5. Harapan Hannah

200 7 2
                                    

"Mbak Hannah dapat uang sebanyak itu dari mana?" Tanya Fahmi menatap Hannah tajam yang tengah memasukkan beberapa barang dan makanan ke dalam almari kecil di sisi ranjang Fahmi yang disediakan rumah sakit.

Hannah terdiam sejenak sebelum duduk di sisi Fahmi sambil mengulas senyuman. Ia genggam tangan Fahmi yang terinfus sembari menatap ke dalam matanya. "Dengar Dek, ini uang Mbak dapat secara baik-baik, kamu tahu Pak Tony kan? Mbak dapat pinjaman uang darinya, Mbak akan membayarnya dengan cara mencicil dari gaji bulanan Mbak," terang Hannah. Terpaksa ia harus berbohong karena jika Fahmi sampai tahu bagaimana cara mendapatkan uang tersebut pastilah Fahmi menolak dan memilih menderita seumur hidupnya.

"Aku janji setelah aku sembuh aku akan membantu Mbak Hannah bekerja. Kebetulan aku diminta orang tua Rio untuk mengajar privat matematika dan IPA adiknya yang masih SMP," terang Fahmi dengan mata berbinar karena harapan dirinya sembuh dari penyakit yang menyiksanya selama ini. Ia tidak ingin menjadi beban Hannah lagi. Sudah cukup baginya melihat Hannah selama ini bekerja keras dengan membanting tulang siang dan malam demi memenuhi kebutuhan mereka selama tinggal di kota asing ini. Kota yang identik dengan kehidupan malam dan glamor. Namun, memendam kekejaman yang nyata di baliknya.

"Terserah kamu Dek yang penting kamu cepat sembuh dan tetap fokus sekolah, urusan mengajar privat kita pikirkan nanti, ok?" Balas Hannah dengan kedua mata berbinar pula. Ia lega bisa melihat kembali binar bahagia di kedua netra adiknya.

"Oya ya Mbak, kalau misal Mbak Hannah besok kerja aku nggak papa di rumah sakit sendiri, Rio besok pulang sekolah katanya akan nemanin aku di sini," ucap Fahmi seraya membalas genggaman tangan Hannah.

"Mbak Hannah udah izin dua hari, kalau Rio mau ke sini ya nggak papa," balas Hannah seraya mengucap syukur dalam hati karena adiknya memiliki sahabat yang baik seperti Rio.

Hannah sudah mengenal Rio cukup baik. Remaja itu sering datang ke rumahnya sejak mereka duduk di kelas 10 yang artinya mereka sudah berteman hampir dua tahun.

Tak lama dua perawat masuk ke dalam ruang rawat inap Fahmi untuk membawa Fahmi ke ruang operasi. "Mbak Hannah sayang Adek, berjanjilah Adek akan sembuh," bisik Hannah lalu mengecup puncak kepala Fahmi dengan mata berembun.

"Fahmi janji Mbak, Fahmi juga sayang Mbak Hannah," balas Fahmi seraya menatap Hannah dalam. Sekuat tenaga Fahmi mengulas senyuman sebelum perawat tersebut membawanya pergi.

Tubuh Hannah merosot lemas di atas sofa dengan berlinang air mata. Ia cengkeram kuat dadanya menahan sesak. Setelah berhasil meredam hatinya yang gamang ia segera menyeka air mata yang tak juga berhenti mengalir. "Fahmi akan sembuh Hannah," gumam hati Hannah dengan memukul-mukul dadanya untuk mengurangi rasa sesak yang menghimpit dadanya. Hannah beranjak dari tempat duduknya lalu segera menyusul dua perawat yang membawa adiknya. Menurut perhitungan dokter operasi Fahmi akan berlangsung sekitar 2-3 jam lamanya.

***

Di restoran Jepang tampak seorang gadis berambut panjang berwarna coklat sedang asyik memainkan ponselnya dengan serius. Nevan melangkahkan kaki menuju meja bernomor 7 sesuai petunjuk mamanya.

"Maaf, apa Anda yang bernama Nona Alicia?" Sapa Nevan dengan berusaha bersikap ramah. Hal yang jarang sekali ia lakukan pada orang lain. Semua ia lakukan demi orang tua satu-satunya yang ia miliki.

Tubuh gadis itu tampak menegang lalu mengangkat wajahnya perlahan, menatap Nevan yang tengah berdiri di hadapannya. Dengan senyuman mengembang gadis itu berdiri menyambut sapaan Nevan seraya mempersilakan untuk duduk di kursi seberang meja di hadapannya.

"Perkenalkan aku Alicia," ucap Alicia ramah seraya mengulurkan tangan ke arah Nevan.

"Sebaiknya katakan apa yang Nona inginkan dari saya?" Ujar Nevan tanpa basa-basi dengan hanya menatap tangan Alicia yang terulur. Nevan duduk lalu menatap Alicia datar yang tengah menarik kembali uluran tangannya yang mengudara.

My Possessive CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang