjalan menuju kamar mandi dan segera membersihkan diri, mungkin ada banyak debu yang menempel setelah aku tertidur dilantai--walau setiap pagi dan sore kamar ku selalu aku bersihkan, tapi bisa saja kan ada debu-debu kecil yang tertinggal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

cerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang