~("Maukah kau membawaku dalam duniamu? Memasukkanku ke sana? Bersamamu?" Thomas bertanya.)~
.
.
.
Thomas bangun tidur dengan perasaan keruh. Ini masih siang tetapi cahaya redup mengalir dari jendela. Ia tercenung melihat sisi tempat tidurnya kosong.
Terdengar derai hujan dalam irama ketukan yang lambat dan konstan. Thomas berusaha melawan rasa kantuknya dan bangun.
Ketika keluar kamar, ia menemukan Newt termenung di bangku ambang jendela.
Thomas tak luput mengawasi Newt yang tampak menatap kosong ke luar jendela. Derai hujan luruh dari atap. Kecipak air yang jatuh menimpa tanah basah itu membuat pola unik seperti cekungan di sela-sela kerikil batu.
Ketika Thomas duduk bergabung di ujung bangku, Newt mengerjapkan mata; baru menyadari keberadaannya. Lelaki itu tersenyum tipis (hampir tidak berarti) sebelum memalingkan wajah dengan tatapan kembali menerawang hujan.
Thomas menarik nafas. Untuk sesaat, ia masih berjuang mengumpulkan jiwanya yang masih terseret oleh kantuk.
Untuk beberapa menit lamanya, hanya ada suara dersik angin dan rintik hujan yang mengisi keheningan.
Thomas membiarkan pikirannya mengelana ketika tatapannya mengikuti Newt. Mata mereka tersesat dalam derai hujan.
Setiap momen yang mereka miliki selalu berharga bahkan jika yang mereka lakukan hanya saling diam dan hening seperti ini.
Ketika tiba-tiba, semua memori miliknya berkelebat, Thomas mencari wajah Newt (berusaha) membaca pikirannya. Ia menemukan dirinya tidak puas oleh asumsi bahwa mungkin saja mereka tengah berbagi pikiran yang sama.
Thomas juga ingin ada topik━pembicaraan yang menyatukan mereka sehingga ia tidak merasa tersesat sendirian.
"Newt ...?" Thomas tak sadar bisikannya terlalu keras.
Ketika Newt menoleh, untuk sesaat yang ditemukan Thomas, mata cokelat gelap itu menatapnya kosong, tetapi segera hilang secepat mata itu mengerjap.
Kekhawatiran lain melintas dalam dada Thomas seperti tusukan belati.
"Maukah kau membawaku dalam duniamu? Memasukkanku ke sana? Bersamamu?" Thomas bertanya.
Ia tak terbiasa menggunakan kata-kata bersayap, tetapi kali ini ia memuji dirinya sendiri atas keahlian barunya sebagai pujangga.
Newt menaikkan alis. Tampak solid ketika akhirnya kedua sudut bibirnya berkedut membentuk senyum lemah, yang kemudian segera berubah menjadi kekeh lembut yang harmoninya mengalahkan rintik hujan.
Thomas tahu jawabannya tidak segera datang dalam bentuk frasa, melainkan dengan gerakan yang lebih berarti. Newt beringsut mendekat, mengubah posisi duduk dan merapatkan jarak mereka. Punggung bersandar di dadanya ketika Thomas membalas dengan membungkuskan lengannya di pinggang dan perut.
"Tentu, Tommy. Karena duniaku adalah duniamu juga," kata Newt akhirnya.
Thomas merasakan jantung Newt berdebar konstan di dadanya━bertanya-tanya, apakah tempo debarannya memang secepat itu atau karena efek mereka berdekatan seperti ini.
Ketika Newt memutar kepala demi mencari matanya, Thomas menemukan senyum seindah pelangi.
"Tidakkah kau juga melihatnya?" Bisikan Newt terdengar patah.
Thomas menyukai wangi rambut pirang yang terselip di bawah dagunya.
"Apa yang kaulihat?" Ia bertanya.
Hidungnya terkubur di rambut emas dan seketika jatuh dalam aroma vanilla yang manis.
"Labirin, gurun pasir, kota terakhir. Masa laluku━masa lalu kita semua."
Newt menoleh ke arah hujan lagi. Tatapan Thomas mengikuti.
"Bayangan-bayangan itu berlarian di bawah derai hujan. Mengerikan, Tommy. Aku bisa melihatnya."
Seiring dengan itu Thomas melihat masa lalunya melintas juga. Wujudnya seperti kabut yang merayap, lekas memudar di sela tetesan hujan.
Thomas membayangkan kilat mendung di mata Newt. Ia ingin sekali menghapus tatapan sedih itu dari sana.
Sebagai gantinya, Thomas mencari tangan Newt dan segera mengaitkan jari-jemari mereka dalam usapan yang menenangkan.
Meskipun ia menyesal tak menemukan jawaban yang lebih baik selain, "Benar. Aku melihatnya juga. Kita berbagi pikiran yang sama."
Di luar dugaan, Newt jadi tampak lebih santai.
Thomas tergelitik untuk mengangkat satu tangannya dan menyelipkan jemari di sela-sela rambut emas itu sebelum menyisirnya lembut.
"Tapi setelah aku menyadari ada kamu di sini. Rasanya itu sepadan. Semua gambaran itu masih ada, hanya berubah menjadi tontonan untuk kita tertawakan." Newt terkekeh lagi.
Ketakutan itu masih ada. Newt pernah berada di masa kritisnya━secara teknis mereka berdua; pernah di masa kritis ketika Thomas takut bila ia memegang tubuh Newt, sentuhannya akan mengubah tubuh itu menjadi serpihan debu atau atom yang pecah, meluncur di sela jari-jemari dan terserak di bawah.
Newt mungkin juga tahu, betapa hancurnya Thomas saat itu; sebab kehilangan Newt sama seperti kehilangan semua bagian jiwanya. Dan betapa tak ternilainya saat-saat ini; memiliki Newt dalam rengkuhannya. Thomas bisa membuat semua perumpamaan milik semesta. Bila bumi sanggup bertahan tanpa matahari (ketika siang disingkirkan oleh malam) atau bila mendung jatuh menutupi cahayanya, dan bumi bertahan oleh redup yang dibawa hujan, maka ia tidak akan pernah sanggup bertahan tanpa belahan jiwanya.
Mata Newt mencarinya lagi ketika tatapan mereka saling mengunci. Senyuman itu rentan menghiasi wajahnya.
"Jangan khawatir, Newt. Ada aku di sini." Thomas berupaya meyakinkannya, seperti yang pernah Newt lakukan padanya. "Kita dulu bisa melewatinya, dan kita akan terus menghadapi ujian itu bersama."
Jari-jemari saling meremas lembut. Thomas menekan ciuman di rambut emas, sebelum menghujani lelaki dalam pelukannya dengan ciuman lain━di hidung, pipi, lalu bibir. Ia bergetar merasakan embun di bibir Newt, dan getaran itu melembut, meleburkan seluruh perasaannya yang tertuang dalam ciuman. Hujan mulai reda ketika mereka saling memahami bahwa kenangan buruk itu masih terus tersimpan, selayaknya hujan (suatu saat akan datang tiba-tiba menghantam memori mereka), tetapi Thomas ingin supaya Newt tahu bahwa ia ada di sisinya bila dia membutuhkannya.
Hidup tidak lain adalah perpindahan fase. Sebagaimana mereka berhasil lolos menghadapi rintangan itu di fase sebelumnya; mereka akan selalu berhasil; dan terus berusaha bersama.
\
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua Bintang di Langitmu | Newtmas
FanfictionDengan seluruh rasa sakit dan derita yang dunia timpakan padanya di masa lalu, Newt adalah pusat kebahagiaanya; bahkan jika itu hanya Newt, semua lebih dari cukup, bahkan terlalu sempurna. [Newtmas Stories: kisah-kisah di Haven, di mana Thomas dan N...