John Temptation
#Book2
Setelah berpisah dari Tamara Kelsey, John Gage kembali jatuh ke dalam lubang gelap yang sama tempat ia pernah terjebak dulu. Dalam berbagai kesempatan mereka selalu bertemu dan John tidak dapat menyangkal bahwa ia masih sanga...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Tamara...." sudah sangat lama nama itu tidak terucap oleh bibirku.
Tamara berdiri di hadapanku sambil menusukku dengan tatapannya yang dingin. Aku tidak melihat apa-apa di matanya, tidak pula kebencian dan rasa sakit, aku tidak merasakan Tamara, dia kosong dan berbeda.
Kami masih belum saling menyentuh setelah Tamara mundur dari pelukanku beberapa saat yang lalu. Kami hanya menatap ke dalam mata satu sama lain di antara pasangan yang terus berdansa tanpa memedulikan ketegangan yang terjadi di antara kami. Aku mengambil kesempatan itu untuk melihat wajah Tamara dari dekat, dia masih sama tapi tidak berwarna. Warna pada dirinya seakan-akan telah luntur sejak lama.
Setelah cukup lama kami terdiam aku memberanikan diri untuk mengulurkan tanganku kepadanya. Dia menatap tangan itu lalu dengan ragu menyambutnya. Tamara mengambil satu langkah untuk mendekat kepadaku kemudian dengan canggung ia meletakkan kedua tangannya di bahuku.
Jantungku memompa dengan semangat, setelah sekian lama akhirnya aku dapat menyentuh gadis ini lagi. Merasakan kelembutan tangannya di dalam genggamanku dan menghirup aroma vanila yang manis yang masih melekat di tubuh mungilnya.
Sial, aku sangat merindukannya dan menyentuhnya seperti ini saja tidaklah cukup untuk melampiaskan betapa beratnya rindu yang aku rasakan semenjak kami berpisah.
Tubuh kami yang kaku sama-sama tidak bergerak, kami hanya berdiam diri di tempat. Tangannya yang indah masih tersampir di bahuku, sementara tanganku yang berada di pinggangnya bergerak ringan memberikan usapan yang lembut pada sisi tubuhnya. Mendadak tubuh Tamara bergetar pelan, ia tersentak dan segera mendorong tubuhku lalu pergi meninggalkan lantai dansa begitu saja tanpa mengatakan apa pun.
Aku memandangi punggungnya yang semakin menjauh sampai ia menghilang di balik kerumunan para tamu. Kutelan sesuatu yang mengganjal di tenggorokanku, yeah inilah yang pantas aku terima, bahkan Tamara sudah menunjukkan sedikit kemurahan hatinya dengan bersedia bertahan selama 2 menit bersamaku.
Tanpa sengaja mataku bertabrakan dengan Rod. Pria itu menatapku bingung lalu dia pergi untuk mengejar Tamara yang lari entah ke mana. Aku mendesah gusar lalu kembali ke meja.
Maaf Malin, aku tidak bisa menggunakan kesempatan yang kau berikan dengan baik.
Aku sedang berbincang dengan beberapa kenalan saat aku menyaksikan Jackson sedang kelimpungan melihat Chelsea yang mendadak hadir tanpa diundang. Malin yang sudah terlanjur melihat kehadiran Chels menjadi cemburu, ia melirik tajam Jackson yang berusaha menjelaskan bahwa dirinya sama sekali tidak mengundang Chelsea ke pesta pernikahan mereka.
Merasa kasihan melihat kakakku, aku akhirnya berjalan menghampiri Chelsea yang dengan percaya dirinya datang ke pernikahan Jackson. Ia tersenyum lebar saat aku datang kepadanya dan berdiri tepat di hadapannya.
"Oh John!" Chelsea melemparkan dirinya ke dalam pelukanku dan sialan tanpa kusadari Tamara melihat itu, tapi ia segera mengalihkan wajahnya seolah-olah ia sama sekali tidak terganggu.
Aku mendorong Chelsea dan bertanya, "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku ingin mengucapkan selamat kepada Jackson" jawabnya tanpa merasa malu.
"Jackson tidak mengundangmu!" cetusku.
"Aku tidak peduli" sahutnya, acuh.
"Dengar Chels, sebaiknya kau pergi sebelum aku memanggil penjaga untuk mengusirmu" kataku.
Chelsea memutar kedua bola matanya, "Aku hanya ingin menyapa Jackson, itu saja, aku berjanji tidak akan mengusik wanita gendut itu"
Aku mendengus geli mendengar Chelsea mengatai Malin gendut. Malin punya tubuh yang bagus, Chelsea hanya iri karena dia terlalu kurus dan tidak memiliki lekuk.
"Pergi, Chelsea!" tegasku.
Akhirnya Chelsea pun menyerah, "Baiklah, aku pergi," ia mengulurkan secarik kertas kepadaku, "Sebenarnya aku datang ke sini untuk bertemu denganmu, aku dengar kau sudah putus dengan kekasihmu, ini nomorku yang baru kau bisa menghubungiku kapan saja"
Chelsea membuat gerakan tubuh yang mengundang saat ia melangkah semakin dekat kepadaku.
"Aku sangat merindukanmu, John" bisiknya. Tanpa peringatan wanita itu mencuri satu kecupan di bibirku, dengan refleks aku langsung mendorongnya kasar lalu menatap tajam Chelsea yang terkikik geli melihat responku.
"Pergi" desisku dengan rahang yang mengeras. Chelsea mengerling nakal kepadaku. Sambil melambaikan tangannya dengan centil ia berkata, "Dah, John"
Ugh, dasar wanita gila.
Aku menghapus bekas ciuman wanita murahan itu di bibirku berulang kali lalu aku mencuri pandang melihat Tamara yang duduk di mejanya dengan pipi yang memerah. Dia tampak sangat kesal, apa ia melihat Chelsea yang baru saja menciumku? Terkutuk jika Tamara benar-benar melihat itu.
Seorang wanita berambut merah datang dan menarik Tamara untuk bergabung dengan para wanita yang siap untuk menerima lemparan bunga dari Malin. Tamara tampak tidak bersemangat untuk mendapatkan bunganya, yeah syukurlah itu artinya dia tidak punya keinginan untuk menikah dengan Luke, kekasihnya.
Namun saat bunga dilempar, bunga itu berhasil ditangkap oleh Tamara. Malin yang melihat bunga itu ada di tangan sahabatnya langsung memekik kesenangan sementara aku berdiri dengan acuh di tempatku, oh itu hanya permainan konyol yang tidak berarti apa-apa 'kan? Tamara tidak akan menikah dengan Lucas Chapman!
"Lihat siapa yang mendapatkan bunganya" Jackson datang dan berdiri di sisiku dengan maksud mengganggu.
"Pergilah, aku tidak ingin mengumpat di hari pernikahanmu" kataku, memperingati.
Jackson terkekeh geli, "Dasar pemarah," aku mengabaikannya dan masih terus memandangi Tamara dari tempatku, "Omong-omong terima kasih telah mengusir Chels, aku bersumpah aku tidak mengundangnya untuk hadir di sini"
"Aku tahu" kataku.
Tamara berputar dengan wajahnya yang sendu, ia hendak melangkah kembali ke mejanya namun tiba-tiba saja langkahnya terhenti dan dia sialan menatapku. Aku terdiam. Sekujur tubuhku menegang. Perlahan senyum di bibirnya terukir dan aku sama sekali tidak mengerti akan maksud dari senyuman itu.
"Perasaanku saja atau dia benar-benar sedang tersenyum kepadamu?" tanya Jackson, memastikan.
Aku berdeham lalu mengangguk, "Aku juga tidak percaya"
Tamara menatap bunga yang ada di tangannya lalu kembali menatapku dengan senyuman yang semakin lebar dari sebelumnya.
"Luke!" serunya.
Fuck it!
Aku melihat bajingan kurus itu datang dan berjalan melewatiku untuk menghampiri Tamara yang berdiri menunggunya di sana. Batinku mencelos, senyuman manis itu bukan untukku, melainkan untuk Lucas Chapman yang baru saja datang.
"Aku pikir kau tidak bisa datang" ucap Tamara sambil memeluknya erat.
Rasa sesak dan perih mencekik tenggorokanku.
Luke menyentuh dagu yang indah itu, ia mengusapnya lembut sambil menatap ke dalam kedua bola mata Tamara yang berbinar indah, "Aku tidak akan membiarkan kekasihku menghadiri acara pernikahan temannya seorang diri" ucapnya, merayu Tamara.
Luke mendekatkan wajahnya kepada Tamara dan aku langsung pergi karena tidak ingin melihat apa yang terjadi selanjutnya. Aku tidak ingin menyaksikan bajingan beruntung itu mencium bibir gadis yang aku cintai atau amarah ini tidak akan dapat kukendalikan lagi.
Sialan John, kau telah mengacau dan terimalah ini sebagai balasannya!