00. prolog

314 26 0
                                    

Kenangan. Sewajarnya setiap orang memiliki kenangan mereka masing-masing, yang mungkin berhubungan dengan sesuatu. Mencium aroma roti bahkan bisa mengingatkan seseorang akan sesuatu. Atau ketika mendengarkan musik yang pernah terputar ketika terjadi sesuatu, pasti akan ada sesuatu yang terlintas dalam pikiran.

Lantas bagaimana ketika kita hidup dalam kehampaan. Dalam keheningan, dan kekosongan. Hanya sunyi dan sepi. Tak ada sesuatu yang terlintas dalam pikiran ketika mendengarkan sebuah musik, atau ketika mencium aroma tertentu. Hanya hampa.

Kosong dan gelap. Sunyi dan hampa.

Ketika tidak ada lagi sesuatu yang pantas, atau bahkan layak untuk diingat kembali. Ketika tuhan, tidak lagi mengizinkan untuk mengenang. Membiarkan kehidupan berjalan diatas kenangan mati. Kenangan yang berhenti pada satu waktu. Lantas hening kembali.

■ ■ ■

"Ssstt, ngelamunin apaan sih? Bakso lo udah dingin tuh." Bella menyenggol lengan seorang gadis yang tengah melamun disampingnya. Angel dihadapan Bella menaikkan satu alisnya, bertanya mengapa. Bella menggeleng sebagai jawabannya untuk Angel.

"Eh, heem." Alana, Kim Lana nama lengkap gadis itu, gelagapan menjawab Bella. Ia segera menatap semangkuk baksonya yang seharusnya terlihat sangat lezat mengingat ia belum sarapan sejak pagi. Namun entah mengapa, Alana justru menggeser mangkuk itu menjauh.

"Kenapa? Alana sakit, Lan?" Tanya Reira, gadis yang duduk disebelah Angel, dengan khawatir.

Alana tersenyum manis sembari menggeleng. "Enggak, gue cuman udah kenyang kok."

"Serius lo? Biasanya kudu dua mangkok dulu baru bilang kenyang." Celetuk Angel dengan ngawurnya. Bella terkikik geli menimpali.

"Lo kali." Sahut Alana, dengan disertai tawanya yang candu. Bagi siapapun yang mendengarnya.

"Bell, gue mau ke toilet dulu, nanti kalo lama ijinin gue." Tanpa menanti Bella mengatakan iya, Alana segera beranjak dari bangku kantin tempat mereka makan siang. Meninggalkan Bella dan Angel yang siap menerjangnya dengan berbagai pertanyaan.

"Dia lama emangnya ngapain?" Tiba-tiba saja Reira menyeletuk disaat Angel dan Bella sudah kembali sibuk dengan mangkuk masing-masing.

Pertanyaan kolot memang. Sudah dapat dipastikan jika Alana berpamitan demikian maka ia tidak akan kembali ke kelas hingga jam pelajaran terakhir nanti, dan Reira masih sempat bertanya ada apa dengannya. Ya Tuhan.

Kenapa lagi?

Ia membaca sekilas pesan dari Bella yang masuk pada ponsel digenggamannya.

Kenapa lagi? Memang apanya yang kenapa? Lagi? Apanya yang pernah ia lakukan? Ia pernah melakukan apa dan kapan? Mengapa kenapa dan lagi?

Tanpa membalas pesan dari sahabatnya itu, Alana kembali mematikan ponselnya. Menikmati semilir angin yang menyapu wajah ayu nya. Wajah dingin yang terkadang hangat. Atau justru, wajah hangat yang terkesan dingin?

"Then-"

"Hahaha"

Shit! Alana kembali mendengar suara aneh itu. Muncul begitu saja setiap kali ia melamun dan tengah mencoba mengingat-ingat sesuatu. Macam kaset rusak, yang hanya akan mengeluarkan bunyi yang sama secara berulang kali.

Masalahnya, itu suara milik siapa?

Gadis itu menjambak rambutnya frustasi. Membungkuk dalam untuk sekadar menyembunyikan wajahnya. Tak terbaca lagi ekspresi pada wajah itu. Antara takut, atau sedih, atau justru kebingungan yang akut.

"K-kamu lupa siapa aku?"

"Damn it!" Seru Alana, kesal. Ia masih menjambak rambutnya frustasi. Dua suara sialan itu selalu saja muncul secara beriringan. Suara yang terdengar sangat mirip namun memiliki nada yang berbeda. Antara ancaman dan juga ketakutan.

"Gue bisa gila kalo gini lama-lama." Ucapnya lirih, hampir tidak terdengar. Kecuali oleh dirinya sendiri.

Gadis itu telah mengalami hal gila ini lebih dari enam bulan yang lalu. Bahkan setelah ia pindah ke sekolah ini, suara itu tak kunjung menghilang. Berulang kali ia bertanya pada Bella yang merupakan sahabatnya sejak kecil, Bella bahkan tak memahami apa maksudnya.

Alana terdiam sesaat. Bel pulang sekolah telah berdering sejak lima menit yang lalu, disusul ponselnya yang juga berdering menandakan panggilan masuk dari Bella. Iya, hanya Bella yang mempunyai nada dering khusus di ponselnya. Hanya Bella?

"Siapa lagi, Ya Tuhan?" Alana bertanya lirih pada dirinya sendiri. Hanya Bella yang memiliki nada dering khusus diponselnya, benarkah hanya Bella? Atau ada orang lain yang ia lupakan? Namun, siapa?

"Alana!" Mendengar suara melengking itu, Alana segera mengangkat kepalanya, menoleh kearah suara.

"Lo dari mana aja sih? Dicariin dari tadi, nggak mau pulang lo?" Angel bertanya mencak-mencak sembari melangkah mendekatinya. Gadis itu khawatir, sungguh.

Alana tersenyum miring. "Iya, bawel." Lantas kemudian beranjak, menyusul Angel untuk segera turun ke kelas.

"Kok rame, kenapa?" Tanya Alana begitu tiba di lantai 3. Banyak siswa dan siswi yang masih berada di balkon, dan berbisik-bisik riuh. Meskipun tidak padat karena sudah jam pulang sekolah, namun beberapa orang yang masih berada disini dapat dikatakan lumayan banyak.

"Dibawah ada yang lagi dihukum sama Hanaf."

"Kenapa emang? Maksud gue, dihukum kenapa?"

"Entah, sedenger gue sih karena ketauan bolos di jamnya pak Agus, lo tau kan kalo Hanaf deket sama pak Agus?"

Alana sebatas mengangguk untuk mengiyakan. Lantas kembali berjalan menuju kelas bersama dengan Angel.

"Malah pada ngelamun, ayo buruan balik." Ucap Alana setiba didalam kelas dan masih menemukan Bella dan Reira duduk manis dibangkunya.

"Kita nungguin lo. Lama amat." Keluh Bella dengan wajah kesal. Alana terkikik pelan.

"Maaf." Ujarnya.

"Alana udah enakan perasaan nya? Jangan bolos bolos, Lan. Nanti ketinggalan pelajaran, loh." Alana tersenyum menanggapi penuturan kalem Reira. Gadis itu tidak pernah menyela ketika Reira yang berbicara, berbeda suhunya ketika Angel yang mengingatkan.

"Iya, putri keraton." Jawab Alana. Reira tertawa geli mendengar panggilan itu.

"Udah yuk, buruan balik. Sopir nya dia udah nunggu dari tadi nih." Angel menyela.

"Eh, iya. Ayo pulang." Ajak Reira kemudian.

Alana selalu sengaja berjalan terakhir diantara teman-temannya. Ia memang biasa seperti itu, dan biasanya Angel yang akan memutar balik badannya untuk merangkul lengan gadis itu. Namun karena tengah membicarakan pekerjaan rumah, Alana justru lebih melambatkan langkahnya hingga terpisah beberapa meter. Ia muak.

Setiba di lantai satu, Alana menuruni tangga dengan melamun pada awalnya, hingga akhirnya.

"KIM LANA CEPET TURUN!" Demi menjaga keselamatan telinganya dari teriakan Angel, Alana akhirnya berlari.

"Iya, tunggu bentar!" Sahutnya, tak kalah keras.

Tiga anak tangga terakhir. Dua. Satu.

Bruk!

"Aduh!" Alana berteriak rusuh, ketika tak sengaja menabrak orang didepannya.

"Sorry." Suara berat yang rendah itu menyapa telinga Alana.

Gadis itu mendongak untuk mengenali siapa yang baru saja ditabraknya. Belum sempat berucap apapun, sosok Angel telah muncul dengan wajah kesalnya dibelakang orang yang Alana tabrak.

"Cepetan." Desis Angel.

Alana mengangguk cepat, mengiyakan.

"Sorry ketabrak." Ujarnya cepat dan langsung berlari meninggalkan cowok itu demi menyusul Angel.

■ ■ ■

Pendek dulu ajalah. Biar nggak cepet bosan yang baca :))

Happy reading gais.







walk on memories || Na Jaemin [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang