"Kak Dion, ini bekalnya ketinggalan tadi pagi," ucap seorang gadis sembari menyerahkan kotak makan berisi roti lapis.
Pemuda itu menaikkan sebelah alisnya. "Bekal?" tanyanya memastikan
"Kata Ibu, kak Dion harus bawa bekal ke sekolah."
"Thanks."
Anya mengangguk lalu pergi dari sana sembari menggandeng lengan Gita, teman masa kecilnya.
"Siapa tuh? Pacar lo?" tanya pemuda bermata hazel pada sahabatnya
Sementara Dion tak menggerakkan bibirnya untuk menjawab, hanya tatapan yang seolah berkata "dia bukan siapa-siapa" dan cukup membuat Rafael paham.
"Cewek, kok, hitam," sarkasnya lalu terkekeh. "Tapi temennya tadi boleh juga."
Sepertinya memang benar, dunia hanya berpihak pada mereka yang good looking. Beberapa orang mendapatkan tempat yang lebih baik di masyarakat karena memiliki penampilan menarik.
Yap, Anggita Anastasya, nama yang manis untuk seorang gadis yang terkesan tomboi. Gita dan Anya berteman sejak kecil, mereka terpisah dan akhirnya bertemu kembali di sekolah ini.
Dion merotasikan bola matanya malas. Di salah satu sudut ia menangkap sebuah pemandangan lewat ekor matanya.
Tunggu ... apa itu? Seorang gadis sedang menangis. Itu memang bukan urusannya, tapi rasanya ada yang aneh.
Rasa penasaran telah mengikatnya. Jadi, ia mulai memalingkan wajah. Hanya satu pertanyaan yang terlintas sekarang.
Apa ucapannya terlalu kasar semalam?
Tidak! Jelas ini bukan dirinya. Seorang Dion Revalino Adhitama bukanlah pemuda yang mudah meminta maaf, iya, 'kan?
"Jangan pedulikan itu! Gak penting!" sugestinya pada diri sendiri.
Sore yang mendung ini menjadi saksi bagaimana seorang pemuda bermata lebar diseret oleh temannya melewati lorong sekolah yang ramai oleh para murid saat jam pulang sekolah.
Dion terburu-buru melangkahkan kaki menjauh dari kelasnya, tak lupa menarik sahabatnya yang kelewat aktif--Rafael.
Langkahnya berhenti mendadak setelah menemukan seseorang yang ia cari. Napasnya bahkan belum teratur, ditambah wajah yang berpeluh membuatnya terlihat ... semakin berantakan.
"Kenapa, Kak?" tanya seseorang yang daritadi terdiam
"Sorry," ucap Dion singkat.
Rafael cengo, benarkah ini sahabatnya? Dia baru saja meminta maaf?
"Maaf buat apa?" tanya Anya hati-hati, takut membuat pemuda itu marah dan kembali memaki dirinya.
"Ucapan yang semalam," balasnya
Dion tidak jahat, dia hanya mengucapkan apa yang seharusnya ia katakan. Namun, sifatnya yang to the point sering dianggap kasar oleh orang sekitar.
Gadis berambut panjang itu terkejut, tak menyangka Dion akan minta maaf padanya.
"Iya," balasnya tak kalah singkat, Dion mengangguk.
"Semalem?! Emang semalem lo ngapain, Yon?" Rafael sudah heboh di tempatnya.
Lagi lagi cowok bermata tajam itu diam, tak peduli pada temannya yang hampir berubah menjadi mutan karena pertanyaannya tidak dijawab.
"Minta maaf!" ucapnya pada Rafael
"Gue nanya apa yang dijawab apa." Pemuda ramah itu mendecak kesal.
"Buruan minta maaf! Harus tulus!" titahnya tak mau dibantah.
Sejenak Rafael menghela napas, matanya menatap aneh pada gadis di depannya. Tentu saja! Dia tak merasa membuat kesalahan, untuk apa minta maaf?
Namun, pada akhirnya. "Sorry kalau lo tersinggung, meski gue gak tau salah gue di mana," ucapnya dengan puppy eyes yang menjadi andalan. Dasar labil.
"I-iya, Kak." balas Anya gugup. Jangan tanyakan mengapa!
Dua pemuda itu berlalu pergi. Jika Rafael akan tersenyum pada orang yang dikenalnya, tidak dengan Dion.
Prinsipnya --Tetap maju dan jangan pedulikan mereka-- masih ia pegang teguh.
"Ya ampun. Gamteng banget," seorang gadis mengipasi wajahnya dengan tangan kanannya.
"Ganteng, bukan gamteng!" ralat temannya. "Btw, gue baru sadar Dion sekeren itu," gadis itu tiba-tiba menunduk saat menyadari tatapan Dion yang telah mengarah padanya.
"Ciee kakak Dion yang ganteng udah gede, ya. Udah banyak yang suka," goda Rafael. Dion diam tak berniat menjawab.
Rafael manyun. "Mereka salah makan apa sih? Tumben banget bersikap baik sama kita."
Berteman dengan Dion itu menyebalkan. Lihatlah! Ia hanya mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dion [TAMAT]
Teen Fiction#Pain1 Semesta yang menolak memberi senyum dan kisah yang hanya ingin berakhir dengan kepedihan. - - - - - Dion Revalino Adhitama, cowok dingin yang terbiasa berkata pedas. Namun, tiba-tiba meminta maaf atas ucapannya pada orang asing. Sebegitu besa...