🕊. ―first

689 68 14
                                    

Sejak matanya terbuka, Fany tidak mendapati Ayah dan Ibunya disisinya. Pandangannya sudah menjelajah ke seluruh penjuru ruangan, namun sepasang manusia itu memang tidak ada di kamar ini.

Fany lantas memutuskan untuk turun dari atas ranjang pembaringan setelah mengumpulkan kesadarannya. Dia membuka pintu, kemudian pergi ke arah meja makan dan menemui neneknya yang memang ada di situ.

Dengan suara serak khas bangun tidur, Fany bertanya, "Papa sama Mama di mana?"

Sojung yang sedang mengambil beberapa piring dari dapur, kemudian mendengar suara Fany, dia lantas menengok dan segera masuk ke ruang makan. Alih-alih menjawab pertanyaan Fany, Sojung malah bilang, "Eh, anak Mama udah bangun?"

Ibu Seokjin ikut menoleh ke arah suara, bersamaan dengan Fany. Kemudian dia berucap, "Itu Mama."

Fany menghampiri Sojung, memeluk pinggang wanita itu. Sojung tersenyum sembari meletakkan piring kosong di atas meja makan. Setelah itu dia membalas pelukan Fany untuk beberapa saat.

"Ma, Papa mana?" tanya Fany sambil mendongakkan kepalanya.

Sojung menggerakkan dagunya, seperti sedang menunjuk sesuatu. "Itu, Papa di sana."

Tanpa melepas pelukannya di pinggang Sojung, Fany menoleh ke belakang, kemudian mendapati Papanya yang baru saja masuk dari luar rumah.

"Kenapa, cariin Papa?" tanya Seokjin sambil tersenyum.

"Papa dari mana?"

"Depan, lagi panasin mobil," jawab Seokjin.

"Fany, mandi, yuk. Nanti keburu siang," tegur Sojung. "Mau mandi sendiri atau Mama temenin?"

Fany melepas pelukannya. Kemudian gadis kecil itu menjawab, "Sendiri aja, Ma."

"Yaudah, kamu mandi sekarang, ya. Nanti Mama yang siapin bajunya," kata Sojung. "Oh ya, handuknya jangan lupa dibawa ya, Fan."

"Oke!"

― ♡ ―

Mereka berkumpul, menikmati sarapan pagi bersama. Ibu Seokjin memulai pembicaraan, sebagai yang tertua di sini. "Kalian berdua jadi bulan madu?" tanyanya pada Seokjin dan Sojung.

Seokjin lantas menjawab, "Jadi dong, Bu. Udah dapet izin juga dari kampus, sampe minggu depan."

"Berarti kalian nggak ikut ngeliat Fany pentas?" tanya Ibu Seokjin lagi.

Sojung menyahuti, "Fany pentasnya emang hari apa sih, Bu?"

"Rabu," jawab Fany mendahului Neneknya.

Sojung memasang wajah menyesal, menyudahi sarapannya. Dia bilang pada suaminya, "Kita bulan madunya ditunda dulu aja kali, ya? Fany 'kan ada pentas, hari ini juga 'kan kita mau nganter dia buat latihan."

Seokjin menenggak airnya lebih dulu sebelum membalas, "Nggak bisa gitu dong, Sayang. Akunya juga 'kan dikasih waktu cuma satu minggu dari kampus. Proses permohonan cuti juga nggak segampang itu."

"Atau gini aja deh ... gimana kalau bulan madunya kita tunda sampe kamu bisa dapet cuti lagi?" celetuk Sojung.

Ibu Seokjin spontan menyahut, "Eh, nggak! Masa bulan madunya mau ditunda cuma gara-gara Fany ikut pentas. Di sini 'kan ada Ibu, Ibu bisa kok temenin Fany."

Fany yang sedang menjadi topik pun mengangguk. Dia setuju atas apa yang Neneknya ucapkan. "Nggak pa-pa, Mama sama Papa pergi bulan madu aja. Fany ditemenin Nenek dulu nggak pa-pa, kok."

Sojung yang duduk di samping Fany lantas mengusap lembut kepala anak itu. Dengan senyuman tulus yang terukir di wajahnya, Sojung berkata, "Lain kali, Mama pasti dateng ke pentasnya Fany. Buat sekarang, maafin Mama sama Papa ya, nggak bisa dateng dulu ke pentas sekolahnya Fany?"

[2] Emotions; Sowjin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang