8.RENCANA

1.8K 107 7
                                    

"Ada di mana..?Kenapa nggak ikut kelas ??" Suara wanita terdengar dari dalam ponsel milik Johan yang ia tempelkan di telingan.

"Kalau kau menelpon ku hanya untuk bertanya hal nggak penting seperti itu, akan aku tutup." Johan menjawab dengan nada santai.

Ia berdiri bersandar pada tembok di sisi Mall yang tidak terlalu ramai dengan orang-orang.

Beberapa wanita yang berjalan melewatinya melirik atau bahkan menoleh ke arahnya, hanya sekedar mengagumi fisik rupawan dengan postur ideal yang di miliki Laki-laki berusia 23 tahun dengan alis tebal dan rambut lurus nya itu.

"Jo !" Suara wanita dari dalam ponsel mengeras. "Sudah bertahun-tahun, tapi aku tetap nggak pernah kau anggap setelah semua yang aku lakukan padamu..??" dari nada bicaranya seolah tak percaya.

Wajah Johan tampak malas, ia memasukan satu tangannya ke dalam saku celana jenas nya.

"Kau selalu menjadikan hal itu sebagai senjata mu untuk mengekangku Sonia." Johan berkata. "Tapi aku juga sudah mengatakan padamu dari awal. Meskipun kau bisa memanipulasi data dan merayu Ayahmu yang Rektor Universitas untuk menjadikan aku President BEM, aku tetap nggak bisa memberi mu status sebagai pacarku, apa lagi pendamping hidup." Johan terkekeh.

"Kau...." Suara dari dalam ponsel terdengar gemetar.

"Sudahlah, aku sedang sibuk. Kau bisa telpon aku lagi nanti malam." Ucap nya. Dan tanpa mendengar lagi protes dari dalam ponsel. Johan sudah mematikannya, dan memasukan ponselnya kembali ke dalam saku celananya.

Dari raut wajahny terlihat jika Johan sedikit kesal, namun beberap detik kemudian senyum mengembang di bibirnya. Sesaat ia terkekeh sendiri sambil menunduk dan memegangi keningnya, sebelum kemudian ia berjalan ringan menuju Cafe tempatnya tadi.

"Saranku jika ingin dekat dengan Kak Amdreas kau dekat dulu dengan Kak Rendy." Anya berkata sambil meminum fruit flappeo mixed berries nya.

"Kak Rendy..??" mata Lira membulat. "Maksudmu Ketua OSPEK kita tadi..??" tanyanya.

Anya mengangguk cepat. "Mereka bersaudara dan tinggal satu rumah. Kemana-mana mereka juga sering bareng." Anya menerangkan. "Tentu saja, kecuali jika Kak Andreas ke kamar mandi." gadis berambut pendek itu tertawa terbahak.

Lira hanya tersenyum kecut melihatnya. "Aku mendengarkan dengan serius dia malah bercanda." ucapnya dalam hati.

"Naah...aku sudah menceritakan semua." Anya berkata sambil mendekatkan wajahnya pada Lira. "Nanti kalau Kak Johan kembali, giliran mu yaa untuk mendekatkan aku padanya." Anya mengedipkan sebelah matanya.

Sebenarnya Lira masih kesal dengan Anya, namun karena keinginannya untuk mengenal Seniornya yang bernama Andreas itu begitu kuat, ia memilih mengangguk dengan hati tak rela.

"Eh, Kak Andreas wajahnya kan mirip orang Jepang-jepang gitu dengan mata sipitnya. Tapi kenapa Kak Rendy wajahnya Indonesia tulen...??" Lira kembali bertanya. Melihat tingkah Anya hari ini, sebenarnya Lira jadi ragu dengan informasi yang si sampaikan Anya untuknya.

"Mereka bukan saudara kandung, tapi saudara jauh yang tinggal bareng di Rumahnya Kak Andre." Anya menerangkan.

Lira memicingkan matanya tak yakin, namun ia tak membantahnya, karena ia sendiri tak tahu benar atau salahnya informasi yang di sampaikan teman baru nya itu.

"Pokoknya kalau kau ingin mendekati Kak Andreas, kau harus mendekati Kak Rendy dulu." Kembali Anya memberi tahu.

Lira terdiam dengan kening sedikit berkerut memandag Anya yang sedang berbicara kepadanya.

"Kak Rendy orangnya ramah dan juga baik sekali, kau akan lebih gampang mendekatinya dari pada mendekati Kak Andreas yang galak dan slengean." Kata Anya setelah menyuapkan potongan terakhir dari Dory sandwich nya.

"Bagaimana kalai malah Kak Rensy mengira aku menyukainya...??" Lira bertanya sambil menyuapkan sedikit demi sedikit oriental chicken salad nya.

Anya tertawa mendengarnya. Di minumnya fruit flappeo mixed berries nya yang tinggal sedikit sampai habis. Kemudian di condongkan tubuhnya ke arah Lira, "Kak Rendy itu gay..." bisiknya.

Mata Lira langsung membulat, ia hampir berteriak terkejut mendengarnya.

"Jadi kau tenang saja..." Anya tersenyum lebar.

Otak Lira langsung berputar, karena Andreas selalu satu paket dengan Rendy ke mana pun.

"Ayo kita pulang Lir, ini sudah sore." Johan sudah berdiri di belakangnya. Membuat ia dan Anya menegadahkan kepala ke arah nya.

"Tapi kopi Kakak..." Lira melihat cangkir kopi milik Johan yang sama sekali belum tersentuh dan telah dingin.

"Biarkan saja." ia berkata.

"Baiklah..." Anya bangkit dari duduknya.
"Aku masih ada urusan, jadi aku pulang dulu kak." Anya tersenyum lebar pada Johan.

Lira melirik ke arah Anya saat gadis berambut pendek itu membungkukkan badannya dan membisikan sesuatu sambil tersenyum. "Ingat janji kita..." bisiknya.

"Kapan aku janji....??" Lira berkata dalam hati saat melihat Anya berjalan mendekati Johan.

"Kapan-kapan kita jalan berdua yaa kak...??" Anya mendongkak kan wajah mungilnya memandang Johan saat gadis itu berada tepat di depannya.

Menanggapinya Johan hanya tersenyum tipis, membuat Gadis berambut pendek dengan perawakan kecil nya itu makin lebar tersenyum.

Saat sudah sampai kejauhan pun gadis itu masih melambaikan tangannya dengan wajah ceria ke arah mereka.

"...Anya gadis yang ceria yaa Kak...?" Lira berkata saat ia dan Johan sudah berada di dalam mobil Chevrolet Camaro RS warna metallic nya.

Saat itu langit sore telah menghitam dengan awan mendung yang menyelimuti. Ranting-ranting pohon yang di tanam sebagai penghijauan di sepanjang jalan raya yang mereka lalui tampak bergerak-gerak seiring angin kencang yang berhembus.

Melihat fenomena itu, bisa di pastikan jika sebentar lagi akan ada hujan badai yang menguyur Kota mereka.

"...Iya, dia ceria..." Johan akhirnya menjawab setelah sekian menit dia terdiam.

Lira berkali-kali melihat ke arah Kakaknya yang masih berkonsentrasi menyetir. Hatinya bimbang, seumur hidup dia belum pernah mencomblangkan seseorang, apa lagi itu Kakaknya sendiri.

Karena Kakaknya terlihat tak tertarik demgan pembicaraan soal Anya, akhirnya Lira memutuskan diam dan menunggu waktu yang tepat untuk kembali mempromosikan Anya pada Kakak nya.

Saat Mobil warna mettalic itu memasuki gerbang tinggi warna cokelat tua, hujan mulai turun.

Mobil itu terus melaju lurus melewati jalan berpaving di tengah dengan kanan kirinya yang terhampar tampan indah dengan gazebo besar dari kayu jati yang di ukir indah di tengah taman.

Mobil mereka berhenti tepat di belakang Mobil BMW X3 sDrive 20i warna black. Seorang Pelayan laki-laki sudah datang menghampiri mereka, Johan yang telah turun segera menyerahkan kunci mobil nya untuk di parkirkan di belakang oleh si Pelayan.

"Papa sudah pulang dari Beijing." Lira berkata saat melihat mobil BMW X3 sDrive 20i di depannya.

Johan terdiam dengam ekspresi tak terbaca saat ia berjalan melewati Mobil mewah warna hitam itu.

Bahkan saat Lira mengapit lengannya untuk masuk bersama ke dalam Rumah 1 lantai mereka yang begitu luas dengan gaya etnik nya, Johan hanya mengatupkan bibirnya dan tak memberi reaksi lainnya.



PSYCHOPATH LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang