12. Cukup tahu

87 11 2
                                    

"Bila! Kakak dapet baju baru dong!"

Tasya berlarian dari luar ke dalam menemui Nabila yang sedang melihat-lihat majalah bersama Marlina. Anak itu menenteng dua paper bag dan memamerkan kepada adiknya.

"Nih, baju-bajunya keren, 'kan?"

"Satu warna pink, satunya warna hijau. Ini semua warna favorit kakak."

Marlina menatap putri sulungnya bingung. Dari mana dia bisa mendapatkan baju-baju itu? Pikirnya.

"Kakak, dapet dari mana bajunya?" tanya Nabila mewakili isi hati sang Mama.

Tasya tersenyum, anak itu memasukan kembali baju-bajunya ke dalam paper bag sembari menjawab, "dari Ayah dong."

Mata Nabila berbinar mendengar kata 'Ayah' yang terlontar dari mulut sang kakak, begitupun dengan Marlina. Wanita itu sekarang mengerti darimana asal baju-baju itu.

"Kakak yang bener?!"

"Iya, bener."

"Mana Ayah?"

"Ayah di sini." Rifal tiba-tiba datang. Pria itu mendekat dan tersenyum lebar sambil merentangkan kedua tangannya untuk menyambut pelukan dari kedua putri-putri  kecilnya. Tasya dan Nabila pun berlari menuju Rifal, memeluk pria itu dengan erat.

Tawa renyah hadir di sela-sela rengkuhan hangat itu. Bersamaan kepulangan Kiana, gadis itu mematung melihat kehangatan keluarga itu. Pelukan itu, serta tawa itu.

Mereka terlihat bahagia. Apakah esok hari ia akan mendapatkan sebuah kebahagiaan yang sama?

Rengkuhan itu terlepas. "Ayah, punya Nabila, mana?" Anak itu mengulurkan tangan kanannya pada Rifal.

"Nabila 'kan pengen," ujar Nabila lucu.

Dengan gemas Rifal menjawil pipi anak itu, lalu memberikan dua paper bag padanya.

"Nih, buat Nabila cantik," gemas Rifal. Dengan senang hati Nabila mengambilnya, lalu memekik senang dan menunjukkannya pada sang Ibu, bahwa dia sangat senang.

"Bilang apa, sayang?" pancing Marlina.

"Makaaasih Ayah," ucap keduanya dan memeluk Rifal dari samping.

Rifal tersenyum hangat, pria itu mengelus puncak kepala kedua putrinya. Baginya, anak-anak ini seperti anak kandungnya sendiri.

Marlina tersenyum tipis, wanita itu senang jika kedua anaknya senang. Ternyata, bahagia itu sederhana. Melihat mereka tertawa, hatinya lega. Dalam hati, ia berterima kasih kepada suaminya. Berkatnya, kedua anaknya tidak akan tanggung malu dengan hujatan orang-orang tentang mereka yang tidak mempunyai sosok Ayah.

Sementara Kiana masih di posisi yang sama. Menyaksikan keharmonisan mereka yang mengakibatkan sesak di dada.

"Ana, kamu udah pulang, sayang?" Suara Marlina membuyarkan lamunan Kiana. Wanita itu tersenyum menatapnya, begitupun juga kedua adik tirinya. Dan satu lagi, Rifal. Ayahnya itu menatapnya tanpa ekspresi yang sama seperti Marlina dan anak-anaknya.

"Kak Ana! Kakak ayo sini! Pasti kakak juga dapet oleh-oleh dari Ayah," seru Nabila semangat.

"Iya kak, aku juga dapet." Tasya ikut berseru.

Kiana melangkah dengan ragu ke arah mereka, walaupun sangat malas menghampiri entah mengapa kakinya seperti menyuruhnya mendekati mereka.

Sudah sampai. Kiana berdiri di hadapan Ayah, Tasya, Nabila, dan Marlina.

"Ayah, mana punya kak Ana?" tanya Nabila. Anak itu menggoyangkan tangan kanan Rifal.

Pria itu menatap Kiana sebentar, lalu menghela napas. Tatapannya beralih ke arah Nabila, dia berjongkok agar menyamai tinggi anak itu.

3 Mastah untuk Kiana | UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang