13. Tuduhan

95 14 0
                                    

Pagi-pagi sekali Rifal menyeret Kiana menuju ruang keluarga tanpa sepengetahuan siapapun. Pria setengah paruh baya itu terlihat sangat emosi, bahkan aura kebencian tersirat di wajahnya.

Kiana yang diperlakukan seperti itu terkejut dan meringis karena pergelangan tangannya memerah akibat tarikan paksa dari sang Ayah yang begitu kasar.

"Ayah..."

Plak!

Rifal menampar Kiana dengan keras menimbulkan suara yang memilukan bagi siapapun yang mendengarnya. Gadis itu tertoleh ke samping, memegang pipi sebelah kirinya yang terkena tamparan tersebut. Sungguh tak terduga, tangan yang selama ini membelai rambutnya lembut kini berubah menjadi kasar. Tangan itu tak lagi sama, tangan itu berubah menjadi boomerang, entah apa sebabnya ia mendapatkan hal yang mengejutkan ini.

Ia menatap Ayahnya tak percaya, mengapa Rifal sekasar ini? Apa salahnya?

"Kamu tahu 'kan hal apa yang Ayah benci selama ini?"

Hampir saja mata Rifal keluar. Pria itu melotot dengan sempurna di depan putrinya, dia benar-benar dilanda kemurkaan.

"Ayah benci dengan kebohongan."

"Sekarang ayah tanya sama kamu, cukup enggak sama uang jajan dari Ayah? Hah?!"

"Cukup enggak?!" Rifal berteriak tepat di depan wajah Kiana.

"C--cukup, Ayah...."

"Kalo cukup, kenapa kamu ambil uang di brankas?!"

Kiana menggeleng, ia tak tahu sekaligus bingung mengapa tiba-tiba ayahnya membahas brankas. Apakah yang di sana ada yang hilang?

"Aku enggak ambil, yah."

"BOHONG!"

"Bukan aku ayah," balas Kiana membela diri.

Dengan segan Rifal mencerkam rambut putrinya kasar hingga wajah Kiana mendongak ke atas, perlakuannya kali ini agar putrinya mau mengaku.

"Jawab yang jujur sama ayah, buat apa kamu ngambil uang dari brankas, hm?!"

"Buat apa?!"

Kiana menangis, gadis itu tak percaya dengan apa yang Ayahnya lakukan kepadanya sekarang. Ia tak mengenali siapa pria yang kasar ini.

"Sumpah ayah, aku enggak ngambil," aku Kiana terisak. Gadis itu kesakitan.

Rifal semakin menguat pada cengkeraman itu, rahangnya mengeras. "Kalo bukan kamu, siapa lagi, Ana? Siapa lagi yang tahu di mana letak brankas kalo bukan kamu? Kamu inget 'kan, hanya ayah, almarhumah Ibu kamu, kakak kamu, dan kamu yang tahu. Enggak mungkin bi Murni, enggak mungkin juga mang Ujang. Apalagi Mama Marlina."

"Kamu mau ngelak gimana lagi, sudah jelas-jelas kamu yang ngambil!" Setiap perkataan yang Rifal lontarkan itu penuh penekanan dan berhasil membuat Kiana sakit hati. Padahal bukan dia pelakunya, mengapa ayahnya yakin sekali jika dirinya yang mengambil?

"Ayah, aku enggak ngambil. Aku berani sumpah," kata Kiana bergetar.

Rifal jengah, pria itu muak dengan semua elakkan Kiana. Dengan tak berperasaan Rifal menghempaskan kepala putrinya hingga terbentur ke dinding.

Kiana terus terisak, ia takut pada sosok dihadapannya. Namun, sosok menakutkan itu mendekat sambil menatapnya dengan tatapan penuh kebencian.

"Ayah kecewa sama kamu, Ana. Bisa-bisanya kamu melakukan hal yang Ayah benci. Padahal ayah enggak pernah ngajarin kamu mencuri, tapi dengan tidak tahu dirinya kamu melakukan hal menjijikan ini. Kamu pikir ayah enggak murka?!"

3 Mastah untuk Kiana | UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang