5. Tanggal merah & gosip

107 12 0
                                    

Hari ini tanggal merah, memperingati hari nyepi kaum hindu. Oleh sebab itu baik pekerja maupun pelajar berlibur dahulu. Sebenarnya pagi ini sangat cerah, namun tak secerah hati gadis ini. Entah apa yang membuat hatinya gundah. Ada yang menangis tapi bukan mata, ada yang sakit tapi tidak ada bekasnya. Dia Kiana, sedang berada di depan gerbang rumahnya. Entah apa yang ia tunggukan, yang pasti gadis itu sedang menunggu.

Ya, menunggu di kala hati yang tidak baik-baik saja.

Tiba-tiba senyumnya mengembang walau setipis plastik es saat ada tukang sayur  lewat sambil berteriak-teriak mempromosikan bahan dagangannya.

"Ibu-ibu sayur-sayur...."

"Sayurnya kali ini dijamin seger! Ayo buu sayurr....!"

"Beli dua iket bayam gratis satu butir telur!"

"Sayur ... sayuuuuur!"

"Om beli sayur nya!" pekik Kiana dan mendekatinya. Tukang sayur itu pun berhenti sambil menatap Kiana dengan kekehan.

"Aduh eneng mah, panggil aja Mang Syueb! Nggak usah om-oman, hehe." Kiana terkekeh mendengarnya. Tangan putih nan mulusnya menyentuh beberapa Sayur mang Syueb.

"Aduh, neng. Tangan neng mulus pisan kok mau beli sayur? Emang Ibu eneng, nyuruh?" tanya Mang Syueb hiperbola.

Kiana menggeleng. "Nggak mang, Aku yang pengen beli aja, " jawabnya tersenyum kecil.

Mang syueb melongo, lalu netra-nya menatap bangunan luas yang diyakini rumah Kiana. "Ini teh rumah eneng kan?" tanyanya lagi dan Kiana mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Berarti anak majikanya Murni dong?" Pria kulit sawo matang itu kembali menatap Kiana.

"Iya, kok Mang syueb tau aja sih," balas Kiana bingung.

"Iya taulah, orang Murni langganan Mang Syueb," ucap Mang Syueb dengan mata yang berbinar-binar.

"Ngomong-omong neng, Murninya ada?" tanya mang Syueb sedikit menyeringai.

Kiana terkekeh geli melihat perubahan mimik penjual sayur itu, sepertinya mang Syueb menyukai asisten rumah tangganya.

"Ada, tuh orang nya." Kiana menunjuk bi Murni yang baru saja menggeser gerbang agar sedikit terbuka. Lalu wanita setengah paru baya itu menghampiri Kiana.

"Aduh, Non. Dicariin juga disini rupanya?" Dari nada bicaranya, wanita itu khawatir.

"Lah.., ngapain non belanja? Duhh tugas belanja 'kan Bibi, Non. Nanti kalo tuan marah, gimana?" tanya Bi Murni panik.

Bukan apa, ia hanya takut Kiana dimarahi Rifal. Jika dirinya yang dimarahi sih tidak apa. Biar bagaimanapun bi Murni menyayangi Kiana, seperti anaknya sendiri. Bahkan jika Kiana terus dimarahi Ayahnya, tempat mengadu gadis itu adalah dirinya. Murni akan merasa sakit hati, jika Kiana menangis karena Ayahnya.

Kiana memutar kedua bola matanya malas, menurutnya Bi Murni terlalu berlebihan. "Aduh, Bi udahlah biarin aja. Mending Bi Murni masak aja biar aku yang beli sayur-sayur ini," ucap Kiana menegaskan.

"T--tapi Non...."

"Udahlah Mur, nggak usah gitu. Mending sini, berdiri disamping Aa," kata mang Syueb sambil mengedipkan matanya genit, membuat Bi murni bergidik ngeri melihatnya.

"Makasih! Saya tuh nggak minat berdiri samping kamu!" tolaknya mentah.

"Duh Mur, kamu teh gimana sih. Lagian nggak ada yang marah kok, kalo kamu berdiri di dekat Aa," goda Mang Syueb.

"Ada!"

"Siapa atuh? Kita kan sama-sama jomlo, Mur. Aa sendiri kamu juga sendiri, jadi nggak ada yang marah."

3 Mastah untuk Kiana | UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang