BAB 9. So Bad

988 50 0
                                    

Semua anak-anak yang lain juga ikut bangkit dari kursinya. Mereka membuat lingkaran mengelilingiku. Aku bisa merasakan bulu kudukku merinding. Tatapam-tatapan mengintimidasi itu begitu menohok hingga membuat kakiku gemetar.

"Perrie..." lagi, aku memanggil Perrie dengan lirih, berharap mendapatkan lindungan dari wanita punk berambut biru ini. Aku tahu, hal itu akan percuma karena tentu saja Perrie lebih memilih teman-temannya dari pada aku.

Michael duduk di depan mejaku. Dengan gaya yang menantang ia menatapku dengan tegas. Semua orang menatapku ganas sekarang. Ya ampun, keadaan ini seperti beberapa ekor anjing yang sedang mengepung seekor anak kucing yang tak berdaya. Dan tentu saja anak kucingnya adalah aku.

Aku menundukkan kepala. Menghindari tatapan-tatapan mengintimidasi dari setiap anak yang menatapku.

"Heh, kenapa kau menunduk?" tanya Michael yang baru kusadari sekarang telah melipat kedua tangannya di dada. Gaya menantang khas seorang preman. Bila di dunia ini ada sekolah untuk menjadi preman, aku bertaruh Michael adalah lulusan terbaik dari sekolah tersebut.

"HEHH!! AKU BICARA PADAMU, ANAK BARU!

aku tersentak. Michael berteriak tepat di depan wajahku. Aku menunduk tak tenang. Rasanya jantungku berdegup lebih kencang dari yang pernah ada. Dan aku tak tahu harus berbuat apa. Apakah aku harus menatapnya dan menjawab atau terus menunduk dan menjawab. Tapi keduanya terasa buruk, Michael tidak akan senang bila aku menyahut dan aku bahkan tidak tahu harus mengatakan apa.

aku begitu panik ketika Michael mengamit pipiku dengan tangan kanannya. Ia menekan kuat pipiku membuatku nyaris mati ketakutan. Rasa sakit yang di timbulkan akibat tekanan tangan Michael terhadap pipiku itu, aku hiraukan begitu saja ketika melihat Michael mulai mengeluarkan pisau lipat dari balik kantung celananya. Astaga, apa itu sungguhan?

Michael tersenyum puas seakan inilah hal yang ia nanti-nantikan sejak tadi. Aku terdiam. Tak bisa berbuat apa-apa. Mataku hanya menatap lurus pisau itu seolah pasrah dengan keadaan. Tubuhku terasa keras dan tak bisa bergerak sedikit pun karena takdir telah mengubahku menjadi batu untuk saat ini. Urat motorikku mengalami gangguan dan aku hanya bias mengeluh di dalam hati 'ada apa denganku? Tuhan, bantulah aku. Kumohon'.

Masih memegangi pipiku dengan kasar, Michael membuka pisau lipatnya. Wajah sangar itu memperlihatkan kebencian yang amat sangat besar terhadapku. Ia mendekatkan pisau lipat itu menuju pipiku. Aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia pasti akan menyayat pipiku dengan pisau lipatnya.

"Hahaha Christian! Ya ampun kau lihat mukanya? Dia sangat ketakutan dan itu lucu sekali hahaha," aku mengenal suara tawa itu. Ia Bradley. Kuarasa lelaki itu benar-benar gila. Bagaimana bisa dia menganggap perbuatan mengerikan seperti ini adalah sebuah lelucon? Aku butuh seorang psikolog untuk mengecek kondisi kejiwaanya.

Pisau lipat itu mendarat di pipiku, aku menutup mata ketakutan. Rasa dingin dari benda tajam itu membuat tubuhku bergetar hebat. Matilah aku. Aku ingin berteriak. Namun apa daya, aku bahkan tak bisa mengelurkan suara sedikit pun meski itu hanya bisikan. Suaraku seperti tersekat.

"Sekarang, rasakan terapi pipi khusus darik,." ujar Michael sambil menyeringai lebar. Aku menggeleng pelan. Tak kusadari ternyata aku masih bisa menggelengkan kepalaku meski itu hanya gerakan refleks.

"Ja..ngan," ucapku akhirnya. Suaraku bergetar menandakan bahwa aku sangat ketakutan sekarang. Aku tidak pernah berada di kondisi seperti ini sebelumnya. Tak kusadari aku meneteskan air mata yang menetes di buntut mataku masih dalam keadaan mata yang terpejam.

"Cukup Mike, hentikan."

Suara pahlawan dari mana itu? Aku membuka mataku, melihat seorang lelaki ketimuran berdiri di sampingku. Ia menurunkan tangan Michael yang memegang pisau lipat agar menjauh dari pipiku.

The Secret Between You And LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang