~("Aku jadi punya ide, Newt. Bagaimana kalau kita gabungkan dua nama itu lalu kita menamai sesuatu dengannya?")~
.
.
.
Dalam kebun di samping rumah, sesuatu serupa tempat tidur gantung berfungsi sebagai ayunan untuk bersantai.
Kain kanvas terayun-ayun. Disambung oleh tali-temali yang dililitkan melintang di antara dua pokok pohon. Kanopi dedaunan bergulir halus menutupi bayangan langit malam saat Thomas dan Newt merangkak bersama ke dalam ayunan itu.
Newt meringkuk lebih rekat dalam rengkuhan Thomas, mencari sandaran kepala yang nyaman di bahunya. Kancing teratas kaos Thomas terbuka di samping pipinya yang menempel di dada.
Yang mereka lakukan tidak berbeda seperti jutaan menit yang telah mereka lewati sebelumnya, tetapi Newt masih merasakan getaran itu setiap rengkuhan lengan Thomas mengerat di sekeliling bahunya. Setiap kali jemari panjang itu membelai rambutnya, ada debaran menyenangkan yang menggelitik punggungnya. Ia merasa disayang, dan semua perasaan itu membuatnya nyaman.
Untuk beberapa menit mereka menikmati keheningan. Menyaksikan kerlip bintang yang bertaburan di kanvas malam saat kanopi dedaunan itu menyisakan cukup banyak ruang di celah-celahnya.
Newt memulai bicara, "Memikirkan apa, Tommy?"
Ia mengira Thomas sedang berpikir berat. Dan respon Thomas membenarkan firasatnya saat lelaki itu menarik napas tajam.
"Hanya sesuatu tentang proyek listrik kita ... Aku tidak sabar melihat desa kita terang oleh cahaya; menyaksikan lampu menyala di rumah-rumah." Thomas menjawab.
Newt tertegun. Ia sangat mengenali Thomas untuk tahu bahwa bila dia sudah berkeinginan, maka itu akan menjadi ambisinya. Dan bila dia berambisi, maka itu harus terpenuhi. Ini jelas Thomas sekali. Gelombang penuh rasa ingin tahu; ambisi untuk mencapai sesuatu dan mewujudkannya. Seperti yang dulu Thomas lakukan di labirin, ketika dia membawa mereka semua menantang bahaya dan kematian; melintasi lautan gurun dan menyusup di lorong kota yang terbakar. Bahkan setelah mereka berlabuh pada ketenangan sejati dan hidup bebas seperti dalam mimpi, ambisi Thomas masih menyala tetapi dalam wujud yang berbeda.
Telunjuk Newt bermain di sekitar dada Thomas, membentuk pola acak yang hanya dia yang tahu maksudnya.
"Istirahatkan otakmu, Tommy," kata Newt. "Jangan sampai itu membebanimu. Aku tidak suka itu."
"Tapi, Newt. Aku benar-benar tidak bisa berhenti memikirkannya." Thomas memprotes.
"Apa masalahnya? Masih soal bahan baku besi dan bijih logam itu?" Newt bertanya.
"Tidak. Sebetulnya itu sudah selesai. Tim penambang sudah menemukan lokasi tambang yang bagus sehingga suplai kami terpenuhi ... hanya saja ..."
"Apalagi yang masih kurang?"
Thomas menarik napas lagi. "Sebetulnya sudah hampir selesai. Hampir seluruh komponen mesin berhasil dirakit, tapi aku cemas kalau-kalau nanti mesin itu tidak berfungsi."
"Itu hanya rasa cemasmu saja kan, Tommy?"
"Aku tidak tahu, Newt."
"Berambisi terhadap sesuatu lalu mencemaskannya, sudah jadi kebiasaanmu ya? Kau sudah bekerja keras, jadi itu pasti berhasil. Ingat."
"Ya. Newt. Aku tahu."
"Lihat ke atas," kata Newt, mengalihkan perhatian Thomas. "Masih ada bintang yang menerangi kita. Jadi, bagaimana kalau kita menghitungnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua Bintang di Langitmu | Newtmas
FanfictionDengan seluruh rasa sakit dan derita yang dunia timpakan padanya di masa lalu, Newt adalah pusat kebahagiaanya; bahkan jika itu hanya Newt, semua lebih dari cukup, bahkan terlalu sempurna. [Newtmas Stories: kisah-kisah di Haven, di mana Thomas dan N...