Suatu sore, seorang pria dan teman wanita sedang duduk di sebuah kantin kampus. Mereka sama-sama sedang melanjutkan pendidikan di sebuah kampus yang sama dan keduanya sedang membicarakan tentang sesuatu hal.
"Menurutmu di usia seperti kita saat ini, apa kita sudah layak untuk menikah?" tanya Dejun.
"Maybe yes! Menurut aku, usia kita ini sudah cukup matang untuk sebuah pernikahan. Kenapa nanya begitu? Memangnya kamu sudah ingin menikah?" tanyaku.
"Pengen sih, tapi belum ada jodohnya." jawab Dejun sambil tertawa.
"Emang sampai sekarang kamu belum ada menyukai seseorang gitu?"
"Sebenarnya ada, tapi aku sungkan untuk menyatakan cinta padanya, karena kami sudah lama berteman. Lagipula jodoh tidak akan lari kemana kok." jawab Dejun santai.
"Aku kasih tau ya, kalau memang kamu menyukainya dan berniat serius, ya nyatain dong. Jodoh jangan ditunggu, tapi dijemput. Nanti kalau misalnya dia diambil orang lain, baru menyesal." sahutku.
"Aku memang berniat untuk mengajaknya serius. Tapi saranmu cukup bagus. Baiklah kalau begitu, jodoh harus dijemput, ya." ucap Dejun serius.
"Benar..." sahutku.
"Aku pulang duluan ya." ucap Dejun.
"Oke. Hati-hati dijalan, ya."
Keesokan harinya.
Xiaojun datang ke rumahku untuk menjemputku dan berangkat ke kampus bersama-sama.
"Tumben kamu jemput aku hari ini?" tanyaku dengan penasaran.
"Sesekali bolehlah, lagi pula rumah kita kan gak terlalu jauh." jawab Dejun.
"Ya habisnya tumben aja. Perasaan kita udah kuliah bareng selama 2 tahun, baru kali ini kamu menjemputku." sahutku dari belakang motor.
"Ya... kan kamu sendiri yang bilang kemarin. Kalau jodoh itu dijemput bukan ditunggu." ucap Dejun.
"Maksudnya?"
"Ya... jodoh itu jangan ditunggu tapi juga dijemput supaya gak diambil orang lain dan menyesal, kan?" Dejun menjelaskan.
Kami berdua pun diam. Terhanyut dalam pikiran masing-masing.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
