Geurimja

141 22 2
                                    

___

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


___


Joseon, 1485.

Hanok sederhana itu sengaja diperuntukkan sebagai perpustakaan di pinggiran kota. Meski sederhana namun layak disebut sebagai giwajib. Agak jauh dari hiruk pikuk keramaian. Halaman depan tidak terlalu luas ditumbuhi pohon-pohon sakura yang tengah bermekaran. Kelopak-kelopak yang gugur mengisi petak kosong di penjuru tempat, termasuk bangku-bangku kayu yang setiap menjelang petang akan ramai oleh anak-anak kecil belajar baca tulis. Menelisik ke dalam, giwajib kecil itu rupanya penuh oleh rak berisi buku-buku. Siapa saja berhak berkunjung. Pemiliknya akan menyambut dengan tangan terbuka.

Para ibu yang membiarkan anak-anaknya belajar di sana mengatakan hal itu tanpa sungkan. Selain itu, mereka juga mengakui jika pemilik perpustakaan adalah seorang pria keturunan yangban dengan wajah tampan menawan.

Sekiranya, yang disebut tadi sebagai satu-satunya pesona utama dari perpustakaan yang gasal disebut tempat menyenangkan.

Namjoon membuktikannya sendiri. Pria yangban penuh daya pikat itu ada di hadapannya sekarang. Bibir gemuk yang merah merona bergerak-gerak membacakan naskah panjang dari buku yang dibaca. Hidungnya mancung dan sempurna. Kedua pipi berisi dengan semburat warna kelopak sakura lembut. Dua manik bulat cemerlang terbingkai kelopak tipis dan alis hitam rapi. Beberapa helai rambut hitam di atas dahi tertiup semilir angin, mengganggu ketenangan sewaktu membaca. Menggunakan jari-jarinya yang tidak begitu lurus dia menyeka rambut ke belakang telinga. Diikuti bola mata berganti fokus dari tulisan kepada pria yang memandangnya tanpa kedip.

Mungkin, Namjoon berpikir jika penjelasannya lewat buku tebal tadi dianggap sebagai dongeng pelipur lara. Benar dan tepat! Suara pria mengenakan hanbok berwarna biru gelap itu sangat merdu sekali. Melebihi dentingan senar-senar gayageum yang dimainkan dengan piawai dan harmonis.

"Namjoon! Jangan bilang aku harus mengulang kata-kataku lagi! Kau pasti mengantuk! Cuci wajahmu sana!" gerutu Seokjin. Bibirnya maju. Liurnya sampai kering begitupun suaranya membaca empat lembar kertas yang sesak oleh kumpulan rangkaian huruf. Rupanya, Namjoon malah terjebak dalam dunia khayal, entah memikirkan apa.

"Salah sendiri. Aku kan tidak meminta penjelasan sepanjang itu. Beberapa poin penting telah kutulis. Sisanya... menikmati suara dan wajah cantikmu," balas Namjoon tanpa ragu. Namjoon tidak melamun. Baginya, wajah sempurna itu sulit membuatnya memusatkan pengelihatan pada objek lain.

Merah sudah wajah Seokjin, termasuk telinga dan leher yang jenjang. Berlipat lebih menggemaskan. Tambahkan itu sebagai alasan kenapa Namjoon senang menggodanya.

Namjoon sudah jatuh hati pada pustakawan manis bernama Geum Seokjin sejak awal perjumpaan mereka. Ditemani Hoseok, Namjoon menelusuri padatnya kota demi mencari jawaban atas teka-teki dari Menteri Song—guru ajarnya di istana. Tak hanya sebatas pustakawan, ternyata Seokjin turut mengajari anak-anak kecil untuk membaca dan menulis bagi yang tidak beruntung mengecap bangku sekolah.

그림자ㅣNamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang