20

50 1 0
                                    

Kikan menggenggam tangan kiri Yohan dengan erat. Sangat erat, bahkan lebih erat dari biasanya. Setelah sarapan tadi, Yohan mengajak Kikan berjalan kaki di pinggir pantai. Katanya sih mau sekalian 'nurunin' makanan yang mereka makan. Sama sekalian biar Kikan bisa melakukan rutinitas jalan kaki juga.

Tapi, rasanya apa ya? Berbeda? Kikan merasa kayak baru aja jadian sama Yohan. Apalagi setelah Yohan tiba-tiba nyanyi tadi, Kikan merasa kayak tadi itu Yohan nembak dia. Terus karena sekarang mereka sedang jalan, gandengan pula, ini tu kayak mereka jalan karena Kikan nerima cinta Yohan. Ditambah, mereka berjalan dalam diam. Kayak canggung banget. Sekalinya ngobrol, gak penting banget. Kayak..

"Check out jam berapa sih?" tanya Yohan sambil menunduk menatap pasir yang basah kena air laut.

Kikan menggeleng. "Gak tahu. Tapi seinget gue sih kita bisa late check out."

"Lo inget gak sih sama batu-batu itu?" tanya Yohan lagi.

Kikan mengangkat kepalanya, melihat tumpukan batu yang Yohan maksud. Dia lalu tertawa pelan. "Tempat kita berantem waktu itu bukan sih?"

Lalu kemudian diam lagi, dan diam terus. Sampai akhirnya Yohan tertawa karena sadar akan kecanggungan mereka. Yohan lalu melepaskan pegangan tangan Kikan dan berjalan dua langkah ke depan. Kikan yang kaget pegangan tangannya di lepas hanya bisa menatap Yohan bingung. Yohan sekarang sedang berdiri dua langkah di depannya dengan kedua tangannya dia letakkan di pinggang.

"Canggung banget gak sih kita?" tanya Yohan kemudian.

"Lo sih pake nyanyi-nyanyi segala. Kayak apaan aja."

Yohan kemudian mendengus, lalu melangkah mendekati Kikan lagi. Dia kemudian merapikan rambut Kikan yang sedikit berantakan karena angin. Dia kemudian menatap mata Kikan lekat-lekat. Kikan pun tanpa ragu membalas tatapan Yohan itu.

"Lagu itu untuk lo."

Kikan mengerjap-ngerjap. "Well, thanks."

"Sebagai balasan surat cinta lo."

Kikan mendengus, pura-pura kesal. "Kapan gue nulis surat cinta buat lo? Itu cuma ucapan ulang tahun."

"Iya iya," Yohan merapikan rambut Kikan lagi. "Gue gak sempat nulis, jadi gue nyanyi aja."

"Untung suara lo bagus."

"Ya memang bagus."

Kikan tersenyum. Gemes banget lo Kim Yohan.

"Lo denger liriknya kan?" tanya Yohan lagi.

Kikan tampak seperti berpikir. "Ya, tapi rada lupa sih sekarang."

Yohan sewot. "Masih muda udah pikun."

Dan ucapan Yohan itu auto dibalas dengan tabokan oleh Kikan. Tapi Yohan nya malah ketawa.

"Lah malah ketawa? Bahagia banget lo gue tabok?"

Yohan mengangguk antusias. "Sangat bahagia."

"Udah gila lo ya."

Yohan masih ketawa untuk beberapa saat, sampai akhirnya ekspresi wajahnya berubah serius. Melihat Yohan yang berubah serius, Kikan pun jadi ikutan serius juga.

Kikan kemudian agak kaget karena Yohan mengecup dahinya pelan. Setelah melakukan itu, Yohan menatap mata Kikan, dan kemudian mengelus perut Kikan. Kikan tidak melakukan apapun, dia hanya diam sambil memperhatikan apa saja yang Yohan lakukan padanya.

"Nanti setelah si ganteng ini lahir, I want to give him a younger sister," kata Yohan, pelan.

Kikan tersenyum sambil membalas tatapan Yohan. "Sure," kata Kikan, dan itu berhasil membuat Yohan tersenyum dengan amat sangat lebar. "Tapi lima tahun lagi," lanjut Kikan, dan senyuman Yohan yang tadi auto hilang.

To Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang