d e l a p a n

679 132 5
                                    

Sekelebat bayangan bergerak cepat di koridor sekolah. Terus menuju lapangan outdoor.

Di belakangnya, seorang lagi mengikuti. Kali ini dibarengi teriakan lantang guna memanggil orang sebelumnya.

"CA! SINI LO BAJING!"

"GUE NGGAK MAU!"

"BALIK NGGAK LO?!"

"NGGAK MAU REN!"

Iya. Itu adalah si kembar.

Rena sedang membujuk Marsha untuk ikut maju bersamanya.

Pemilihan anggota OSIS kali ini memang agak berbeda.

Jika biasanya perangkat inti OSIS diambil dari para calon yang gagal unjuk gigi, kali ini calon Ketua OSIS dan Wakil Ketua OSIS wajib membawa serta calon perangkat intinya.

Sialnya, baru dikabari dua hari sebelum pemilihan.

Dua orang sekretaris, dua orang bendahara.

Jumlah yang pas, bukan begitu?

Masukkan Marsha, Yana, Nessa, dan Jovan.

Walau agak bandel, keempatnya serius di hal-hal tertentu. Rena cukup percaya pada mereka.

Buktinya, Malka mempercayakan posisi Ketua Tim Basket pada Jovan tanpa repot-repot mempertimbangkan calon lainnya.

Nessa tidak pernah tergeser dari peringkat pertama seangkatan. Sama sekali tidak terganggu dengan kegiatannya sebagai ketua ekskul tata boga.

Yana dan Marsha berhasil mengembangkan eskul penyiaran yang tadinya tidak ada sampai sejauh ini.

Tidak ada alasan bagi Rena untuk tidak percaya diri dengan pilihannya.

Marsha terus berlari. Abai pada anggota ekskul futsal yang sedang latihan.

Binar cerah mampir di manik Rena ketika melihat calon ketua OSISnya di sana.

"Satria! Tangkep kembaran gue! Demi kepentingan masa depan kita berdua!"

"Hah?"

"Budeg lo? Itu tangkep kembaran gue!"

"Emang lo pun—"

Bruk

Marsha tertangkap.

Tertangkap dalam artian mendarat di atas tubuh Satria dengan pose ala drama korea.

"S-sori. Gue nggak liat."

"Santai," sahut Satria, mendongak ke arah Rena, "Nih, kembaran lo udah gue tangkep."

"Itu lo bukan nangkep, Sat. Lo jatoh."

Satria hanya tertawa. Tidak menunjukkan keinginan untuk bangun dari posisinya.

Berbaring di lapangan.

"Lo enteng."

"H-hah?"

"Badan lo enteng banget."

Marsha buru-buru berdiri, ditarik oleh Rena. Tubuhnya diteliti dari atas sampai bawah.

"Lo gapapa? Nggak luka?"

"Lo kira gue apaan lemah banget."

"Lo nggak digrepe-grepe sama si Satria kan?"

"Nggak lah anjir!"

"Jadi? Jadi bendahara gue ya? Berdua sama Jovan."

"Nggak mau."

"Nanti Satria beliin burger king."

"Tiga?"

"Lima."

"Oke. Deal."








































"Enak banget asli."

"Iya woy, Ca. Udah dua bulan gue nggak makan burger king."

"Ngibul ae lo, Na. Gue liat ya kemaren lo makan burger king sama Jovan."

"Yana ember banget heran. Jual aja kembaran lo, Ness."

"Nggak boleh gitu. Lo tetep perlu restu gue ya, Jov, buat deketin Nana."

Niatnya hanya Marsha, tapi semua ekornya turut serta.

Rena mau tak mau menanggung malu di depan Satria.

Lihat saja bagaimana ketiga sahabatnya makan seolah tidak ada hari esok.

"Sori ya, Sat. Gue nggak tau kalo bakal ngikut semua kayak gini."

"Gapapa. Sebagai calon ketua yang baik, gue ikhlas traktir mereka hari ini."

"Yah, jangan hari ini doang, dong," protes Yana sambil tetap mengunyah.

"Bener tuh," timpal Nessa, "Nanti kalo kita kepilih, lo traktir kita lagi ya?"

"Jangan malu-maluin gue, dong."

Di luar dugaan, Satria mengangguk. Tak keberatan sama sekali.

"Iya. Gue traktir lagi. Tapi gue pengen kinerja kalian nanti harus 100 persen. Gimana?"

Jovan mengacungkan jempol. Tak masalah. Marsha juga bergumam di sela kunyahannya. Setuju.

Kekehan Satria terdengar. Mengejutkan Rena. Sejak kapan seorang Satria bisa terlihat sehangat ini?

"Temen-temen lo sama kayak lo ya."

"Maksud lo?"

"Percaya dirinya."

"Luar biasa?"

"Iya. Luar biasa banget."

"Ada satu lagi yang bikin kita berlima sama, Sat."

Rena terdiam sejenak. Memandangi teman-temannya yang asyik mengobrol.

Marsha sibuk menertawakan saus yang mampir di pipi Yana. Bertikai kala Yana ikut mencolekkan saus ke pipi Marsha.

Nessa dan Jovan sibuk berdua. Sepertinya acara PDKT Jovan berjalan lancar karena keduanya tampak lebih dekat.

"Apa?"

"We work with heart."

Satria mengernyit. Tak berhasil menangkap maksud di balik jawaban Rena.

"Hah?"

"Gue milih mereka bukan cuma karena mereka sohib gue, Sat," Rena tersenyum, "Gue jamin. Kinerja mereka sebagai anggota lo nanti akan lebih dari 100 persen. Lo nggak perlu khawatir."

"Mereka ini, walau keliatannya blangsak, bukan orang sembarangan."

Cerita Kita!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang