15. Lullaby

1.6K 193 69
                                    

Jika kau kira damainya Naruto dan Hinata adalah ahir dari segala pelik kehidupan mereka, maka selamat.

Kalian salah.

Masih ada segudang masalah yang belum terpercahkan, damainya mereka hanyalah penyelesaian babak lama dan masih ada babak baru yang belum terselelsaikan. Masalah masih akan menjerat mereka lebih erat.

Jangan berfikir perjuanganmu berakhir ketika kau sampai di titik paling bahagia, perjuanganmu baru di mulai setelah kau sampai di titik itu. Titik tertinggi yang bisa saja membuatmu terjeremban jatuh sendirian.

***

Naruto berdiri di depan pintu kamar yang setengah terbuka. Di sana, tepat di hadapannya dia melihat Ayahnya Namikaze Minato sedang bercumbu gila dengan seorang wanita muda. Naruto kecil berusia tujuh tahun yang hendak meminta bantuan Ayahnya menyelesaikan permainan lego nya harus mendapat pemandangan itu. Pantaskan anak seusianya melihat hal itu?

"A-ayah?" panggil Naruto pelan.

"Apa yang kau lakukan di sini anak sialan?! Keluar kau menganggu, di mana wanita tidak berguna itu?!" Minato turun dari ranjang setelah membungkus tubuhnya menggunakan bathrobe yang tergeletak di sana. "Keluar, sialan!" Minato mendorong tubuh mungil Naruto hingga jatuh terjerembab. "Cari Ibu jalangmu itu, jangan mengangguku." ketusnya sambil menendang punggung mungil Naruto menjauh.

Sakit sekali, tapi Neneknya bilang seorang lelaki tidak boleh menangis apapun keadaannya. Naruti bangkit sambil menyeka sudut matanya, "Mungkin Ayah sedang sibuk," gumamnya lalu pergi membawa sekotak lego miliknya. Iya Ayah mu sibuk Naruto. Sibuk bersama jalangnya.

"Ibu," Naruto berlari ke arah Ibunya yang sedang menyapu halaman di luar. "Ibuuu..." panggil Naruto lagi karena Ibunya tak menyahut, Khusina sibuk atau pura-pura tidak mendengar. Entahlah hanya dia yang tau itu. "Ibu ayo main lego," ajak Naruto sambil menunjukan kotak legonya.

"Bermainlah sendiri Naruto, Ibu banyak pekerjaan." jawab Khusina tanpa menoleh dari kegiatannya. Mengabaikan sosok kecil yang sejatinya merindukan kasih sayangnya.

"Ibu, menyusun lego ini sulit, Naru tidak bisa." gumam Naruto pelan, dia masih berusia tujuh tahun menyusun lego menurutnya masih lumayan sulit.

"Ibu tidak mau di ganggu Naru, mainlah sendiri." Khusina menghela nafas pelan, hatinya masih sangat sakit mengingat suaminya lagi-lagi membawa jalang ke dalam rumah ini. Padahal dia memiliki seorang istri dan anak, kenapa pria gila itu tidak juga berhenti dari kebiasaan buruknya. Terlebih ketika melihat Naruto, Khusina seperti di cabik-cabik. Dia menyesali dirinya sendiri yang harus melirkan anak itu. Anak pembawa sial dalam kehidupannya.

"Tapi Bu-" Naruto masih berusaha mendapat perhatian Ibunya namun bukan itu yang dia dapat.

"Anak sialan! Menyusahkan! Kenapa kau selalu merepotkanku hah?! Kemana Ayahmu itu?! Pergi kau?" Khusina memukul tubuh Naruto dengan sapu yang dia pegang. Pukulan-pukulan keras yang membuat anak berusia tujuh tahun itu menangis kesakitan.

"Sakit Bu, ampun maafkan Naru.." namun tak ada ampun, Khusina terus memukul Naruto meski anak itu menjerit kesakitan.

"Bu ampun! Sakit Bu! Ampun!"

"Naruto bangun! Naruto!" Hinata mengguncang tubuh Naruto kuat, sedari tadi pria itu terus menjerit minta ampun seolah di pukuli seseorang padahal nyatanya tidak. Pria itu terserang mimpi buruk.

Because You | Namikaze Naruto✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang