3. Hai

131 16 2
                                    

Setelah pergi ke kantin, Kiana memutuskan untuk menuju perpustakaan bersama kedua temannya. bel masuknya masih lama, gadis itu berniat untuk meminjam novel sebagai bacaan pengisi rasa gabut yang mendera jika berada di rumah. Kiana sangat gemar membaca, oleh sebab itu ia dijuluki sebagai the queen of book oleh teman-temannya.

Di seperempat perjalanan menuju perpustakaan, seseorang menghampiri mereka. Ternyata Gilang, teman satu kelas ketiganya yang gemar sekali membolos.

"Hai," sapanya dengan senyum dibuat-buat.

Mawar merotasikan kedua bola matanya. "Senyumu itu loh, mampu membuat badai kembali menerpa lautan biru," ujar Mawar sengit. Gadis itu paling tidak suka dengan Gilang. Alasannya sangat klise, Gilang jelek, nakal, dan bodoh. Sebenarnya dia tidak terlalu jelek, tapi kenakalan dan kebodohannya dalam materi membuat dirinya dicap sebagai minus-man.

Sedangkan Kiana dan Sarah terkekeh saja, tak ikut-ikutan mencibir Gilang.

"Lo kalo suka sama gue bilang kek, War!" sentak Gilanh. Cowok itu membalas tatapan sengit dari Mawar.

Mawar bergaya seolah ingin muntah. "Jijik gue dengernya. Yakali suka lo, kayak enggak ada cowok lagi aja." Gadis itu berlagak angkuh di depan Gilang.

Gilang terkekeh sinis. Kedua tangannya dimasukan ke dalam saku kanan-kiri celananya.

"Semoga lo kemakan omongan sendiri," ucapnya santai. Mawar pura-pura tidak mendengarkan.

"Oh iya, Na. Lo dapat salam," lanjut Gilang memberitahu. Cowok itu tersenyum melihat reaksi Kiana yang bingung lantaran ucapannya.

"Salam?" Pandangan Kiana mengarah pada Sarah yang juga sama bingungnya.

Gilang mengangguk. "Iya, dari Fajri kelas sebelah. Katanya buat lo, mau bales apa, enggak?" Alis Gilang terangkat, menunggu respon Kiana yang sedikit tercengang.

Mawar histeris, gadis itu menggoyang-goyangkan lengan kiri Kiana. "Na, na! Telinga gue enggak bermasalah 'kan? Apa yang gue denger dari si udik ini bener, 'kan?"

Gilang mendengkus, tak terima dengan julukan baru dari Mawar. Dulu kecoa, kemarin fuckboy, dan sekarang ... udik? Yang benar saja!

"Eh janda! Enggak usah songong, ya!" Mawar tak menanggapi. Gadis itu terus menggoyang-goyangkan lengan Kiana.

"Na, lo mau bales salam dari Fajri?" tanya Sarah penasaran. Kiana tak bergeming pikirannya berlabuh kemana saja. Merasa tidak pernah terpikirkan sebelumnya, mengapa dengan tiba-tiba seseorang yang sangat disukai kini memberinya salam?

Apakah seseorang itu tahu akan perasaannya?

Mengapa jantungnya mulai berdetak lebih cepat dari sebelumnya?

Kiana bingung, lalu mengangguk ragu sembari menatap Gilang yang mengembangkan senyumannya.

"I--ya."

Hanya itu yang bisa Kiana balas.

***

Berkali-kali Kiana berdecak sebal, gadis itu menunggu Fiki sangat lama. Ia sendirian di sini, duduk di depan aula. Sambil wifi-an sebagai mengalihkan rasa bosannya. Aturan dua jam abangnya itu sudah keluar dari lapangan, mengapa tiga jam lebih tidak ada tanda-tanda Fiki datang menghampirinya?

Matanya melirik kesana-kemari, siapa tahu sosok yang dicari muncul. Namun, harapannya pupus, Fiki belum juga menampakkan batang hidungnya.

"Harusnya enggak usah buat aturan, kalo ujungnya merugikan," dumel Kiana. Ia misuh-misuh sendiri.

"Kenapa sih harus banget gue nunggu bang Fiki balik basket? Harus banget ya, gitu."

"Nunggu itu enggak enak, apalagi nunggu yang enggak pasti. Bang Fiki itu emang bener-bener enggak pasti."

3 Mastah untuk Kiana | UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang