David's past

43 13 50
                                    

Lagu untuk chapter ini : running low - Shawn Mendez

" Setelah bertahun-bertahun, takdir mempertemukan kembali dua insan yang pernah menulis kisah mereka. Aku dan dia... And i was really hurtful"

****

"Aku bertunangan dengan Mason, seniorku di kampus. Sudah tiga bulan lamanya dan bulan depan kami akan menikah." Lucia menjelaskan sambil menatap cincin di jari manisnya dengan mata berbinar. Benar-benar nggak ada beban di matanya. Dia sangat berbeda dari saat terakhir aku melihatnya.

She looks.... So much better.

Seketika aku merasa sesak. Rasanya seperti puluhan pisau ditancapkan ke dadaku dan di saat yang sama, seseorang seperti mencekikku, menghalangi udara masuk ke indra pernafasanku.

"Aku turut bahagia." Jawabku singkat.

"I haven't seen my best friend for yonks* ! How's life for you, David?" Gadis itu tersenyum padaku, lantas segera meminta bill pada pelayanan yang datang mengantarkan pesanan kami. Aku dan Lucia kemudian berdebat akan siapa yang akan membayar makanan, namun akhirnya, dia menang dan aku menyerah. Nyatanya, uang di dompetku nggak sanggup mencukupi biaya makan di kafe ini. Aku meninggalkan sebagian lainnya di rumah dengan maksud menghemat biaya.

Aku mendengus, malu pada diriku sendiri karena terlihat menyedihkan di hadapan seorang wanita.

"David, it's okay. You can pay for the next time." jawab Lucia dengan aksen Yorkshirenya yang khas. Orang-orang di wilayah utara memang mempunyai aksen yang lebih kental daripada kami yang tinggal di wilayah selatan Inggris.

"Fine."

"Kau belum menjawab pertanyaanku."

"Kabarku... Baik-baik saja." jawabku asal. Lebih baik aku nggak menceritakan tentang kehidupanku yang berantakan selama delapan tahun terakhir karena Lucia bukanlah orang baru yang nggak tahu soal betapa kacaunya hidupku.

"Senang mendengarnya," gadis itu kemudian menyuapkan sepotong daging ikan ke dalam mulutnya.

"You look so much better, Lucia."

"Benarkah?," Gadis itu tertawa kecil. "Waktu berlalu begitu cepat ya... Aku juga nggak menyangka akan sangat banyak perubahan dalam hidupku."

"You're so lucky to find him." aku memaksakan senyum terbaikku, sembari memperhatikan cincin pertunangan Lucia. Gadis itu tersenyum lembut dan menjawab, "You'll find the right one too... Soon."

Pernyataan Lucia bahwa dia akan menikahi orang lain sedikit banyak menggoreskan luka dalam hatiku, namun juga memberikan rasa lega karena aku tahu, akhirnya gadis itu baik-baik saja dan mampu melewati masa-masa sulit dalam hidupnya karena ayah.

"Kurasa pernikahan nggak akan pernah ada dalam kamusku." jawabku seraya melempar senyum kecut padanya.

"Kenapa?"

"Waktu telah merubahku, Lucia. Pandanganku soal pernikahan nggak sebaik itu. Terutama sejak apa yang terjadi padamu dan keluargaku-"

"Hei!" Lucia mengarahkan jari telunjuknya tepat di depan bibirku, menghentikan kalimatku. "Aku sudah melupakan itu. Apa yang terjadi padaku karena ayahmy hanyalah serpihan masa lalu, David. Aku sudah bahagia sekarang. Kau pun berhak bahagia."

Love, Hate, Future, and PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang