Dua belas

64 18 4
                                    


Sakata mengeluarkan tombaknya yang sudah beberapa bulan ini tidak ia gunakan, karena peraturan dari akademi sihir yang melarang murid berkekuatan sihir menggunakan senjata sihir yang hanya di peruntukan untuk para murid biasa.

Karena sudah lama, Sakata jadi sedikit merasa senang. Ia akhirnya bisa diijinkan kembali menggunakan tombak yang sudah menemaninya selama ia belum di berikan kekuatan sihir.

Tombak ini adalah temannya. Maka dari itu Sakata juga yakin bahwa ia bisa mengalahkan Clear dengan tombaknya itu.

Dengan angin milik Shima, Sakata bisa bebas terbang diudara untuk menghindari beberapa serangan Clear. Begitupun dengan Shima, lelaki itu menjaga jarak agak jauh dari tempat area pertarungan Clear dan Sakata.

Sesekali Shima membantu Sakata dengan menerbangkan berbagai benda yang bisa ia gunakan untuk setidaknya melukai musuhnya itu.

Clear sedikit kerepotan dengan serangan dadakan Shima. Belum lagi ia harus menghindari serangan ujung tombak Sakata. Jika dirinya lengah sedikit saja, dia pasti sudah kalah.

Clear harus menjatuhkan salah satu dari mereka terlebih dahulu. Sisanya pasti akan lebih mudah.

Clear tersenyum dalam gelapnya malam.

♥AS♥

“...nai?!” Gadis bertubuh kecil itu berbalik saat mengetahui bahwa orang yang dicarinya itu tidak ada di kamar yang ia masuki.

Dia keluar melalu jendela, lalu melompat menuju ke atap. Jubah yang ia gunakan berkibar diterpa angin malam. Tudung yang menutupi kepalanya terbuka, secepatnya dia menutupnya kembali. Langkah kakinya semakin cepat menelusuri atap dalam gelapnya malam.

Jalan buntu!

Gadis itu memutuskan untuk turun, ia melompat kebawah. “Aku harus secepatnya menemukan dia, lalu membawanya pergi dari sini.”

Duagh!

Satu buah gulungan tanah melayang tepat ke sebelah kanan kepalanya, terbentur mengenai dinding yang ada di belakang. Gadis itu berbalik untuk mengetahui siapa yang telah menyerangnya itu.

“... yah, kenapa malah meleset sih.” Senra berdecih kesal.

Kaki kanannya, menginjak tanah dengan cukup keras. Senra bermaksud untuk menyerang gadis itu dengan membuat tanah di sekitar gadis itu terangkat keatas. Mengangkat gadis itu, lalu menurunkannya kembali ke dasar tanah dengan keras.

Gadis berjubah itu melompat, lalu menghilang di udara sebelum Senra sempat menghilangkan tanah yang dijadikan pijakan oleh gadis itu diatas sana.

Senra mulai terlihat waspada, dia tidak tahu dimana gadis itu akan memunculkan dirinya atau menyerang dirinya.

“Ittai!”

Senra segera menoleh, setelah mendengar suara ringisan Urata. Matanya terbelalak melihat pemandangan di depannya. Saat ini Urata sedang tidak sadarkan diri dipelukan gadis bertudung itu.

“Apa yang akan kau lakukan pada Urata-san, hah?” Senra menggertakan giginya penuh amarah. Dia dengan cepat menyerang gadis itu menggunakan sihir tanahnya.

Gadis bertubuh kecil itu dengan cepat menghindari serangan gundukan gundukan tanah dari Senra, sambil terus membawa Urata dalam gendongannya.

“Omoi!”

Gadis itu berhenti di sebuah atap. Dia lalu melirik pada Senra yang masih berada di bawah sana.

“Gomen ne aku harus pergi, karena urusanku disini sudah selesai. Kuingatkan sekali lagi. Lebih baik kau segera pergi dari sini. Itupun jika kau tidak ingin mati.”

Akademi Sihir -Misi di Kota Kematian- [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang