26 November 2020
Tiga belas tahun sudah terlewati, namun kenangan itu tak pernah hilang. Seakan akan memendam di dalam pikiran, membentuk butiran - butiran kristal tajam. Masih terekam jelas bagaimana tanah demi tanah menutup lubang tersebut, kelopak bunga yang jatuh bertaburan, dan setangkai Marigold.
×××
25 November 2007
"THEO! KEMBALIKAN PONSELKU!" Terdengar suara melengking khas seorang gadis yang baru beranjak dewasa.
"Tidak mau. Kau harus mengambilnya sendiri, dasar pendek."
Seorang remaja lelaki terlihat menggengam ponsel, sembari mengangkat tangannya ke atas agar tidak dapat terjangkau gadis dihadapannya.
Remaja itu Theo, hobi sekali menjahili Jea. Mereka telah bersahabat cukup lama. Namun, apa benar hanya bersahabat? Bukankah kata orang, dibalik persahabatan lelaki dan wanita, salah satunya pasti memendam rasa.
Theo memendam rasa tersebut cukup lama, sekitar lima tahun setelah tiga bulan mereka bertemu. Ia memiliki alasan tersendiri mengapa harus menutupi fakta tersebut. Fakta indah yang harus tertutup alasan gelap tak berujung.
"Nih ku kembalikan. Dasar pendek, segitu saja tidak bisa dicapai, bagaimana ingin jadi pramugari?" Kalimat tajam yang diakhiri oleh decihan menancap jelas di hati Jea.
Theo dan kata - kata kasarnya.
"Hey! Hey! Katakan itu kepada seseorang yang ingin menjadi dokter namun takut terhadap darah!"
"Aku tidak."
"Pembohong."
Tidak, kau pemberani. Aku lah yang pengecut. Kau menyimpan rahasia penuh darah itu, bagaimana bisa kau takut dengan darah?
"Sudahlah, lebih baik masuk kelas mu. Sebentar lagi bel masuk berbunyi."
Kringg! Kringg!
Tepat selesai Theo berbicara, bel tersebut berbunyi. Tidak butuh waktu lama untuk mereka kembali ke kelas. Sudah menjadi ritual mereka untuk berlomba menuju kelas.
Siapa yang terlambat, meninggal lebih dulu.
Kalimat itu selalu terucap saat mereka berlomba. Jea yang selalu terlambat dalam hal adu kecepatan berpikir bahwa ia akan meinggal lebih dulu daripada Theo.
Tidak. Ini semua terbalik.
×××
Sore ini, setelah pulang dari sekolah yang memuakkan, Theo dan Jea terlihat sedang mengerjakan sesuatu di cafe. Cafe yang tak jauh dari sekolah mereka. Terlihat beberapa lembar kertas berserakan diatas meja. Hah.. Tugas sekolah.
"Kau mau pesan apa? Latte?"
"Hmm samakan saja denganmu."
"Aku akan memesan Americano kalo begitu."
"Hey! Tidak jadi kalau seperti itu! Belikan aku cokelat panas saja."
Tanpa membalas lagi, Jea berjalan ke kasir. Ya, memang Theo dan Jea memiliki kepribadian yang sedikit unik. Rata - rata para lelaki akan memilih americano dibanding cokelat panas bukan? Sedangkan perempuan kebalikannya. Namun hal itu tidak berpengaruh terhadap mereka. Unik.
Sembari menunggu Jea memesan minuman mereka, Theo melanjutkan pekerjaannya yang sempat terganggu tadi. Dengan lincah jari jemari itu menorehkan tinta pulpen di atas kertas polos. Menulis rancangan laporan yang akan mereka buat. Laporan mengenai— Flor de Muertos.
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] Flor de Muertos
Teen Fiction/. Flor de Muertos Cempasuchil atau Marigold disebut sebagai flor de muertos, karena bunga ini kerap ditanam di dekat nisan.